Sumber: PSA No. 25
Pendahuluan
PERENCANAAN
AUDIT
Pertimbangan pada Tingkat Laporan Keuangan
Pertimbangan pada
Tingkat Saldo Akun Individual atau Golongan Transaksi
EVALUASI
TEMUAN AUDIT
TANGGAL BERLAKU EFEKTIF
Pendahuluan
01 Seksi ini memberikan panduan
bagi auditor dalam mempertimbangkan risiko dan materialitas pada saat
perencanaan dan pelaksanaan audit atas laporan keuangan berdasarkan standar
auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia . Risiko audit dan
materialitas mempengaruhi penerapan standar auditing, khususnya standar
pekerjaan lapangan dan standar pelaporan, serta tercermin dalam laporan auditor
bentuk baku .
Risiko audit dan materialitas, bersama dengan hal-hal lain, perlu
dipertimbangkan dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit serta
dalam mengevaluasi hasil prosedur tersebut.
02 Adanya risiko audit diakui dengan pernyataan dalam
penjelasan tentang tanggung jawab dan fungsi auditor independen yang berbunyi
sebagai berikut: “Karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan,
auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, bukan mutlak, bahwa salah saji
material terdeteksi.1 Risiko audit 2 adalah risiko yang timbul
karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana
mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. 3
03 Konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal,
baik secara individual atau keseluruhan, adalah penting bagi kewajaran
penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia ,
sedangkan beberapa
hal lainnya adalah tidak penting. Frasa “menyajikan secara wajar, dalam semua hal
hal lainnya adalah tidak penting. Frasa “menyajikan secara wajar, dalam semua hal
1 Lihat SA Seksi 110 [PSA No. 02] Tanggung
Jawab dan Fungsi Auditor Independen dan
SA Seksi 230
[PSA No. 04] Penggunaan Kemahiran Profesional dengan Cermat dan Seksama dalam Pelaksanaan Pekerjaan Auditor untuk pembahasan lebih lanjut tentang keyakinan memadai.
[PSA No. 04] Penggunaan Kemahiran Profesional dengan Cermat dan Seksama dalam Pelaksanaan Pekerjaan Auditor untuk pembahasan lebih lanjut tentang keyakinan memadai.
2 Di samping risiko audit, auditor juga menghadapi risiko kerugian
praktik profesionalnya akibat dari tuntutan pengadilan, publikasi negatif, atau
peristiwa lain yang timbul berkaitan dengan laporan keuangan yang telah diaudit
dan dilaporkannya. Risiko ini tetap dihadapi oleh auditor meskipun ia telah
melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan
Indonesia dan telah melaporkan hasil audit atas laporan keuangan dengan
semestinya. Meskipun seorang auditor telah menetapkan risiko semacam ini pada
tingkat yang rendah, ia tidak boleh melaksanakan prosedur yang kurang luas
sebagaimana yang seharusnya dilakukan berdasarkan standar auditing yang
ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia .
3Definisi risiko audit ini
tidak mencakup risiko yang dihadapi oleh auditor karena ia secara salah
menyimpulkan bahwa laporan keuangan berisi salah saji material. Dalam situasi
ini, biasanya ia mempertimbangkan kembali atau memperluas prosedur auditnya dan
meminta klien untuk melakukan tugas tertentu untuk mengevaluasi kembali
kewajaran laporan keuangannya. Langkah-langkah ini biasanya
akan mengarahkan auditor ke kesimpulan yang benar. Definisi risiko audit ini
juga tidak mencakup risiko yang timbul sebagai akibat pengambilan keputusan
pelaporan yang tidak semestinya, yang tidak berkaitan dengan deteksi dan
evaluasi salah saji dalam laporan keuangan, seperti pengambilan keputusan yang
tidak semestinya mengenai bentuk laporan auditor karena adanya ketidakpastian
atau batasan atas lingkup audit.
yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia”4 menunjukkan keyakinan auditor bahwa laporan keuangan
secara keseluruhan tidak mengandung salah saji material.
04 Laporan keuangan mengandung salah saji material apabila laporan keuangan
tersebut mengandung salah saji yang dampaknya, secara individual atau
keseluruhan, cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan
tidak disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Salah saji dapat terjadi
sebagai akibat dari kekeliruan atau kecurangan.
05 Dalam perencanaan audit, auditor berkepentingan dengan masalah-masalah yang
mungkin material terhadap laporan keuangan. Auditor tidak bertanggung jawab
untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai
bahwa salah saji, yang disebabkan karena kekeliruan atau kecurangan, tidak
material terhadap laporan keuangan.
