PERKEMBANGAN SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL DI INDONESIA


Latar Belakang                                                  
   Selama satu dekade terakhir, peran sistem pengendalian intern di lingkungan instansi pemerintah mendapat perhatian luas dari para auditor intern, auditor ekstern, penyusun laporan keuangan asosiasi profesi, dan badan-badan legislatif serta para birokrat. Salah satu isu yang menjadi perhatian adalah banyaknya kejadian yang terkait dengan kegagalan sistem pengendalian  intern dalam pengelolaan bisnis pemerintah, seperti terjadinya penggelapan pajak, penyuapan, pencurian informasi, penyalahgunaan aset Negara, serta penyusunan laporan keuangan yang tidak sesuai ketentuan.
Perkembangan Sistem Pengendalian Intern di Indonesia adalah dimulai dengna diterbitkannya Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan dan Istruksi Presiden No. 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Melekat, Keputusan MEnteri PAN Co. 30 tahun 1994 tentang petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Melekat yang diperbarui dengan keputusan Menteri PASN No. KEP/46/M.PAN/2004.
 Banyak pihak berpendapat bahwa salah satu penyebab terjadinya permasalahan tersebut di atas adalah karena kelemahan sistem pengendalian intern.Opini disclaimer oleh BPK disebabkan tidak memadainya kompetensi sumber daya manusia dalam pengelolaan keuangan Negara.Sedangkan tingginya tingkat korupsi karena bentuk pemberantasan korupsi yang ada masih bertumpu pada tindakan penindakan (represif) dari pada pencegahan (preventif) yang menitik beratkan pada perbaikan/penguatan sistem pengendalian intern.
            Dengan adanya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara maka setiap entitas wajib menyelenggarajan Sistem Pengendalian Intern di entitas masing-masinG. Setiap entitas dalam pelaporan akuntansi keuangan negara wajib menyelenggarakan sistem pengendalian intern sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang terkait untuk meningkatkan keandalan laporan keuangan dan kinerja.            
            Sesuai dengan mandat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Badan Pemeriksa Keuangan melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan yang bertujuan memberikan keyakinan yang memadai bahwa LK telah disajikan secara wajar dalam hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan didasarkan pada kriteria (a) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, (b) kecukupan pengungkapan, (c) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan (d) efektivitas sistem pengendalian intern (SPI).
            Salah satu kriteria pemberian opini adalah evaluasi atas efektivitas SPI, yang berpedoman pada PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Hasil pemeriksaan opini BPK atas SPI terdiri dari kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, dan kelemahan SPI. Pemberian opini juga didasarkan pada penilaian kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan. Temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan dapat mengakibatkan kerugian Negara/Daerah/Perusahaan, potensi kerugian Negara/Derah/ Perusahaan,  kekurangan penerimaan, administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. Terdapat empat opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, yakni Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW), Pernyataan Menolak Memberikan Opini atau Tidak Memberikan Pendapat (TMP).
              Menurut Hartanto (1997) bahwa pengertian SPI terbagi dua yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit pengendalian intern disamakan dengan “internal check”  yang merupakan prosedur-prosedur mekanisme untuk memeriksa ketelitian dari data-data admnistrasi, seperti mencocokan penjumlaha Horiontal dengan penjumlahan Vertikal.  Sedangkan dalam arti luas pengendalian internal disamakan dengan “Manajemen Control”, yaitu semua meliputi semua cara-cara yang digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengawasi/mengendalikan perusahaan.

1. 2 Rumusan Masalah:
Berdasarkan latar belakang yang telah dinyatakan, maka  permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.
              1. Apa yang dimaksud dengan Sistem Pengendalian Intern?
              2. Apa unsur-unsur sistem pengendalian Intern?
              3. Apa yang menjadi kelemahan Sistem Pengendalian Intern?

