ETIKA DALAM PRAKTIK AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK



1.      Pendahuluan
Profesi akuntan telah berkembang semakin pesatnya di jaman sekarang ini, kebutuhan akan tenaga profesional dari profesi ini semakin menarik minat banyak orang  untuk menggeluti bidan ini termasuk di Indonesia, pertumbuhan ekonomi menjadi pemicu semakin pesatnya tingkat kebutuhan akan jasa akuntan dewasa ini, tidak hanya di sektor swata di sektor pemerintahan pun dibutuhkan tenaga para akuntan-akuntan profesional untuk menyelaraskan kinerja para aparat-aparat pemerintah dari perbuatan menyimpang, diharapkan dengan adanya suatu profesi semacam ini, bisa memberikan efek tekanan pada prilaku menyimpang atau perlakuan tidak etis para pejabat yang bertahta di ranah pemerintahan. 
Bastian, Indra ( 2008 ) dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik mendefinisikan Akuntansi Sektor Publik sebagai : Mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat dilembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah,BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta. Intinya organisasi sektor publik adalah organisasi-organisasi yang menggunakandana masyarakat, sehingga perlu melakukan pertanggungjawaban ke masyarakat, dan mempunyai karakter yang menunjukkan variasi sosial, ekonomi, politik, dan karakteristik menurut undang-undang. Akuntansi Sektor Publik merupakan bidang akuntansi yang mempunyai ruang lingkup lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah,yayasan, partai politik, perguruan tinggi dan organisasi-organisasi nonprofit lainnya, seperti:Organisasi sektor publik dapat dibatasi dengan organisasi-organisasi yang menggunakandana masyarakat, sehingga perlu melakukan pertanggungjawaban ke masyarakat. Di Indonesia,Akuntansi Sektor Publik mencakup beberapa bidang utama, yakni:
a.       Akuntansi Pemerintah Pusat
b.       Akuntansi Pemerintah Daerah
c.        Akuntansi Parpol dan LSM
d.      Akuntansi Yayasan
e.      Akuntansi Pendidikan dan Kesehatan
f.        Akuntansi Tempat Peribadatan 
Institusi akuntan publik ( IAPI ) didirikan pada tanggal 24 Mei 2007  oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Berdirinya Institusi Akuntan Publik Indonesia adalah respons terhadap dampak-dampak globalisai, dan untuk menjawab kebutuhan tantangan jaman akan suatu lembaga independen yang mampu memberikan perang terhadap kemajuan bangsa dan tatanan good goverment di Indonesia. Seiring dengan keberhasilan organisasi akuntan publik dalam menjalankan perannya sebagai suatu organisasi independen muncul pula berbagai dilema etis terkait kinerja dan sepak terjan organisasi tersebut. Contoh kasus nyata yang terjadi adalah pada PT KIMIA FARMA pada tahun 2002, dan beberapa kasus lain yang berkaitan dengan akuntan sektor publik yang sempat di publikasikan oleh media masa. Krisis kepercayaan terhadap  Akuntan Publik dewasa ini juga semakin tampak dengan terkuaknya berbagai macam kasus korupsi yang menimpa pejabat-pejabat pemerintah yang kemudian baru bisa terbongkar beberapa dekade setelah masa jabatannya berakhir. dari berbagai macam polemik tersebut timbullah pertanyaan berkaitan keefektifan kode etik profesi akuntan publik dalam membimbing moralitas dan prilaku para pelaku akuntan khususnya di sektor publik untuk berlaku etis dan profesional dalam bidangnya.