06 Istilah kekeliruan berarti salah saji atau penghilangan yang tidak
disengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan. Kekeliruan mencakup:
a. Kesalahan dalam pengumpulan
atau pengolahan data yang menjadi sumber penyusunan laporan keuangan.
b. Estimasi akuntansi yang
tidak masuk akal yang timbul dari kecerobohan atau salah tafsir fakta.
c. Kekeliruan dalam penerapan
prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian,
atau pengungkapan. 5
07 Meskipun
kecurangan merupakan pengertian yang luas dari segi hukum kepentingan auditor
secara khusus berkaitan dengan tindakan curang yang menyebabkan salah saji
material dalam laporan keuangan. Dua tipe salah saji yang relevan dengan
pertimbangan auditor dalam audit laporan keuangan - salah saji yang timbul dari
kecurangan dalam pelaporan keuangan dan salah saji yang timbul dari perlakuan
tidak semestinya terhadap aktiva. Dua tipe salah saji ini dijelaskan lebih lanjut dalam
SA Seksi 316 [PSA No. 32 dan PSA No. 70] Pertimbangan atas Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan. Faktor utama yang membedakan kecurangan dengan kekeliruan adalah apakah tindakan yang mendasarinya yang berakibat pada salah saji dalam laporan keuangan merupakan tindakan yang disengaja atau tidak disengaja.
tidak semestinya terhadap aktiva. Dua tipe salah saji ini dijelaskan lebih lanjut dalam
SA Seksi 316 [PSA No. 32 dan PSA No. 70] Pertimbangan atas Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan. Faktor utama yang membedakan kecurangan dengan kekeliruan adalah apakah tindakan yang mendasarinya yang berakibat pada salah saji dalam laporan keuangan merupakan tindakan yang disengaja atau tidak disengaja.
4 Konsep risiko audit dan materialitas juga berlaku terhadap laporan
keuangan yang disajikan sesuai dengan basis akuntansi komprehensif selain
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia; pengacuan dalam Seksi ini ke
laporan keuangan yang disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia juga mencakup penyajian sesuai dengan basis akuntansi
komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia tersebut.
5 Kekeliruan tidak mencakup dampak proses akuntansi yang dipakai untuk
kenyamanan, seperti penyelenggaraan catatan akuntansi dengan basis kas atau
basis pajak dan secara periodik dilakukan penyesuaian terhadap catatan tersebut
untuk membuat laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia .
08 Pada waktu
mempertimbangkan tanggung jawab auditor untuk memperoleh keyakinan memadai
bahwa laporan keuangan bebas salah saji material, tidak ada perbedaan penting
antara kekeliruan dengan kecurangan. Namun, terdapat perbedaan, dalam hal
tanggapan auditor terhadap salah saji yang terdeteksi. Umumnya kekeliruan yang
terisolasi, tidak material dalam pengolahan data akuntansi atau penerapan
prinsip akuntansi tidak signifikan terhadap audit. Sebaliknya, bila kecurangan
dideteksi, auditor harus mempertimbangkan implikasi integritas manajemen atau
karyawan dan kemungkinan dampaknya terhadap aspek audit.
09 Pada waktu menyimpulkan
apakah dampak salah saji, secara individual atau secara gabungan, material,
auditor biasanya harus mempertimbangkan sifat dan jumlah dalam kaitannya dengan
sifat dan jumlah pos dalam laporan keuangan yang diaudit. Sebagai contoh, suatu
jumlah yang material bagi laporan keuangan di suatu entitas mungkin tidak
material bagi laporan keuangan entitas lain dengan ukuran atau sifat yang
berbeda. Begitu juga, apa yang material bagi laporan keuangan entitas tertentu
kemungkinan berubah dari satu periode ke periode yang lain.
10 Pertimbangan
auditor mengenai materialitas merupakan pertimbangan profesional dan
dipengaruhi oleh persepsi auditor atas kebutuhan orang yang memiliki
pengetahuan memadai dan yang akan meletakkan kepercayaan terhadap laporan
keuangan. Pertimbangan mengenai materialitas yang digunakan oleh auditor
dihubungkan dengan keadaan sekitarnya dan mencakup pertimbangan kuantitatif
maupun kualitatif. Materialitas adalah besarnya informasi akuntansi yang apabila
terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya,
mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang meletakkan
kepercayaan atas informasi tersebut. Definisi tersebut mengakui pertimbangan
materialitas dilakukan dengan memperhitungkan keadaan yang melingkupi dan perlu
melibatkan baik pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif.
11 Sebagai
akibat interaksi antara pertimbangan kuantitatif dan kualitatif dalam
mempertimbangkan materialitas, salah saji yang jumlahnya relatif kecil yang
ditemukan oleh auditor dapat berdampak material terhadap laporan keuangan.
Sebagai contoh, suatu pembayaran yang melanggar hukum yang jumlahnya tidak
material dapat menjadi material, jika kemungkinan besar hal tersebut dapat
menimbulkan bersyarat yang material atau hilangnya pendapatan yang material. 6
PERENCANAAN
AUDIT
12 Auditor harus mempertimbangkan risiko audit dan materialitas
baik dalam:
(a)
Merencanakan audit dan
merancang prosedur audit, dan
(b)
Mengevaluasi apakah laporan
keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang
material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
6 Lihat SA Seksi 317 [PSA No.
31] Unsur Tindakan Pelanggaran Hukum oleh
Klien.
