Fenomenologi: Cara Baru Melihat Dunia Akuntansi

Apa itu Fenomenologi ?
  •  Fenomonologi secara bahasa dartikan sebagai “menampak” berasal dari bahasa yunani yaitu phainomenon merujuk pada “yang menampak”.  Fenomonologi menurut wikipedia Indonesia adalah sebuah studi dalam bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena, ilmu fenomenologi biasa dihubungkan dengan ilmu hermenuetik, yaitu ilmu yang mempelajari dari arti dari fenomena itu. Fenomenologi menurut kamus besar bahasa Indonesia  adalah ilmu tentang perkembangan kesadaran dan pengenalan diri manusia sebagi ilmu yg mendahului ilmu filsafat atau bagian dari filsafat (nomina). Menurut The Oxford English Dictionory, yang dimaksud dengan fenomonologi adalah:
  • ·         The science of phenomena as distinct from being (ontologi)
  • ·         Division of any science wich describer and classifies its phenomena


Fenomonologi menurut beberapa pakar:
·         Edmund Husserl (1859-1938) mendefinisikan fenomenologi sebagai ilmu yang fundamental dalam berfilsafat. Fenomonologi adalah ilmu tentang hakikat dan bersifat a priori. lebih lanjut menurut Husserl, dengan fenomonologi manusia dapat mempelajari bentuk-bentuk pengalaman dari sudut pandang orang yang mengalaminya secara langsung, seolah-olah kita yang mengalaminya sendiri. Fenomonologi tidak saja mengklasifikasikan tindakan sadar yang dilakukan, namun juga meliputi prediksi terhadap tindakan di masa yang akan datang, dilihat dari aspek-aspek yang terkait dengannya. Semuanya itu bersumber dari bagaimana seseorang memaknai objek dalam pengalamannya. oleh karena itu fenomonologi juga diartikan sebagai studi tentang makna, di mana makna itu lebih luas dari sekedar bahasa yang mewakilinya.

·   Martin Heidegger dalam bukunya yang berjudul being and time (1972). Dia mendekati fenomenologi dari dua akar kata yang membentuknya yakni “logos” dan “phenomena”. Jadi fenomonologi didefinisikan sebagai pengetahuan dan keterampilan membiarkan sesuatu seperti apa adanya (letting things shoe themselves).

·       Jean-Paul Sarter memaparkan konsepsi ontologi fenomenologi dalam bukunya  Being and Nothingness. Menurutnya kesadaran adalah kesadaran akan objek, pemain utama dalam kesadaran itu adalah fenomena. Kejadian dalam fenomena adalah kesadaran dari objek. Sebatang pohon hanyalah satu fenomena dalam kesadaran, semua hal yang ada di dunia ini adalah fenomena, dan dibalik sesuatu itu ada sesuatu “sesuatu yang menjadi”  kesadaran adalah menyadari “ sesuatu dibalik sesuatu itu” atau refleksi kesadaran dari sesuatu (conscience de soi). Dengan demikian, “aku” bukanlah apa-apa, melainkan hanyalah sebuah bagian dari tindakan sadar, termasuk bebas untuk memilih.

·  Maurice Merleau-Ponty dalam bukunya yang berjudul phenomenology of perception membangun varietas fenomenologi dengan menekankan pada struktur pengalaman manusia. Ia berfokus pada “body image”, yakni pengalaman akan tubuh kita sendiri dan bagaimana pengalaman itu berpengaruh pada aktivitas yang kita lakukan.

·     Max Scheler (1874-1928) menerapkan metode fenomenologi dalam penyeledikan hakikat teori pengenalan, etika, filsafat kebudayaan, keagamaan, dan nilai. Secara skematis, pandangan scheler mengenai fenomenologi dibagi dalam tiga bagian, yakni : 1. Penghayatan(erleben) pengalaman intuitif yang langsung menuju ke “yang diberikan”. 2. Perhatian kepada “apanya” (washeit, whatness, esensi), dengan tidak memperhatikan segi eksistensi dari sesuatu. 3. Perhatian kepada hubungan satu sama lain (wesenszusammenhang) antar esensi.

·         Peter Berger membagi fenomenologi kedalam dua varian, yakni fenomenologi  hermenuitik yang memusatkan perhatiannya pada aspek kolektif dan budaya yang concern dengan bahasa. dan fenomenologi eksistensial yang bereorentasi pada level individu dari budaya yang meliputi internalisasi kesadaran subjektif dari individu. Fenomenologi Berger berupaya membangun dialektika antara individu dan lingkungan dalam menganalisi kebudayaan.