II. Landasan Teori
Di Indonesia etika diterjemahkan menjadi kesusilaan karena sila berarti dasar atau aturan, sedangkan su berarti baik, benar dan bagus. Selanjutnya, selain kaidah etika masyarakat juga terdapat apa yang disebut dengan kaidah profesional yang khusus berlaku dalam kelompok profesi yang bersangkutan. Oleh karena merupakan konsensus, maka etika tersebut dinyatakan secara tertulis atau formal dan selanjutnya disebut “kode etik”. Sifat sanksinya juga moral psikologi, yaitu dikucilkan atau disingkirkan dari pergaulan kelompok profesi yang bersangkutan ( Arens 2008 )
Chua et al, ( dalam jurnal riset akuntansi Indonesia, 200), dalam konteks etika profesi, mengungkapkan bahwa etika profesional juga berkaitan dengan prilaku moral. Dalam hal ini prilaku moral lebih terbatas pada konteks dan substansi dari kode etik yang diharapkan profesi itu tersebut. Dengan demikian, yang dimaksud etika dalam konteks makalah ini adalah tanggapan atau penerimaan seorang terhadap suatu peristiwa moral tertentu melalui proses penentuan yang kompleks dengan penyeimbangan pertimbangan sisi dalam (inner) dan sisi luar (outer) yang disifati oleh kombinasi unik dari pengalaman dan pembelajaran dari masing-masing individu, sehingga dia dapat memutuskan tentang apa yang harus dilakukannya dalam situasi tertentu.
Keberadaan kode etik yang menyatakan secara eksplisit beberapa kriteria tingkahlaku yang khusus terdapat pada profesi, maka dengan cara ini kode etik profesi memberikan beberapa solusi langsung yang mungkin tidak tersedia dalam teori-teori yang umum. Di samping itu dengan adanya kode etik, maka para anggota profesi akan lebih memahami apa yang diharapkan profesi terhadap anggotanya. Kewajiban untulmematuhi kode etik ini berlaku untuk semua akuntan, termasuk akuntan publik.

III. faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan prilaku etis akuntan publik
Urirrm can toert (lyyS) menaetmisixan perztaxu etas sebagai perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan yang membahayakan. Mc-Conell  (dalam Nurhayati 1998 ), menyatakan bahwa perilaku kepribadian merupakan karakteristik individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, karakteristik yang dimaksud meliputi : sifat, kemampuan, nilai, keterampilan, sikap serta intelegensi yang muncul dalam pola perilaku seseorang. Jadi perilaku merupakan perwujudan atau manifestasi karakteristik seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.\ Dalam hubungannya dengan akuntan publik, berdasarkan Jurnal Riset Akuntansi Indonesia (edisi 2001) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang memungkinkan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis akuntan, termasuk akuntan publik. Faktor-faktor tersebut antara lain :
1.       Faktor Posisi / Kedudukan. Ponemon (1990) menunjukkan bahwa semakin tinggiposisi / kedudukan di KAP (dalam hal ini Partner dan Manajer) cenderung memiliki pemikiran etis yang rendab, sehingga berakibat pada rendahnya sikap dan perilaku etis mereka.
2.      Faktor imbalan yang diterima ( berupa gaji / upah dan penghargaan /insentif) Pada dasarnya seseorang yang bekerja, mengharapkan imbalan yang sesuai dengan pekerjaannya. Karena dengan upah yang sesuai dengan pekerjaannya, maka akan timbul pula rasa gairah kerja yang semakin balk dan ada kecenderungan untuk bekerja secara jujur disebabkan ada rasa timbal balik yang selaras dan tercukupi kebutuhannnya.   Selain   gaji/upah,   seseorang  yang  bekerja  membutuhkan penghargaan atas hasil karya yang telah dilakukan, baik penghargaan yang bersifat materil maupun non materil.   Jika is mendapatkan penghargaan sesuai dengan karyanya maka si pekerja akan berbuat sesuai aturan kerja dalam rangka menjaga citra profesinya baik di dalam maupun diluar pekerjaannya.
3.      Faktor  Pendidikan   (formal,  nonformal dan informal) Sudibyo  (1995   dalam Khomsiyah dan Indriantoro 1997)  menyatakan  bahwa pendidikan akuntansi (pendidikan formal) mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etis akuntan publik.
4.       Faktor organisasional  (perilaku  atasan,  lingkungan kerja, budaya organisasi, hubungan dengan rekan kerja). Komitmen atasan merupakan wibawa dari profesi, bila atasan tidak memberi contoh yang baik pada bawahan maka akan menimbulkan sikap dan perilaku tidak baik dalam diri bawahan sebab is merasa bahwa atasannya bukanlah pemimpin yang baik (Anaraga 1998). Lingkungan kerja turut menjadi faktor yang mempengaruhi etika individu. Lingkungan kerja yang baik akan membawa pengaruh yang baik pula pada segala pihak, termasuk para pekerja, hasil pekerjaan dan perilaku di dalamnya.
5.       Faktor Lingkungan Keluarga. Pada umumnya individu cenderung untuk memilih sikap yang konformis/ searah dengan sikap dan perilaku orang.orang yang dianggapnya penting (dalam hat ini anggota keluarga). Kecenderungan ini antara lain di motivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik.  Jadi jika lingkungan keluarga bersikap dan berperilaku etis, maka yang muncul adalah sikap dan perilaku etis pula (Anwar 1998: 32 ).
6.      Faktor Pengalaman Hidup. Beberapa pengalaman hidup yang relevan dapat
mempengaruhi sikap etis apabila pengalaman hidup tersebut meninggalkan kesan
yang kuat. Apabila seseorang dapat mengambil pelajaran dari pengalaman masa
lalunya maka akan menumbuhkan sikap dan perilaku yang semakin etis .
7.      Faktor Religiusitas. Agama sebagai suatu sistem, mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena is meletakkan dasar konsep moral dalam individu. Setiap agama mengajarkan konsep sikap dan perilaku etis, yang menjadi stimulus dan dapat memperteguh sikap dan perilaku etis.
8.      Faktor Hukum (sistem hukum dan sanksi yang diberikan). Kasir (1998), berpendapat bahwa hukum yang berlaku pada suatu profesi hendaklah mengandung muatan etika agar anggota profesi merasa terayomi. Demikian halnya dengan sanksi yang dikenakan hares tegas dan jelas sehingga anggota cenderung tidak mengulang kesalahan yang sama dalam kesempatan yang berbeda.
9.      Faktor Emotional Quotient (EQ). EQ adalah bagaimana seseorang itu pandai mengendalikan perasaan dan emosi pada setiap kondisi yang melingkupinya. EQ lebih penting dari pada IQ. Bagaimanapun juga seseorang yang cerdas bukanlah hanya cerdas dalam hat intelektualnya saja, tetapi intelektualitas tanpa adanya EQ dapat melahirkan perilaku yang tidak etis (Goleman, 1997).
Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat disimpulkan bahwa sikap akan menentukan warna atau corak tingkah laku seorang untuk berperilaku etis dan tidak etis.