1.3 Tujuan Penulisan:
1.       Untuk memenuhi tuntutan Mata Kuliah SPI yaitu sebagai salah syarat untuk mendapatkan nilai kelulusan.
2.       Untuk mengetahui perkembangan Sistem Pengendalian Internal di Indonesia

1.4  Manfaat Penuliasan:
1.       Penulis: Untuk menambah wawasan kedepan dan untuk memenuhi persyaratan kelulusan mata kuliah SPI
2.       Penulis berikutnya: Dapat dijadikan referensi dan informasi untuk penulis berikutnya
BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian SPI
              Sistem Pengendalian Internal merupakan istilah yang telah umum dan banyak digunakan berbagai kepentingan. Istilah Pengendalian Intern diambil dari terjemahan “Internal Control”  yang berarti pengawasan intern. Definisi Pengendalian Intern yang dikemukan oleh  Auditing Procedure American Institute of Carified Public Accountant (ICPA) yaitu pengendalian intern mencakup rencana organisasi dan sumua metode serta tindkaan yang telah digunakan dalma perusahaan untuk mengamankan aktivanya, mengecek kecermatandan keandalan dari data akuntansinya, memajukan efisiensi operasi, dan mendorong ketaatan pada kebijaksanaan yang telah ditetapkan pimpinan.
              Dalam Standar Professional Akunatan Publik (SPAP) Pengendalian Intern didefinisikan sebagai berikut, yaitu meliputi organisasi serta semua metode dan ketentuan yang terkoordinasi yang dianut dalam suatu perusahaan untuk melindungi harta miliknya, mencek kecermatan dan keandalan data akuntansi, meningkatkan efisiensi usaha dan mendorong di taatinya kebijakan manajemen  yang telah digariskan.
              Sedangkan menurut IAI, pengendalian intern sebagai Manajemen Control, selanjutnya apabila unsur-unsur yang terdapat pada Sistem Pengendalian Intern telah sesuai dengan definisi dikelompokkan dua sub tim, yaitu Pengendalian Administratif dan Pengendalian Akuntansi. Pembagian dalam sub site mini secara langsung dan lengkap dalam buku Noema Pemeriksaan Akuntansi jadi dalam arti luas, SPI mencakup pengendalian yang dibedakan atas pengendalian intern yang bersifat akuntansi dan administrasi
              Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang merupakan adopsi dari COSO Internal Control Framework dengan dilakukan penyesuaian sesuai dengan kebutuhan dan karateristik pemerintahan di Indonesia. Alasan atau latarbelakang diterbitkanny Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahuun 2008 tentanng SPIP adalah sebagai petunjuk pelaksanaan dari paket refotmasi keuana negara menuju Good Governance atau tata kelola yang baik dan Good Government.
              Pelaksanaan Pengendalian Intern melibatkan seluruh anggota organisasi bukan dibebankan pada bagian tertentu saja, sehingga memberikan keyakinan terpercaya atas seluruh kegiatan organisasi yang meliputi reability  dari pelaporan keuangan, efisiensi dan keefektifan atas kegiatan atau operasi perusahaan dan kepatuhan terhadap hukum dan undang-undang yang berlaku.

2.2        Perkembangan SPI di Indonesia
            Di Indonesia pengendalian intern dimulai pada saat pelaksanaan  Pengawasan Melekatsesuai dengan Inpres Nomor  15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, Inpres nomor 1 tahun 1989 tentang PedomanPengawasan Melekat  dan Keputusan Menteri PAN No 93/Menpan/1994 tentang Petunjuk Pengawasan Melekat. Pengawasan melekat  menempatkan pengendalian sebagai bagian dari serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya secara preventif dan represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundangan.

