Profesi akuntan publik merupakan profesi
kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan
penilaian yang bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh
manajemen perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi dan Puradiredja, 1998:3).
Profesi akuntan publik bertanggungjawab untuk menaikkan tingkat keandalan
laporan keuangan perusahaan, sehingga masyarakat memperoleh informasi keuangan
yang andal sebagai dasar pengambilan keputusan.
Guna menunjang profesionalismenya sebagai
akuntan publik maka auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman
pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yakni
standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Dimana standar
umum merupakan cerminan kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh seorang
auditor yang mengharuskan auditor untuk memiliki keahlian dan pelatihan teknis
yang cukup dalam melaksanakan prosedur audit. Sedangkan standar pekerjaan
lapangan dan standar pelaporan mengatur auditor dalam hal pengumpulan data dan
kegiatan lainnya yang dilaksanakan selama melakukan audit serta mewajibkan
auditor untuk menyusun suatu laporan atas laporan keuangan yang diauditnya
secara keseluruhan.
Namun selain standar audit, akuntan publik
juga harus mematuhi kode etik profesi yang mengatur perilaku akuntan publik
dalam menjalankan praktik profesinya baik dengan sesama anggota maupun dengan
masyarakat umum. Kode etik ini mengatur tentang tanggung jawab profesi,
kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional
serta standar teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan profesinya.
Akuntan publik atau auditor independen dalam
tugasnya mengaudit perusahaan klien memiliki posisi yang strategis sebagai pihak
ketiga dalam lingkungan perusahaan klien yakni ketika akuntan publik mengemban
tugas dan tanggung jawab dari manajemen (Agen) untuk mengaudit laporan keuangan
perusahaan yang dikelolanya. Dalam hal ini manajemen ingin supaya kinerjanya
terlihat selalu baik dimata pihak eksternal perusahaan terutama pemilik
(prinsipal). Akan tetapi disisi lain, pemilik (prinsipal) menginginkan supaya
auditor melaporkan dengan sejujurnya keadaan yang ada pada perusahaan yang
telah dibiayainya. Dari uraian di atas terlihat adanya suatu kepentingan yang
berbeda antara manajemen dan pemakai laporan keuangan.
Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan
keuangan auditan dan jasa lainnya yang diberikan oleh akuntan publik inilah
yang akhirnya mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang
dihasilkannya. Adapun pertanyaan dari masyarakat tentang kualitas audit yang
dihasilkan oleh akuntan publik semakin besar setelah terjadi banyak skandal
yang melibatkan akuntan publik baik diluar negeri maupun didalam negeri.
Skandal didalam negeri terlihat dari akan
diambilnya tindakan oleh Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
terhadap 10 Kantor Akuntan Publik yang diindikasikan melakukan pelanggaran
berat saat mengaudit bank-bank yang dilikuidasi pada tahun 1998. Selain itu
terdapat kasus keuangan dan manajerial perusahaan publik yang tidak bisa
terdeteksi oleh akuntan publik yang menyebabkan perusahaan didenda oleh Bapepam
(Winarto, 2002 dalam Christiawan 2003:82).
Selain fenomena di atas, kualitas audit yang
dihasilkan akuntan publik juga tengah mendapat sorotan dari masyarakat banyak
yakni seperti kasus yang menimpa akuntan publik Justinus Aditya Sidharta yang
diindikasi melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great River
Internasional,Tbk. Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor
investigasi dari Bapepam yang menemukan indikasi penggelembungan account
penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan
Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas
dan gagal dalam membayar utang. Sehingga berdasarkan investigasi tersebut
Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Great
River ikut menjadi tersangka. Oleh karenanya Menteri Keuangan RI terhitung
sejak tanggal 28 November 2006 telah membekukan izin akuntan publik Justinus
Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti melakukan pelanggaran terhadap
Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan Audit atas
Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Great River tahun 2003.
Dalam konteks skandal keuangan di atas,
memunculkan pertanyaan apakah trik-trik rekayasa tersebut mampu terdeteksi oleh
akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan tersebut atau sebenarnya telah
terdeteksi namun auditor justru ikut mengamankan praktik kejahatan tersebut.
Tentu saja jika yang terjadi adalah auditor tidak mampu mendeteksi trik
rekayasa laporan keuangan, maka yang menjadi inti permasalahannya adalah
kompetensi atau keahlian auditor tersebut. Namun jika yang terjadi justru
akuntan publik ikut mengamankan praktik rekayasa tersebut, seperti yang
terungkap juga pada skandal yang menimpa Enron, Andersen, Xerox, WorldCom,
Tyco, Global Crossing, Adelphia dan Walt Disney (Sunarsip 2002 dalam
Christiawan 2003:83) maka inti permasalahannya adalah independensi auditor
tersebut.
Terkait dengan konteks inilah, muncul
pertanyaan seberapa tinggi tingkat kompetensi dan independensi auditor saat ini
dan apakah kompetensi dan independensi auditor tersebut berpengaruh terhadap
kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik. Kualitas audit ini penting
karena dengan kualitas audit yang tinggi maka akan dihasilkan laporan keuangan
yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan. Selain itu adanya
kekhwatiran akan merebaknya skandal keuangan, dapat mengikis kepercayaan publik
terhadap laporan keuangan auditan dan profesi akuntan publik.