Auditor harus mempertimbangkan risiko
audit dan materialitas untuk hal yang disebutkan pada butir (a) untuk
memperoleh bukti audit kompeten yang cukup dan sebagai dasar memadai untuk
mengevaluasi laporan keuangan untuk butir (b).
Pertimbangan pada Tingkat Laporan Keuangan
13 Auditor harus merencanakan auditnya sedemikian rupa, sehingga
risiko audit dapat dibatasi pada tingkat yang rendah, yang menurut pertimbangan
profesionalnya, memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Risiko
audit dapat ditentukan dalam ukuran kuantitatif atau kualitatif.
14 SA Seksi 311 [PSA No. 05] Perencanaan
dan Supervisi mengharuskan auditor dalam perencanaan auditnya untuk
memperhitungkan antara lain, pertimbangan awal tentang tingkat materialitas
untuk tujuan audit. Pertimbangan tersebut mungkin dikuantitatifkan atau mungkin
tidak.
15 Menurut SA Seksi 311 [PSA No. 05] tersebut, sifat, saat, dan
lingkup perencanaan bervariasi sesuai dengan faktor-faktor: ukuran dan
kerumitan entitas, pengalaman auditor mengenai entitas, dan pengetahuannya tentang
bisnis entitas yang bersangkutan. Oleh karena itu, pertimbangan risiko audit
dan materialitas juga bervariasi dengan faktor-faktor tersebut. Faktor tertentu
yang berkaitan dengan entitas juga mempengaruhi sifat, saat dan lingkup
prosedur audit untuk saldo akun tertentu atau golongan transaksi serta asersi
yang bersangkutan (lihat paragraf 24 sampai dengan paragraf 33).
16 Penaksiran risiko salah saji material (yang disebabkan oleh
kekeliruan atau kecurangan) harus dilakukan dalam perencanaan. Pemahaman
auditor tentang pengendalian intern mungkin meningkatkan atau menurunkan
kepedulian auditor tentang risiko salah saji material.7 Dalam
mempertimbangkan risiko audit, auditor harus secara khusus menaksir risiko
salah saji material dalam laporan keuangan sebagai akibat dari kecurangan. 8
Auditor harus mempertimbangkan dampak penaksiran tersebut atas strategi audit
menyeluruh dan pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan.
17 Bilamana auditor menyimpulkan bahwa terdapat risiko signifikan
salah saji material dalam laporan keuangan, auditor harus mempertimbangkan
kesimpulannya ini dalam menentukan sifat, saat, atau luasnya prosedur;
penugasan staf; atau perlunya tingkat supervisi yang semestinya. Pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan personel yang dibebani tanggung jawab perikatan
signifikan harus sesuai dengan penaksiran auditor terhadap tingkat risiko untuk
perikatan tersebut. Biasanya, risiko yang tinggi memerlukan personel yang lebih
berpengalaman atau supervisi yang lebih luas dari auditor yang bertanggungjawab
akhir atas perikatan yang bersangkutan. Risiko tinggi dapat menyebabkan auditor
memperluas prosedur yang diterapkan, atau memodifikasi sifat prosedur untuk
memperoleh bukti yang lebih bersifat persuasif.
7 Lihat SA Seksi 319 [PSA No.
69] Pertimbangan atas Pengendalian Intern
dalam Audit Laporan Keuangan.
8 Lihat SA Seksi 316 [PSA No.
70] Pertimbangan Kecurangan dalam Audit
Laporan Keuangan.
18 Dalam audit
suatu entitas dengan operasi di berbagai lokasi atau dengan berbagai komponen,
auditor harus mempertimbangkan luasnya prosedur audit yang harus dilaksanakan
di lokasi atau komponen pilihan. Faktor yang harus dipertimbangkan oleh auditor
berkaitan dengan pemilihan lokasi atau komponen tertentu mencakup (a) sifat dan
jumlah aktiva dan transaksi yang dilaksanakan di lokasi atau komponen tersebut,
(b) tingkat sentralisasi catatan atau pengolahan informasi, (c) efektivitas
lingkungan pengendalian, terutama yang berkaitan dengan pengendalian langsung
manajemen atas penggunaan wewenang yang didelegasikan kepada orang lain dan
kemampuan manajemen untuk secara efektif melakukan supervisi aktivitas di
lokasi atau komponen, (d) frekuensi, saat, dan lingkup pemantauan aktivitas
oleh entitas atau orang lain di lokasi atau komponen, dan (e) pertimbangan
tentang materialitas lokasi atau komponen tersebut.