            Perkembangan Pengendalian Intern di Indonesia selanjutnya adalah dengan diterbitkannya PP Nomo 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Berdasarkan PP tersebut Pengertian pengendalian Intern  adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
            PP 60 Tahun 2008 tersebut menggunakan pendekatan COSO dalam konsep pengendalian intern dengan beberapa modifikasi. Pendekatan ini  dipilih karena sistem pengendalian intern yang baik dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan organisasi tidak cukup hanya dengan menekankan pada prosedur dan kegiatan tetapi menempatkan manusia sebagai faktor yang dapat membuat pengendalian tersebut berfungsi.
            Dalam sistem pengendalian intern versi COSO ini pengendalian tidak menitikberatkan pada kegiatan pengendalian namun lebih menitikberatkan pada lingkungan pengendalian sebagai syarat berfungsinya sistem pengendalian intern. Faktor manusia sebagai pembentuk  lingkungan pengendalian mendapat perhatian yang besar seperti situasi yang etis,masalah integritas dan adanya komitmen pimpinan pada kompetensi.
            Dalam pengendalian intern versi COSO tersebut juga terdapat unsur Penilaian risiko.Sistem pengendalian intern yang efisien tidak harus mengendalikan semua kegiatan dengan pertimbangan efisiensi,sehingga organisasi harus menentukan tujuan secara jelas dan mengidentifikasi risiko,menganalisa risiko serta mengelola risiko yang ada. Berdasarkan analisa risiko tersebut  ditentukan pengendalian untuk meminimalisir risiko.
            Dalam pelaksanaan sisdur pengendalian diperlukan kondisi yang kondusif serta jalur informasi dan komunikasi serta adanya mekanisme untuk mengidentifikasi berkembangnya kebutuhan informasi.Dalam konsep COSO organisasi diharuskan memiliki lingkungan yang baik,mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat dan melakukan pemantauan secara terus menerus.

2.3        Unsur-unsur SPI
              Dalam Peraturan Pemerintah Tahun 2008 mengacu pada unsur SIstem Pengendalian Intern yang dipraktekan di lingkungan pemerintahan:
1.            Lingkungan Pengendalian
              Pimpinan Intansi dna seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku positif dan mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat.
2.           Penilian Resiko
              Pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit organisasi baik dari luar maupun dari dalam.
3.           Kegiatan Pengendalian
              Kegiatan pengendalian membantu memastikan bahwa arahan pimpinan Intansi dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi.
4.           Informasi dan Komunikasi
              Informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada pimpinan Instansi Pemerintah dan pihak lain yang ditentukan. Informasi disajikan dalma suatu bentuk dan sarana tertentu serta tepat waktu sehingga memunkinkan pimpinan Instansi Pemerintah melaksanakan pengendalian dan tanggung jawabnya.
5.           Pemantauan
              Pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat segera ditindaklanjuti.

Perbedaan antara COSO 2013 dan PP No. 60 Tahun 2008
1. Lingkungan Pengendalian
COSO
PP 60 Tahun 2008  (pasal 4)
1. Organisasi menunjukkan komitmen untuk integritas dan nilai-nilai etika.
2. Dewan direksi menunjukkan kemerdekaan dari manajemen dan menjalankan fungsi pengawasan terhadap pengembangan dan kinerja pengendalian internal.
3. Manajemen menetapkan, dengan pengawasan dewan, struktur, pelaporan garis, dan pihak yang berwenang dan tanggung jawab dalam mencapai tujuan.
4. Organisasi menunjukkan komitmen untuk menarik, mengembangkan, dan mempertahankan individu yang kompeten selaras dengan tujuan.
5. Organisasi memegang peran individu terhadap tanggung jawab pengendalian internal mereka dalam pencapian tujuan.
1.     Penegakan Integritas dan Etika
2.     Hubungan Kerja yang Baik
3.     Peran APIP yang Efektif
4.     Kebijakan yang Sehat tentang Pembinaan
5.     Pendelegasian Wewenang dan Tanggung Jawab
6.     Struktur Organisasi yang Sesuai
7.     Kepemimpinan yang Kondusif
8.      Komitmen terhadap Kompetensi

2.          Penilaian Resiko
COSO
PP 60 Tahun 2008 (pasal 13)
1. Organisasi menetapkan tujuan dengan kejelasan yang cukup untuk memungkinkan identifikasi dan penilaian risiko yang berkaitan dengan tujuan.
2. Organisasi mengidentifikasi risiko terhadap pencapaian tujuan di seluruh entitas dan analisis risiko sebagai dasar untuk menentukan bagaimana risiko harus dikelola.
3. Organisasi menilai potensi kecurangan/fraud dalam menilai risiko terhadap pencapaian tujuan.
4. Organisasi mengidentifikasi dan menilai perubahan yang signifikan dapat mempengaruhi sistem pengendalian internal.
1.     Identifikasi Risiko
2.     Analisis Risiko


