Perencanaan Pemeriksaan


Pemeriksaan Terinci atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah biasanya dilakukan dengan pendekatan audit berbasis risiko, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan. Pada kesempataan ini kita terlebih dahulu akan  menbahas tahap awal dari suatu pemeriksaan, yakni  Perencanaan 
Tahap pertama dari suatu pemeriksaan adalah perencanaan. dari perencanaan inilah disusun secara garis besar pemeriksaan akan dilakukan seperti apa. dalam tahap perencanaan ini pulah auditor harus dituntut untuk memahmi seperti apa tujuan dan harapan dari pemeriksaan itu, bagaimana entitas yang diperiksan, tindak lanjut dari hasil pemeriksaan sebelumnya, pemahaman dan penilaian resiko yang kemungkinan dihadapi oleh auditor sehingga dari hal tersebut auditor dapat menetukan seberapa besar tingkat materialitas yang ditetapkan serta sebarapa banyak sampling yang harus di uji. mengingat selama ini aduitor selalu terbatas dengan sumber daya baik waktu maupun SDMnya. berikut berapa penjelasan ringkas mengenai hal-hal tersebut
1)   Pemahaman Tujuan Pemeriksaan dan Harapan Penugasan
Pemahaman atas tujuan pemeriksaan dan harapan penugasan perlu diperoleh untuk mengetahui fokus atau sasaran yang harus diperhatikan pemeriksa. Pengembangan prosedur pemeriksaan dapat dilaksanakan oleh tim pemeriksa berdasarkan fokus atau sasaran pemeriksaan yang telah dirumuskan tersebut.
2)   Pemahaman Entitas
Pemahaman atas entitas harus memperhatikan kertas kerja pemeriksaan tahun sebelumnya dan hasil pemeriksaan pendahuluan. Pemahaman atas entitas tersebut meliputi pemahaman atas latar belakang/dasar hukum pendirian pemerintah daerah, kegiatan utama entitas termasuk sumber pendapatan daerah, lingkungan yang mempengaruhi, pejabat terkait sampai dengan dua tingkat vertikal ke bawah di bawah kepala daerah, dan kejadian luar biasa yang berpengaruh terhadap pengelolaan keuangan daerah. Pemeriksa melakukan pemutakhiran atas data entitas jika terdapat perubahan yang signifikan dan berpengaruh terhadap penyajian laporan keuangan.
3)   Pemantauan Tindak Lanjut Laporan Hasil Pemeriksaan Sebelumnya
Pemeriksa harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebelumnya. Pemeriksa harus meneliti pengaruh hasil pemeriksaan sebelumnya dan tindak lanjutnya terhadap LKPD yang diperiksa, terutama terkait dengan kemungkinan temuan-temuan pemeriksaan yang berulang dan langkah perbaikan yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah.
4)   Pemahaman dan Penilaian Risiko
Hasil pemahaman dan pengujian SPI dari pemeriksaan pendahuluan digunakan sebagai dasar untuk penilaian risiko. Prosedur penilaian risiko dilakukan untuk level entitas dan setiap akun atau kelompok/siklus akun.
Hasilnya akan digunakan sebagai berikut.
a)         Pengukuran risiko di tingkat proses bisnis menghasilkan tingkat risiko pengendalian (Control Risk,CR) yang akan digunakan sebagai gambaran umum atas SPI entitas, mengidentifikasi SKPD berisiko tinggi; dan menetukan tingkat risiko pengendalian atas akun individual.
b)        Hasil penilaian AR, IR, dan CR akun selanjutnya akan digunakan untuk menghitung besaran risiko deteksi (DR) tingkat akun. Risiko deteksi ditetapkan untuk menentukan berapa besar lingkup pemeriksaan (Acov) dan strategi pemeriksaan yang akan diterapkan pemeriksa.

Penilaian risiko kecurangan (Fraud Risk) digunakan sebagai dasar dalam menetapkan prosedur pemeriksaan tambahan untuk mendeteksi salah saji dalam laporan keuangan yang bersifat material yang disebabkan oleh kecurangan.

5)   Penetapan Tingkat Materialitas Awal dan Tolerable Mistatement (TM)
Materialitas merupakan besaran penghilangan atau kesalahan pencatatan yang sangat mempengaruhi pengambilan keputusan. Dalam mengembangkan strategi pemeriksaan, pemeriksa mengklasifikasikan materialitas dalam dua kelompok:
a)    Perencanaan tingkat materialitas (planning materiality) yang berhubungan dengan laporan keuangan secara keseluruhan.
b)   TM yang berhubungan dengan akun-akun atau pos-pos keuangan secara individual.

6)   Penentuan Metode Uji Petik.
Penentuan metode uji petik berdasarkan pertimbangan profesional pemeriksa dengan memperhatikan beberapa aspek antara lain:
a)       Matriks Penilaian Risiko hasil pemeriksaan pendahuluan;
b)      Tingkat risiko. Jika hasil pengujian SPI disimpulkan pengendalian intern suatu akun lemah, maka sampel untuk pengujian substantif atas akun tersebut harus lebih besar. Jika akun-akun tertentu mempunyai risiko bawaan (inheren risk) yang lebih tinggi dari akun-akun lainnya, maka sampel untuk pengujian substantif untuk akun-akun tersebut harus lebih besar.
c)       Tingkat materialitas yang telah ditentukan. Jika tingkat materialitas kecil, maka sampel yang diambil harus lebih besar dan begitu juga sebaliknya.
d)      Jumlah sampel tidak hanya didasarkan pada nilai saldo akun, tetapi memperhatikan transaksi-transaksi yang membentuk saldo tersebut. Saldo akun yang kecil bisa dibentuk dari transaksi-transaksi positif dan negatif yang besar.
e)       Cost and benefit, manfaat uji petik atas suatu transaksi atau saldo akun harus lebih besar dari biaya pengujian tersebut.

Pada dasarnya tahap perencanaan merupakan pondasi yang harus diperkokoh dalam memulai pemeriksaan, tidak hanya  hal-hal teoritis seperti diatas yang harus diperhatikan, unsur yang juga tak kalah penting adalah mempersiapkan kesiapan dan kemampuan auditornya dalam memulai pemeriksaan serta menyusun kombinasi dan komposisi tim pemeriksa agar bisa berjalan sesuai yang diharapkan dalam penugasan. seringkali kenapa auditor dilapangan justru datang dari dalam tim audit itu sendiri. sehingga sinergitas antara sesama tim pemeriksa sangat wajib dan harus diperhatikan  

Comments