19 Dalam
merencanakan audit, auditor harus menggunakan pertimbangannya dalam menentukan
tingkat risiko audit yang cukup rendah dan pertimbangan awal mengenai tingkat
materialitas dengan suatu cara yang diharapkan, dalam keterbatasan bawaan dalam proses audit, dapat memberikan
bukti audit yang cukup untuk mencapai keyakinan memadai bahwa laporan keuangan
bebas dari salah saji material. Tingkat materialitas mencakup tingkat yang
menyeluruh untuk masing-masing laporan keuangan pokok, namun, karena laporan
keuangan saling berhubungan, dan sebagian besar prosedur audit berhubungan
dengan lebih dari satu jenis laporan keuangan, agar efisien, untuk tujuan
perencanaan, auditor biasanya mempertimbangkan materialitas pada tingkat
kumpulan salah saji terkecil yang dapat dianggap material untuk salah satu
laporan keuangan pokok. Sebagai contoh, jika auditor berkeyakinan bahwa salah
saji secara keseluruhan yang berjumlah kurang lebih Rp 100.000.000 akan memberi
pengaruh material terhadap pos pendapatan, namun baru akan mempengaruhi neraca
secara material apabila mencapai angka Rp 200.000.000, adalah tidak memadai
baginya untuk merancang suatu prosedur audit yang diharapkan dapat untuk
mendeteksi salah saji yang berjumlah Rp 200.000.000 saja.
20 Auditor
merencanakan audit untuk mencapai keyakinan memadai guna mendeteksi salah saji
yang diyakini jumlahnya cukup besar, secara individual atau keseluruhan, yang
secara kualitatif berdampak material terhadap laporan keuangan. Walaupun
auditor harus waspada terhadap salah saji yang mungkin material secara
kuantitatif, pada umumnya adalah tidak praktis untuk merancang prosedur
pendeteksiannya. SA Seksi 326 [PSA No. 07] Bukti
Audit paragraf 20 menyatakan bahwa “auditor
pada hakikatnya bekerja dalam batas-batas ekonomis, agar mempunyai manfaat
ekonomis, pendapat auditor harus dirumuskan dalam jangka waktu dan biaya yang
wajar.”
21 Dalam
situasi tertentu, untuk perencanaan audit, auditor mempertimbangkan
materialitas sebelum laporan keuangan yang akan diauditnya selesai disusun,
namun ia mungkin menyadari bahwa laporan tersebut masih memerlukan modifikasi
signifikan. Dalam kedua keadaan tersebut, pertimbangan awal auditor tentang
materialitas mungkin didasarkan atas laporan keuangan interim entitas tersebut
yang disetahunkan atau laporan keuangan tahunan satu periode atau lebih
sebelumnya, asalkan ia memperhatikan pengaruh perubahan besar dalam entitas
tersebut (contoh: merger), dan
perubahan lain yang relevan dalam perekonomian secara keseluruhan atau industri
yang merupakan tempat entitas tersebut berusaha.
22 Jika secara
teoritis diasumsikan bahwa pertimbangan auditor tentang materialitas pada tahap
perencanaan didasarkan atas informasi yang sama dengan informasi yang tersedia
pada tahap evaluasi, maka materialitas untuk tujuan perencanaan dan evaluasi
akan sama. Namun, pada saat merencanakan audit, biasanya tidak mungkin bagi
auditor untuk mengantisipasi semua keadaan yang mungkin, yang akhirnya akan
mempengaruhi pertimbangannya tentang materialitas dalam mengevaluasi temuan
audit pada tahap penyelesaian audit, karena (1) keadaan-keadaan yang melingkupi
mungkin berubah dan (2) tambahan informasi mengenai masalah akan selalu ada
selama periode audit. Dengan demikian, pertimbangan awal tentang
materialitas akan berbeda dengan pertimbangan yang digunakan dalam mengevaluasi
temuan audit. Jika tingkat materialitas diturunkan ke tingkat semestinya yang
lebih rendah dalam mengevaluasi temuan audit (dengan demikian risiko audit yang
dihadapi oleh auditor meningkat), auditor harus mengevaluasi kembali kecukupan
prosedur audit yang telah dilaksanakan.
23 Dalam merencanakan prosedur audit, auditor harus juga
mempertimbangkan sifat, sebab (jika diketahui), dan jumlah salah saji yang diketahui
dari audit atas laporan keuangan periode sebelumnya.
Pertimbangan pada
Tingkat Saldo Akun Individual atau Golongan Transaksi
24
Auditor menyadari bahwa risiko audit dan pertimbangan materialitas audit
mempunyai hubungan terbalik. Sebagai contoh, risiko suatu saldo akun atau
golongan transaksi serta asersi yang bersangkutan disajikan salah dalam jumlah
yang sangat besar mungkin sangat rendah, namun risiko bahwa saldo akun atau
golongan transaksi disajikan salah dalam jumlah yang sangat kecil mungkin
sangat tinggi. Dengan menganggap pertimbangan perencanaan lain tetap sama, jika
auditor ingin menurunkan tingkat risiko audit yang menurut pertimbangannya
telah memadai untuk suatu saldo akun atau golongan transaksi atau jika ia
menginginkan penurunan jumlah salah saji dalam suatu saldo akun atau golongan
transaksi yang dianggap material, maka auditor harus melaksanakan salah satu
lebih langkah berikut:
(a)
Memilih prosedur audit yang lebih efektif.
(b)
Melaksanakan prosedur audit lebih dekat ke tanggal neraca,
atau
(c)
Memperluas prosedur audit tertentu.