3.          Kegiatan Pengendalian
COSO
PP 60 Tahun 2008 ( pasal 18)
1. Organisasi memilih dan mengembangkan aktivitas pengendalian yang berkontribusi terhadap mitigasi risiko terhadap pencapaian tujuan ke tingkat yang dapat diterima.
2. Organisasi memilih dan mengembangkan aktivitas pengendalian umum atas teknologi untuk mendukung pencapaian tujuan.
3. Organisasi mewujudkan aktivitas pengendalian melalui kebijakan yang menetapkan apa yang diharapkan dan prosedur yang menempatkan kebijakan ke dalam tindakan.
  1. Reviu atas Kinerja Instansi Pemerintah
  2. Pencatatan yang Akurat dan Tepat Waktu
  3. Otorisasi Transaksi dan Kejadian Penting
  4. Pemisahan Fungsi
  5. Penetapan & Reviu Indikator & Ukuran
  6. Pengendalian Fisik atas Aset
  7. Pengendalian Pengelolaan Sistem
  8. Pembinaan Sumber Daya Manusia
  9. Pembatasan Akses atas Sumber Daya
  10. Akuntabilitas terhadap Sumber Daya
  11. Dokumentasi atas Sistem Pengendalian

4.          Informasi dan Komunikasi
COSO
PP  60 Tahun 2008 (pasal 41)
1. Organisasi memperoleh atau menghasilkan dan menggunakan, kualitas informasi yang relevan untuk mendukung fungsi pengendalian internal.
2. Organisasi internal mengkomunikasikan informasi, termasuk tujuan dan tanggung jawab untuk pengendalian internal, yang diperlukan untuk mendukung fungsi pengendalian internal.
3. Organisasi berkomunikasi dengan pihak luar mengenai hal-hal yang mempengaruhi fungsi pengendalian internal.
  1. Sarana Komunikasi
  2. Sistem Informasi

5.         Pemantauan Pengendalian Klien
COSO
PP 60 Tahun  2008 (Pasal 43)
1. Organisasi memilih, mengembangkan, dan melakukan dan / atau evaluasi terpisah sedang berlangsung untuk memastikan apakah komponen pengendalian internal yang hadir dan berfungsi.
2. Organisasi mengevaluasi dan berkomunikasi kekurangan pengendalian internal pada waktu yang tepat bagi pihak yang bertanggung jawab untuk mengambil tindakan korektif, termasuk manajemen senior dan dewan direksi.
  1. Pemantauan Berkelanjutan
  2. Evaluasi Terpisah
  3. Tindak Lanjut

2.4 Kelemahan Sistem Pengendalian Intern
            SPKN juga mengatur bahwa laporan atas pengendalian intern harus mengungkapkan kelemahan dalam pengendalian atas pelaporan keuangan yang dianggap sebagai “kondisi yang dapat dilaporkan”. Unsur pertama dalam SPI yaitu lingkungan pengendalian seharusnya menimbulkan perilaku positif dan kondusif agar dapat mengenali apakah SPI telah memadai dan mampu mendeteksi adanya kelemahan. Kelemahan atas SPI dikelompokkan dalam tiga kategori, yakni :
1.      Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, yaitu kelemahan sistem pengendalian yang terkait kegiatan pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangan. Kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan terdiri dari pencatatan yang tidak/belum dilakukan atau tidak akurat; proses penyusunan laporan yang tidak sesuai ketentuan; entitas terlambat menyampaikan laporan; sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai; serta sistem informasi akuntansi dan pelaporan belum didukung dengan SDM yang memadai.
2.      Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, yaitu kelemahan pengendalian yang terkait dengan pemungutan dan penyetoran penerimaan Negara/daerah/perusahaan milik Negara/daerah serta pelaksanaan program/kegiatan pada entitas yang diperiksa. Kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja terdiri dari perencanaan kegiatan yang tidak memadai; mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan, serta penggunaan penerimaan daerah dan hibah yang tidak sesuai ketentuan; penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan bidang teknis tertentu atau ketentuan intern organisasi yang diperiksa tentang pendapatan dan belanja; pelaksanaan belanja di luar mekanisme APBD; penetapan/pelaksanaan kebijakan yang tidak tepat atau belum dilakukan yang berakibat hilangnya potensi penerimaan/pendapatan; penetapan/pelaksanaan kebijakan yang tidak tepat atau belum dilakukan yang berakibat peningkatan biaya/belanja; dan lain-lain.
3.      Kelemahan sistem pengendalian intern, yaitu kelemahan yang terkait dengan ada/tidaknya sistem pengendalian intern atau efektivitas sistem pengendalian intern yang ada dalam entitas yang diperiksa. Kelemahan sistem pengendalian intern terdiri dari entitas yang tidak memiliki SOP yang formal untuk prosedur atau keseluruhan prosedur; SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak ditaati; entitas yang tidak memiliki satuan pengawas intern; satuan pengawas intern yang ada tidak memadai atau tidak berjalan optimal; tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai.