Bagaimana Metode Penelitian Pada Fenomenologi Itu
Dikarenakan Fenomenologi bertujuan untuk mengetahui dunia dari sudut pandang orang yang mengalami secara langsung atau berkaitan dengan sifat-sifat alami pengalaman manusia, dan makna yang ditempelkan padanya maka dari itu fenomenologi cenderung untuk menggunakan metode observasi, wawancara mendalam (kualitatif), dan analisis dokumen dengan metode hermeneutik pada penelitiannya. Pada dasarnya fenomonologi cenderung untuk menggunakan paradigma penelitian kualitatif sebagai landasan metodologisnya.  Adapun metode penelitian dalam fenomenologi yang cukup terkenal sekarang ini adalah metodologi penelitian fenomonologi Schuts. Dimana Schuts mengawali pemikirannya dengan mengatakan bahwa objek penelitian ilmu sosial pada dasarnya berhubungan dengan interpretasi terhadap realitas. Maka dari itu sebagai seorang peneliti kita harus bisa menggunakan metode interpretasi yang sama dengan orang yang diamati sehingga peneliti bisa masuk ke dalam dunia interpretasi orang yang dijadikan objek penelitian. Untuk mendapatkan persepsi itu scoot menyarankan agar peneliti mampu mendekati dunia kognitif objek penelitiannya. karena biasanya tindakan manusia itu cenderung terpengaruh dari posisinya dimasayarakat atau peniruan dari tindakan orang lain yang ada disekitarnya. Dengan pedekatan kognitif peneliti berharap agar tercipta hubungan yang nyaman antara objek yang diteliti dengan sipeneliti, sehingga objek peneliti mampu menjadi dirinya sendiri dan memaparkan fenomena sesuai dengan persefsinya sendiri. Ketika ia menjadi dirinya sendiri inilah yang menjadi bahan kajian penelitian sosial. Lebih jauh scoot membuat model tindakan manusia melalui proses “tipikasi”. Dimana tipikasi ini menyediakan seperangkat alat identifikasi, klasifikasi, dan model perbandingan dari tindakan dan interaksi sosial. Dengan menggunakan kriteria yang telah didefinisikan untuk penempatan fenomena ke dalam tipe-tipe khusus. 
Metodologi Penelitian fenomenologi Transedental Husserl. Landasan berpikir dari metodologi ini adalah adanya sesuatu perbedaan akan makna dan hakikat dari pengalaman yang ditemukan oleh Husserl. Husserl beranggapan bahwa terdapat perbedaan antara fakta dan esensi dalam fakta, dengan kata lain perbedaan yang real dan yang tidak. Untuk itu fenomenologis bertugas untuk menjelaskan thins in themselves, mengetahui apa yang masuk sebelum kesadaran dan memahami makna dan esensinya, dalam intuisi dan refleksi diri. Proses transformasi dari pengalama empiris ke makna esensi inilah yang kemudian dinamakan oleh Husserl sebagai “ideation”. Idation ini merupakan proses penggabungan antara apa yang terjadi seara real dan apa yang muncul dalam kesadaran diri. Hasil pemaknaan akan sesuatu itulah yang kemudian dijadikan dasar bagi pengentahuan. Berikut ini komponen-komponen konseptual (unit-unit analisi) dalam fenomenologi transedental Husserl :
a.    Kesengajaan (intentionality)
b.    Neoma dan neosis 
c.    Intuisis
d.    Intersubjektivitas

Fenomenologi digunakan untuk menangkap data yang seperti apa ?
Data dalam penelitian kualitatif memiliki ciri tersendiri, berbeda dengan data pada peneltian kuantitatif yang lebih mengedepankan angka-angka pada penelitian kualitatif data yang dibutuhkan peneliti lebih cenderung  untuk mencari atau menggali lebih dalam beberapa hal terkait persfektif, pengalaman, prilaku, esensi, makna atau lebih singkatnya melihat sesuatu sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Bagaimana teknik pengumpulan datanya ?
·         Menurut Creswell tekhnik pengumpulan data dalam penelitian fenomenologi adalah: Wawancara mendalam. Wawancara pada penelitian fenomenologi biasanya dilakukan secara informal, interaktif, dan melalui pertanyaan dan jawaban yang terbuka.
·         Refleksi diri
·         Gambaran realitas diluar konteks penelitian, misalnya novel, puisi, lingkungan, dan tarian.
·         Tahap analisis data dalam penelitain fenomenologi.
Moustakas menyajikan dua teknik analisis data fenomenologi yang telah dimodifikasi. Berikut adalah metode analisis data tersebut :

        I.        Metode analisi data fenomenologi Van Kaam
·         Membuat daftar dan pengelompokan awal data yang diperoleh. 
·         Reduksi dan eleminasi
·         Mengelompokan dan memberi tema setiap kelompok invariant consitutes yang tersisa dari proses eleminasi
·         Identifikasi final terhadap data yang diperoleh melalui proses validasi awal data
·         Mengkonstruksi deskripsi tekstural masing-masing informan, termasuk pertanyaan-pertanyaan verbal dari informan, yang berguna bagi penelitian selanjutnya.
·         Membuat deskripsi struktural, yakni penggabungan deskripsi tekstural dengan variasi imajinasi
·         Mengabungkan 2 poin terakhir diatas untuk menghasilkan makna dan esensi dari permasalahan penelitian

      II.        Metode analisis data fenomenologi stevick-colaizzi-keen
a.    Deskripsi lengkap peristiwa/fenomena yang dialami langsung oleh informan
b.     Dari pertanyaan verbal informan kemudian :
-       Menelaah setiap pernyataan verbal yang berhubungan dengan permasalahan penelitian
-       Merekam atau mencatat pernyataan yang relevan tersebut
-       Pernyataan-pernyataan yang telah dicatat kemudian dibuat daftarnya (invariant horizons/unit makna fenomena). 
-       Mengelompokkan setiap unit makna ke dalam tema-tema tertentu
-       Membuat sintesis dari unit-unit makna dan tema
-       Dengan mempertahankan refleksi penjelasan struktural diri sendiri melalui variasai imajinasi. Peneliti membuat konstruk deskripsi struktural
-       Menggabungkan deskripsi tekstural dan struktural untuk menentukan makna dan esensi dari fenomena
c.    Lakukan tahap pada bagian (b) pada setiap informan
d.    Membuat penjelasan menyeluruh dari setiap makna dan esensi fenomena yang didapat.


Comments