25
Dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan
diterapkan terhadap saldo akun atau golongan transaksi tertentu, auditor harus
merancang suatu prosedur yang dapat memberinya keyakinan memadai untuk dapat
mendeteksi salah saji yang menurut keyakinannya, berdasarkan pertimbangan awal
tentang materialitas, mungkin material terhadap laporan keuangan secara
keseluruhan, jika digabungkan dengan salah saji yang terdapat dalam saldo akun
atau golongan transaksi yang lain. Auditor menggunakan berbagai metode untuk
merancang prosedur guna menemukan salah saji yang demikian. Dalam hal tertentu,
auditor secara tegas memperkirakan, untuk tujuan perencanaan, jumlah maksimum
salah saji dalam suatu saldo akun atau golongan transaksi yang apabila
digabungkan dengan salah saji yang terdapat dalam saldo atau golongan yang
lain, tidak menyebabkan laporan keuangan auditan mengandung salah saji
material. Dalam hal lain, auditor menghubungkan pertimbangan awalnya tentang
materialitas dengan saldo akun atau golongan transaksi tertentu, tanpa
memperkirakan salah saji secara tegas.
26
Auditor perlu mempertimbangkan risiko audit pada tingkat akun atau golongan
transaksi secara individual, karena pertimbangan yang demikian secara langsung
membantunya dalam menentukan lingkup prosedur audit untuk saldo akun atau
golongan transaksi tersebut. Auditor harus berusaha membatasi risiko audit pada
tingkat saldo atau golongan transaksi individual sedemikian rupa, sehingga memungkinkannya,
pada saat penyelesaian audit, untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan
secara keseluruhan dengan tingkat risiko audit yang cukup rendah. Auditor
menggunakan berbagai pendekatan untuk mencapai tujuan tersebut.
27
Pada tingkat saldo akun atau golongan transaksi, risiko audit terdiri dari
(a) risiko [yang meliputi risiko bawaan (inherent risk) dan risiko pengendalian (control risk)] bahwa saldo akun atau golongan transaksi mengandung salah saji (disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan) yang dapat menjadi material terhadap laporan keuangan apabila digabungkan dengan salah saji pada saldo akun atau golongan transaksi lainnya, dan (b) risiko [risiko deteksi (detection risk)] bahwa auditor tidak akan mendeteksi salah saji tersebut. Pembahasan berikut menjelaskan risiko audit dalam konteks tiga komponen risiko di atas. Cara yang digunakan oleh auditor untuk mempertimbangkan komponen tersebut dan kombinasinya melibatkan pertimbangan profesional auditor dan tergantung pada pendekatan audit yang dilakukannya.
(a) risiko [yang meliputi risiko bawaan (inherent risk) dan risiko pengendalian (control risk)] bahwa saldo akun atau golongan transaksi mengandung salah saji (disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan) yang dapat menjadi material terhadap laporan keuangan apabila digabungkan dengan salah saji pada saldo akun atau golongan transaksi lainnya, dan (b) risiko [risiko deteksi (detection risk)] bahwa auditor tidak akan mendeteksi salah saji tersebut. Pembahasan berikut menjelaskan risiko audit dalam konteks tiga komponen risiko di atas. Cara yang digunakan oleh auditor untuk mempertimbangkan komponen tersebut dan kombinasinya melibatkan pertimbangan profesional auditor dan tergantung pada pendekatan audit yang dilakukannya.
a. Risiko Bawaan
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun
atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa
tidak terdapat pengendalian yang terkait. Risiko salah saji demikian adalah
lebih besar pada saldo akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan
dengan yang lain. Sebagai contoh, perhitungan yang rumit lebih mungkin
disajikan salah jika dibandingkan dengan perhitungan yang sederhana. Uang tunai
lebih mudah dicuri daripada sediaan batu bara. Akun yang terdiri dari jumlah
yang berasal dari estimasi akuntansi cenderung mengandung risiko lebih besar
dibandingkan dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan berisi data berupa
fakta. Faktor ekstern juga mempengaruhi risiko bawaan. Sebagai contoh,
perkembangan teknologi mungkin menyebabkan produk tertentu menjadi usang,
sehingga mengakibatkan sediaan cenderung dilaporkan lebih besar. Di samping
itu, terhadap faktor-faktor tersebut yang khusus menyangkut saldo akun atau
golongan transaksi tertentu, faktor-faktor yang berhubungan dengan beberapa
atau seluruh saldo akun atau golongan transaksi mungkin mempengaruhi risiko
bawaan yang berhubungan dengan saldo akun atau golongan transaksi tertentu.
Faktor yang terakhir ini mencakup, misalnya kekurangan modal kerja untuk
melanjutkan usaha atau penurunan aktivitas industri yang ditandai oleh
banyaknya kegagalan usaha. Lihat SA Seksi 316 [PSA No. 32 dan PSA No.
