Contoh Pembahasan Kasus Perlindungan Konsumen

DESKRIPSI KASUS

jakarta – Pengaduan tentang jasa telekomunikasi menduduki ranking pertama pengaduan yang diterima Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Pada 2010, ada 590  pengaduan konsumen, di mana 101-nya adalah pengaduan jasa telekomunikasi.

“Data pengaduan 2010 itu ada 590 pengaduan konsumen, 101-nya adalah pengaduan jasa telekomunikasi. Itu merupakan ranking pertama pengaduan konsumen untuk tahun 2010 alias 17,1 persen. Nah, 46,7 persen dari pengaduan jasa telekomunikasi merupakan kasus SMS pengambil pulsa,” kata Sularsi dari divisi pengaduan dan hukum YLKI kepada detikINET, Rabu (5/10/2011).

YLKI pun menindaklanjuti pengaduan itu dengan duduk bersama Badan Regulator Telekomunikasi Indonesia (BRTI) di mana terdapat Kemenkominfo di dalamnya, Asosiasi Telekomunikasi Seluler yang anggotanya 10 operator dan Kemensos. Pertemuan digelar pada sekitar 2010 lalu, namun belum ada kesepakatan apa pun.

“Kita desak ada sistem option in ketika konsumen menerima tawaran baik itu ring tone, kuis atau apa pun. Ketika kita dikirim SMS semacam itu, kita harus diberi pilihan apakah mau ikut acara itu atau tidak. Ketika keluar maka harus ada option out, nah saat itu seharusnya tidak ada aksi apa pun, jangan karena diam lalu dianggap menyetujui dan pulsa tersedot,” papar perempuan yang akrab disapa Larsi ini.

Yang juga memberatkan konsumen adalah ketika ingin keluar dari layanan tersebut, konsumen diharuskan membayar lagi, biasanya Rp 2.000. Dengan begitu, ikut atau tidak ikut layanan, konsumen harus tetap mebayar. Hal itu dinilainya sebagai bisnis yang tidak etis dan curang. Apalagi informasi SMS premium itu terkadang sangat menyesatkan.

Soal regulasi, imbuhnya, sudah ada Peraturan Menteri Kominfo No 1/2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat (Short Messaging Service/SMS) ke Banyak Tujuan (Broadcast). Dalam aturan itu, jika konsumen merasa terganggu maka berhak menghubungi operator untuk memblokir agar tidak lagi dikirimi SMS sampah.

“Jika konsumen dirugikan, maka operator juga harus mengembalikan uang yang diambil content provider. Tapi untuk mendapatkan uang yang sudah dikeluarkan harus keluar uang lebih dan belum tentu dapat hasilnya,” sambung Larsi.

Menurut dia, good will pemerintah untuk melindungi konsumen dari pencurian pulsa ini belum terlihat. Sebab Kemenkominfo terkesan membiarkan peristiwa itu terjadi.

“Harus ada pengawasan, dan ini masih belum dilakukan. Soal regulasi nomor dua, tapi sanksi harus diberikan. Apakah 180 juta pelanggan seluler harus membuat pernyataan agar tidak dikirimi produk di luar produk operator,” tutur Larsi.

Konten yang terindikasi dapat menyedot pulsa biasanya berupa layanan SMS premium yang menawarkan konten ketika registrasi ditambah biaya layanan. Misalnya saja, konten dari pengirim konten dengan nama-nama tertentu yang berisi berikut. 2 JUTA dari ZONA DIS***. 1kuponDiskon/mg/2rb. CS:021252xxxx (sms ini Rp0)”. Namun, ketika perintah itu diikuti, pulsa akan berkurang, sementara bonus yang dijanjikan tidak didapatkan.

Beberapa konten lainnya, menawarkan pelanggan untuk registrasi di nomor empat digit. Hal ini, jelas membuat pulsa berkurang sesuai tarif registrasi. Biasanya tarifnya sebesar Rp 2 ribu setiap registrasi. Namun, ketika di-unreg, konten itu tidak bisa berhenti, padahal untuk biaya unreg-nya Rp 2 ribu.

Beberapa konten lainnya melakukan kecurangan dengan menembak sendiri nada sambung pribadi ke handphone pengguna, padahal tidak melakukan registrasi, sehingga pengguna HP terpotong pulsanya. Contoh lainnya adalah konten games.

Dalam iklan konten games tersebut, penyedia konten tidak menyebutkan jenis handphone apa saja yang bisa memainkan game tersebut. Jadi ada kasus sudah mengunduh game tapi tidak berhasil lantaran jenis HP tidak sesuai, padahal pulsa sudah terpotong.

Sumber : detik.com



ANALISIS YURIDIS

Indikasi Pelanggaran Hukum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

 Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha

·       Pasal 8

(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:

F.tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,iklanatau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

·         Pasal 9

 (1) Pelaku   usaha   dilarang  menawarkan,  memproduksikan,  mengiklankan   suatu   barang dan/atau  jasa secara tidak benar, dan/atau seolah­olah:

k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

·         Pasal 10

Pelaku   usaha   dalam   menawarkan   barang   dan/atau   jasa   yang   ditujukan   untuk

diperdagangkan   dilarang   menawarkan,   mempromosikan,   mengiklankan   atau   membuat

pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai:

a. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;

b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa;

c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;

d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;

e. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

·         Pasal 12

Pelaku   usaha   dilarang  menawarkan,  mempromosikan   atau  mengiklankan suatu barang dan/atau  jasa  dengan harga  atau  tarif  khusus  dalam  waktu  dan  jumlah  tertentu,  jika  pelakuusaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan  jumlah yang  ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.

·         Pasal 15

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.

·         Pasal 17

Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:

 (1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:

a)     amengelabui  konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga

barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;

b)     mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;

c)      memuat  informasi  yang keliru,  salah,  atau  tidak  tepat  mengenai  barang dan/atau jasa;

d)     tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;

e)     mengeksploitasi  kejadian dan/atau seseorang  tanpa seizin yang berwenang atau

persetujuan yang bersangkutan;

f)       melanggar etika dan/atau  ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan. Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1)



SANKSI-SANKSI

Bagian Pertama

Sanksi Administratif

·         Pasal 60

1.      Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 2dan Pasal 26.

2.      Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (duaratus juta rupiah).

3.      Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.



Bagian Kedua

Sanksi Pidana

·         Pasal 61

Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.

·         Pasal 62

1.       Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e,ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah).

2.      Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f di pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3.      Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.



·         Pasal 63

Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman

tambahan, berupa:

a)     perampasan barang tertentu;

b)     pengumuman keputusan hakim;

c)      pembayaran ganti rugi;

d)     perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;

e)     kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau

f)       pencabutan izin usaha.





ANALISIS AKUNTANSI



Bila terjadi kasus seperti di atas, maka pihak telekomunikasi sebagai pihak tertuntut diwajibkan  mengungkapkan kejadian-kejadian tersebut dalam laporan keuanganya yakni di catatan atas laporan keuangan sebagaimana diatur dalam PSAK NO 57, tentang kewajiban mengungkapkan  Kejadian setelah tanggal neraca. SAK 57 (revisi 2009) tentang: Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi.



Kejaidan setelah tangal neraca harus menjadi perhatian pemeriksa apabila kejadian tersebut berdampak material pada laporan keuangan. Hal tersebut perlu untuk diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

Comments