Menurut Fahri (2013) berikut ini adalah keterbatasan bawaan yang melekat dalam setiap pengendalian intern :
1.      Kesalahan dalam pertimbangan, kadang-kadang manajemen dan personel lainnya dapat melakukan pertimbangan yang buruk dalam membuat keprusan bisnis atau dalam melaksanakan tugas rutin karena informs yang tidak mencukupi, ketrbatasan waktu, atau prosedur lainnya
2.      Gangguan, kemacetan dalam melaksanakan pengendalina dpaat terjadi karena adanya gangguan ketika personel salah memahami instruksi atau membuta kekeluruan akibat kecerobohan kebingungan, atau kelelahan. Perubahan sementara atau permanen dalam personel atau dlama sistem atau prosedur juga dapat berkonstribusi pad aterjadinya kemacetan.
3.      Kolusi, individu yang beritndak bersama seperti karyawan yang melaksanakan suatu pengendalian penting bertindak bersama dengan karyawan lain, konsumen atau pemasok dpat melakukan sekaligus menutupi kecurangan sehingga tidak dapat dideteksi oleh pengendalian internal.
4.      Pengabaian dalam manajemen, manajemen dapat  mengesampingkan kebujakan atau prosedur tertulis untuk tujuan tidak sah seperti keuntungan pribadi atau presentasi mengenai konsisi keyangna suatu entitas yang dinaikan
5.      Biaya lawan manfaat, biaya pengendalian internal suatu entitas seharusnya tidak melebihi manfaat yang diharapkan untuk diperoleh. Karena pengukuran yang tepat bai dari biaya dan manfaat biasanya tidak memungkinkan, manajemen harus membuat baik estimasi kuantitatif maupun kualitatif dalam mengevaluasi hubungan antara biaya dan manfaat
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
            Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini, yaitu:
1.     Dalam Akuntansi, SPI yang berlaku dalam entitas merupakan faktor yang menentukan keandalan laporan keuangan yang dihasilkan oleh entitas tersebut. Oleh karena itu dalam memberikan pendapat atas kewajaran laporan yang diauditnya, auditor meletakkan kepercayaan atas efektivitas SPI dalam mencegah terjadinya kesalahan yang material dalam proses akuntansi.
3.2 Saran
            Ada beberapa saran yang disampaikan oleh peneliti agar kiranya hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yang positif bagi semua pihak.
1.   Diperlukan komitmen yang tinggi bagi Instansi Pemerintah untuk dapat menerapkan seluruh unsur pengendalian yang ada dalam SPIP pada setiap tindakan dan kegiatan secara terus menerus oleh seluruh pegawai dan pimpinan instansi agar tujuan SPIP yaitu menciptakan kegiatan yang efektif dan efisien serta tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel dapat terwujud.


DAFTAR PUSTAKA

Fahri, M. (2013). Pengendalian Internal Audit. Jakarta
Irene, L (2011). Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Kota dan Kabupaten. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya
Mulyadi. ( 2002). Auditing. Jakarta: Salemba Empat.
Setiawan, D., dkk. (2015). Modul Sistem Pengendalian Internal. Jakarta: Pusdiklat BPK RI,
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. BPK RI. 2008
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Violam, R. (2010). Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.           





Comments