70] Pertimbangan atas Kecurangan dalam
Audit Laporan Keuangan, paragraf 10.
b. Risiko
Pengendalian
Risiko
pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi
dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh
pengendalian intern entitas. Risiko ini merupakan fungsi efektivitas desain dan
operasi pengendalian intern untuk mencapai tujuan entitas yang relevan dengan
penyusunan laporan keuangan entitas. Beberapa risiko pengendalian akan selalu ada karena keterbatasan bawaan
dalam setiap pengendalian intern.
c. Risiko Deteksi
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak
dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko
deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh
auditor. Risiko ini timbul sebagian karena ketidakpastian yang ada pada waktu
auditor tidak memeriksa 100% saldo akun atau golongan transaksi, dan sebagian
lagi karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun saldo akun atau golongan
transaksi tersebut diperiksa 100%. Ketidakpastian lain semacam itu timbul
karena auditor mungkin memilih suatu prosedur audit yang tidak sesuai,
menerapkan secara keliru prosedur yang semestinya, atau menafsirkan secara
keliru hasil audit. Ketidakpastian lain ini dapat dikurangi sampai pada tingkat
yang dapat diabaikan melalui perencanaan dan supervisi memadai dan pelaksanaan
praktik audit yang sesuai dengan standar pengendalian mutu.
28 Risiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda dengan risiko deteksi. Kedua
risiko yang disebut terdahulu ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya adit
atas laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan prosedur
audit dan dapat diubah oleh keputusan auditor itu sendiri. Risiko deteksi
mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko bawaan dan risiko pengendalian.
Semakin kecil risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor,
semakin besar risiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin besar
adanya risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini auditor, semakin
kecil tingkat risiko deteksi yang dapat diterima. Komponen risiko audit ini
dapat ditentukan secara kuantitatif, seperti dalam bentuk persentase atau
secara nonkuantitatif yang berkisar, misalnya, dari minimum sampai dengan
maksimum.
29 Pada saat auditor menetapkan risiko bawaan untuk suatu asersi yang
berkaitan dengan saldo akun atau golongan transaksi, ia mengevaluasi berbagai
faktor yang memerlukan pertimbangan profesional. Dalam melakukan hal tersebut,
auditor tidak hanya mempertimbangkan faktor yang secara khusus berhubungan
dengan saldo akun atau golongan transaksi tersebut, tetapi juga faktor-faktor
lain yang terdapat dalam laporan keuangan secara keseluruhan, yang dapat
mempengaruhi risiko bawaan yang berhubungan dengan saldo akun atau golongan
transaksi itu. Apabila auditor berkesimpulan bahwa usaha yang dibutuhkan untuk
mengevaluasi risiko bawaan suatu asersi akan melebihi pengurangan potensial
dalam luasnya prosedur audit sebagai akibat pengandalan terhadap hasil
penetapan tersebut, auditor harus menetapkan risiko bawaan pada tingkat yang
maksimum pada saat merancang prosedur audit.
30 Auditor juga menggunakan pertimbangan profesional dalam menetapkan risiko
pengendalian untuk suatu asersi yang berhubungan dengan suatu saldo akun atau
golongan transaksi. Penetapan risiko pengendalian didasarkan atas cukup atau tidaknya
bukti audit yang mendukung efektivitas pengendalian dalam mencegah dan
mendeteksi salah saji asersi dalam laporan keuangan. Apabila auditor yakin
bahwa pengendalian intern tidak ada kaitannya dengan asersi tersebut atau tidak
efektif, atau jika ia yakin bahwa evaluasi terhadap efektivitas pengendalian
intern tidak efisien, ia akan menentukan risiko pengendalian untuk asersi
tersebut pada tingkat yang maksimum.
31 Auditor dapat melakukan penetapan risiko bawaan dan risiko pengendalian
secara terpisah atau secara gabungan. Apabila auditor menganggap risiko bawaan
dan risiko pengendalian, baik secara terpisah maupun secara gabungan, adalah
kurang dari maksimum, ia harus mempunyai dasar yang cukup. Dasar ini dapat
diperoleh, misalnya melalui kuesioner, checklist,
instruksi, atau alat serupa yang berlaku umum lainnya. Khusus mengenai risiko
pengendalian, auditor harus memahami pengendalian intern dan melaksanakan
pengujian pengendalian yang sesuai. Namun, diperlukan pertimbangan profesional
untuk menafsirkan, menerapkan, atau memperluas alat serupa yang berlaku umum
tersebut agar sesuai dengan keadaan.
32 Risiko deteksi yang dapat diterima oleh auditor dalam merancang prosedur
audit tergantung pada tingkat yang diinginkan untuk membatasi risiko audit suatu
saldo akun atau golongan transaksi dan tergantung atas penetapan auditor
terhadap risiko bawaan dan risiko pengendalian. Apabila penetapan auditor
terhadap risiko bawaan dan risiko pengendalian menurun, risiko deteksi yang
dapat diterimanya akan meningkat. Namun, auditor tidak boleh sepenuhnya
mengandalkan risiko bawaan dan risiko pengendalian, dengan tidak melakukan
pengujian substantif terhadap saldo akun atau golongan transaksi, yang
didalamnya mungkin terkandung salah saji yang mungkin material jika digabungkan
dengan salah saji yang ada pada saldo akun atau golongan transaksi yang lain.