De Angelo dalam Kusharyanti (2003:25)
mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan (joint probability) dimana
seorang auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem
akuntansi kliennya. Kemungkinan dimana auditor akan menemukan salah saji
tergantung pada kualitas pemahaman auditor (kompetensi) sementara tindakan
melaporkan salah saji tergantung pada independensi auditor. Sementara itu AAA
Financial Accounting Commite (2000) dalam Christiawan (2002:83) menyatakan
bahwa "Kualitas audit ditentukan oleh 2 hal yaitu kompetensi dan
independensi. Kedua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap kualitas audit.
Berkenaan dengan hal tersebut, Trotter(1986)
dalam Saifuddin (2004:23) mendefinisikan bahwa seorang yang berkompeten adalah
orang yang dengan ketrampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat,
intuitif dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan. Senada dengan
pendapat Trotter, selanjutnya Bedard (1986) dalam Sri Lastanti (2005:88)
mengartikan kompetensi sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan
ketrampilan prosedural yang luas yang ditunjukkan dalam pengalaman audit.
Adapun Kusharyanti (2003:3) mengatakan bahwa
untuk melakukan tugas pengauditan, auditor memerlukan pengetahuan pengauditan
(umum dan khusus), pengetahuan mengenai bidang auditing dan akuntansi serta
memahami industri klien. Dalam melaksanakan audit, auditor harus bertindak
sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing. Pencapaian keahlian
dimulai dengan pendidikan formal, yang selanjutnya melalui pengalaman dan
praktek audit (SPAP, 2001). Selain itu auditor harus menjalani pelatihan teknis
yang cukup yang mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum.
Penelitian yang dilakukan oleh Libby dan
Frederick (1990) dalam Kusharyanti (2003:26) menemukan bahwa auditor yang
berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik atas laporan keuangan. Mereka
juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan
dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada
tujuan audit dan struktur dari si stem akuntansi yang mendasari. Kemudian Tubbs
(1990) dalam artikel yang sama berhasil menunjukkan bahwa semakin
berpengalamannya auditor, mereka semakin peka dengan kesalahan penyajian
laporan keuangan dan semakin memahami hal-hal yang terkait dengan kesalahan
yang ditemukan tersebut.
Sehingga berdasarkan uraian di atas dan dari
penelitian yang terdahulu dapat disimpulkan bahwa kompetensi auditor dapat
dibentuk diantaranya melalui pengetahuan dan pengalaman.
Namun sesuai dengan tanggungjawabnya untuk
menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan suatu perusahaan maka akuntan
publik tidak hanya perlu memiliki kompetensi atau keahlian saja tetapi juga
harus independen dalam pengauditan. Tanpa adanya independensi, auditor tidak
berarti apa-apa. Masyarakat tidak percaya akan hasil auditan dari auditor
sehingga masyarakat tidak akan meminta jasa pengauditan dari auditor. Atau
dengan kata lain, keberadaan auditor ditentukan oleh independensinya
(Supriyono, 1988).
Standar umum kedua (SA seksi 220 dalam SPAP,
2001) menyebutkan bahwa "Dalam semua hal yang berhubungan dengan
perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh
auditor". Standar ini mengharuskan bahwa auditor harus bersikap independen
(tidak mudah dipengaruhi), karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk
kepentingan umum. Dengan demikian ia tidak dibenarkan untuk memihak. Auditor
harus melaksanakan kewajiban untuk bersikap jujur tidak hanya kepada manajemen
dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditor dan pihak lain yang
meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan auditan.
Hal inilah yang menarik untuk diperhatikan
bahwa profesi akuntan publik ibarat pedang bermata dua. Disatu sisi auditor
harus memperhatikan kredibilitas dan etika profesi, namun disisi lain auditor
juga harus menghadapi tekanan dari klien dalam berbagai pengambilan keputusan.
Jika auditor tidak mampu menolak tekanan dari klien seperti tekanan personal,
emosional atau keuangan maka independensi auditor telah berkurang dan dapat
mempengaruhi kualitas audit. Salah satu faktor lain yang mempengaruhi
independensi tersebut adalah jangka waktu dimana auditor memberikan jasa kepada
klien (auditor tenure). Selain itu untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap independensi auditor maka pekerjaan akuntan dan operasi Kantor Akuntan
Publik (KAP) perlu dimonitor dan di "audit" oleh sesama auditor (peer
review) guna menilai kelayakan desain sistem pengendalian kualitas dan
kesesuaiannya dengan standar kualitas yang diisyaratkan sehingga output yang
dihasilkan dapat mencapai standar kualitas yang tinggi. Peer review sebagai
mekanisme monitoring yang dipersiapkan oleh auditor dapat meningkatkan kualitas
jasa akuntansi dan audit. Selain itu peer review dirasakan memberi manfaat baik
bagi klien, kantor akuntan publik maupun akuntan yang terlibat dalam peer
review. Manfaat tersebut antara lain mengurangi risiko litigation (tuntutan),
memberikan pengalaman positif, mempertinggi moral pekerja, memberikan
competitive edge dan lebih meyakinkan klien atas kualitas jasa yang diberikan
(Harjanti, 2002:59).
JackpotCity Casino Online | Bonus Codes | Free $1000 Bonus
ReplyDeleteJackpotCity 더킹 카지노 Online is a 온라인 카지노 벳무브 modern online casino with an outstanding selection of slots, live 코인카지노 조작 games, roulette and plenty 토토 사이트 more. Read our review and try our free melbet