IV. Upaya akuntan Indonesia Terhadap Penegakan Akuntan Publik
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai satu-satunya organisasi profesi akuntan di Indonesia telah berupaya untuk melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan publik. Untuk mewujudkan perilaku profesionalnya, maka IAI menetapkan kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik tersebut dibuat untuk menentukan standar perilaku bagi para akuntan, terutama akuntan publik (Arens :2008). Al-Haryono Yusuf (2001) menyatakan bahwa kode etik Ikatan Akuntan Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam kongres VIII Ikatan Akuntan Indonesia (JAI) di Jakarta pada tahun 1998, terdiri dari.
1.       Prinsip Etika. Terdiri dari 8 prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota, yang meliputi: tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati- hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis.
2.      Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik . Terdiri dari independen, integritas dan objektivitas, standar umum dan prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada rekan seprofesi, serta tanggung jawab dan praktik lain. 
3.      Interpretasi Aturan Etika. Interpretasi aturan etika merupakan panduan dalam menerapkan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannnya.

V. Kesimpulan
Penegakan etika profesi akuntan pemeriksa saat ini menjadi suatu hal yang mendesak:- Selama ini, tuntutan dibatasi hanya oleh profesi, dalam artian sepanjang aturan profesi dipatuhi akuntan dianggap sudah memenuhi kewajiban baik secara profesi maupun kemasyarakatan,- Hal ini dinilai tidak wajar, sehingga masyarakat menuntut agar akuntan bisa dituntut dijalur hukum,- Perubahan dari sekedar moralitas menjadi realitas hukum masyarakat,- Akuntan sebagai suatu profesi diminta untuk terlibat secara aktif, terkait dengan pelaksanaan transparansi ekonomi,- Akuntansi sektor publik yang diharapkan lebih ditekankan pada sistem dan pemeriksaanakuntansi.- Sistem akuntansi sektor publik yang lebih diharapkan kepada evaluasi kinerja publik.- Penekanan terhadap efisiensi keuangan dan efektivitas manajemen akan menjadi duatitik awal fokus pengembangan bidang akuntansi manajemen sektor publik.

Comments