33 Audit terhadap laporan keuangan adalah suatu proses kumulatif; sewaktu
auditor melaksanakan prosedur audit yang direncanakan, bukti yang diperoleh
auditor mungkin menyebabkan ia memodifikasikan sifat, saat, dan lingkup
prosedur lain yang telah direncanakan tersebut. Dari pelaksanaan prosedur audit
atau dari sumber lain selama audit berlangsung, auditor mungkin memperoleh
informasi yang jauh berbeda dengan informasi yang semula digunakan sebagai
dasar untuk menyusun rencana audit. Sebagai contoh, besarnya salah saji yang
ditemukan mungkin mengubah pertimbangan auditor tentang tingkat risiko bawaan
dan risiko pengendalian. Di samping itu, informasi lain yang diperoleh yang
berkaitan dengan laporan keuangan mungkin mengubah pertimbangan awal auditor
mengenai materialitas. Dalam hal demikian, auditor mungkin perlu mengevaluasi
kembali prosedur audit yang direncanakan, berdasarkan atas pertimbangan yang
telah diperbaiki tentang risiko audit dan materialitas untuk seluruh atau
sebagaian saldo akun atau golongan transaksi dan asersi yang terkait.
EVALUASI
TEMUAN AUDIT
34 Dalam mengevaluasi apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar,
dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia, auditor harus menggabungkan semua salah saji yang tidak
dikoreksi oleh entitas tersebut sedemikian rupa, sehingga memungkinkannya untuk
mempertimbangkan apakah laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan
salah secara material dalam hubungannya dengan jumlah individual, subtotal,
atau jumlah keseluruhan dalam laporan keuangan. Pertimbangan yang bersifat
kualitatif juga mempengaruhi kesimpulan yang diambil oleh auditor dalam
menentukan materialitas salah saji.
35 Penggabungan salah saji yang diuraikan di atas harus mencakup estimasi
terbaik auditor mengenai jumlah seluruh salah saji dalam saldo akun atau
golongan transaksi yang telah diperiksa, dan tidak terbatas hanya pada jumlah
salah saji yang telah diidentifikasi secara khusus. Pada saat auditor menguji
saldo akun atau golongan transaksi dan asersi yang terkait dengan menggunakan
prosedur analitik, auditor biasanya tidak akan dapat secara khusus
mengidentifikasi adanya salah saji, namun ia hanya akan memperoleh suatu
petunjuk tentang adanya kemungkinan salah saji dalam taksiran besarnya. Jika
prosedur analitik memberikan petunjuk bahwa mungkin terdapat salah saji, namun
jumlahnya tidak dapat diperkirakan, auditor umumnya harus menerapkan prosedur
lain yang memungkinkannya memproyeksikan salah saji dalam saldo akun atau
golongan transaksi tersebut. Apabila auditor menggunakan sampling audit untuk
menguji asersi suatu saldo akun atau golongan transaksi, ia memproyeksikan
jumlah salah saji yang diketahuinya berdasarkan sampel tersebut ke asersi yang
diperiksa dalam saldo akun atau golongan transaksi yang bersangkutan. Proyeksi
salah saji tersebut, bersama dengan hasil pengujian substantif lainnya,
mendukung penentuan auditor mengenai kemungkinan salah saji dalam saldo akun
dan golongan transaksi tersebut.
36 Risiko terjadinya salah saji material dalam laporan keuangan umumnya lebih
besar jika saldo akun dan golongan transaksi berisi estimasi akuntansi,
dibandingkan dengan jika saldo akun dan golongan transaksi berisi data yang
bersifat faktual. Hal ini karena adanya subjektivitas bawaan yang terkandung
dalam estimasi peristiwa yang akan datang yang terdapat dalam setiap estimasi
akuntansi. Misalnya estimasi mengenai: keusangan sediaan, tidak tertagihnya
piutang, dan kewajiban garansi, adalah tergantung tidak hanya pada peristiwa
yang terjadi di masa depan yang tidak dapat diperkirakan, namun juga tergantung
pada salah saji yang mungkin timbul karena penggunaan data yang tidak cukup
atau tidak semestinya, atau karena salah penggunaan data yang semestinya.
Berhubung tidak ada satu pun estimasi akuntansi yang dapat djamin ketepatannya,
auditor harus menyadari bahwa adanya perbedaan antara estimasi yang didukung
penuh oleh bukti audit dengan estimasi yang dicantumkan dalam laporan keuangan
merupakan suatu hal yang wajar, oleh karena itu perbedaan tersebut tidak dapat
dianggap sebagai kemungkinan salah saji. Namun, apabila auditor berkesimpulan
bahwa jumlah yang diestimasi dalam laporan keuangan tersebut tidak masuk akal,
ia harus memperlakukan perbedaan antara estimasi tersebut dengan estimasi yang
pantas sebagai kemungkinan adanya salah saji dan menggabungkannya dengan
kemungkinan salah saji lainnya. Auditor juga harus mempertimbangkan apakah perbedaan
antara estimasi yang didukung bukti audit dan estimasi yang dicantumkan dalam
laporan keuangan memberikan petunjuk adanya kecenderungan manajemen entitas
untuk menyajikan laporan keuangan menurut keinginannya, meskipun kedua estimasi
tersebut secara individual dianggap wajar. Sebagai contoh, jika setiap estimasi
akuntansi yang dicantumkan dalam laporan keuangan merupakan estimasi yang
dianggap wajar secara individual, tetapi jika perbedaan antara masing-masing
estimasi tersebut dengan estimasi yang didukung oleh bukti audit cenderung
untuk meningkatkan laba, auditor harus mempertimbangkan kembali estimasi
tersebut secara keseluruhan.
37 Kemungkinan salah saji dalam periode sebelumnya belum dikoreksi oleh
entitas, karena hal tersebut tidak menyebabkan salah saji material dalam
laporan keuangan periode yang bersangkutan. Salah saji tersebut mungkin juga mempengaruhi
laporan keuangan periode sekarang. Jika auditor yakin bahwa terdapat risiko
yang sangat tinggi bahwa laporan keuangan periode sekarang kemungkinan berisi
salah saji material, dan jika salah saji periode sebelumnya yang berdampak
terhadap laporan keuangan periode sekarang dipertimbangkan bersama-sama dengan
kemungkinan salah saji periode sekarang, ia harus memasukkan dampak kemungkinan
salah saji secara gabungan tersebut terhadap laporan keuangan periode sekarang.
38 Jika auditor berkesimpulan, berdasarkan bukti audit
memadai yang dikumpulkannya, bahwa penggabungan kemungkinan salah saji akan
menyebabkan salah saji material dalam laporan keuangan, ia harus meminta kepada
manajemen untuk menghilangkan salah saji material tersebut. Jika salah saji
material tersebut tidak dihilangkan, auditor harus memberikan pendapat wajar
dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar atas laporan keuangan. Salah saji
material dapat dihilangkan dengan cara, misalnya, penerapan prinsip akuntansi
yang sesuai, penyesuaian lain yang bersifat kuantitatif, atau penambahan
pengungkapan yang semestinya. Walaupun pengaruh keseluruhan kemungkinan salah
saji dalam laporan keuangan tidak material, auditor harus menyadari bahwa
gabungan salah saji tidak material dalam neraca dapat mengakibatkan salah saji
material pada laporan keuangan masa yang akan datang.
39 Jika auditor berkesimpulan bahwa penggabungan salah
saji tidak akan mengakibatkan salah saji material dalam laporan keuangan, ia
harus menyadari bahwa laporan keuangan masih dapat mengandung salah saji
material karena adanya salah saji lainnya yang tidak dapat ditemukan. Apabila
gabungan salah saji meningkat, risiko bahwa laporan keuangan mengandung salah
saji material juga meningkat. Auditor pada umumnya mengurangi risiko salah saji
material dalam perencanaan audit dengan membatasi risiko deteksi ke tingkat
yang dapat diterima untuk suatu saldo akun atau golongan transaksi secara
individual. Auditor dapat juga mengurangi risiko salah saji material dengan
mengadakan modifikasi secara berkelanjutan terhadap sifat, saat, dan lingkup
prosedur audit yang direncanakan selama pelaksanaan audit berlangsung (lihat
paragraf 33). Jika auditor berpendapat bahwa risiko tersebut sedemikian tinggi,
ia harus melaksanakan prosedur audit tambahan atau meyakinkan dirinya bahwa
entitas yang bersangkutan telah menyesuaikan laporan keuangannya untuk
mengurangi risiko salah saji ke tingkat yang dapat diterima.
40 Dalam menggabungkan salah saji yang diketahui dan
yang mungkin terjadi yang tidak dikoreksi oleh entitas, sesuai dengan paragraf
34 dan 35, auditor dapat menentukan suatu jumlah, yang jika salah saji di bawah
jumlah tersebut tidak perlu diakumulasikan. Jumlah ini harus ditetapkan
sedemikian rupa sehingga salah saji apa pun, secara individual atau gabungan
dengan salah saji lain, tidak akan material terhadap laporan keuangan, setelah
kemungkinan salah saji yang tidak terdeteksi lebih lanjut dipertimbangkan.
TANGGAL BERLAKU EFEKTIF
41 Seksi ini berlaku efektif tanggal 1 Agustus 2001.
Penerapan lebih awal dari tanggal efektif berlakunya aturan dalam Seksi ini
diizinkan. Masa transisi ditetapkan mulai dari 1 Agustus 2001 sampai dengan 31 Desember
2001. Dalam masa transisi tersebut berlaku standar yang terdapat dalam Standar
Profesional Akuntan Publik per
1 Agustus 1994 dan Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001. Setelah tanggal 31 Desember 2001, hanya ketentuan dalam Seksi ini yang berlaku.
1 Agustus 1994 dan Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari 2001. Setelah tanggal 31 Desember 2001, hanya ketentuan dalam Seksi ini yang berlaku.
Comments
Post a Comment