Mohammad Aksa
Mahmud
Muhammad
Aksa Mahmud (lahir di Barru, Sulawesi
Selatan, 16 Juli 1945; umur 66 tahun) adalah pengusaha dan politikus Indonesia. Ia
dikenal luas sebagai pendiri Bosowa yang menjadikan Aksa Mahmud menjadi orang terkaya ke-24 di Indonesia pada
tahun 2004. Selain itu, ia dimenjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah periode 2004-2009. Pada periode 2009 – 2014 beliau
kembali terpilih sebagai anggota DPD dengan perolehan suara terbesar di
Sulawesi Selatan
Latar Belakang
Pendidikan
·
Fakultas tekhnik Elektro Universitas Hasanuddin
Makassar, 1965
·
Skolah Tekhnik Menengah, Makassar, 1965
·
Sekolah Tekhnik Negeri, Pare-pare, 1963
·
Sekolah Rakyat Barru, 1959
Pengalaman Pekerjaan
·
Wakil Ketua MPR RI, 2004-2009
·
Anggota DPD dari Provinsi Sulawesi selatan,
2004-2009
·
Penasehat Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan
·
Anggota MPR RI Fraksi Utusan Daerah 1999-299
·
Pendiri dan Pemimpin Group Bosowa, 1968-sekarang
Pengalaman
Organisasi
·
Anggota badan pertimbangan KADIN Indonesia 2004
·
Ketua Dewan Bisnis Sulawesi, 2003
·
Anggota Dewan Wali Amanat Universitas Gajah Mada
Yogyakarta, 2011
·
Ketua Dewan Pembina Daerah dan Pemasyarakatan
Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) 2001
·
Ketua Yayasan Universitas Islam Indonesia
Makasar, ketua dewan penyantun Politeknik negeri makasar, ketua dewan penyantun
politeknik negeri pangkep, 2000
·
Ketua umum KADIN sulawesi selatan, 1999
·
Ketua dewan penasehat GAPENSI pusat, 1994
·
Ketua GAPENSI sulawesi selatan, 1987-1994
·
Ketua Bidan Pembinaan Anggota Badan Pengurus
Pusat (BPP) HIPMI, 1980-1983
·
Sekertaris Umum AKI (Assosiasi Kontraktor
Indonesia) SUL-SEL, 1882-1985
·
Aktivis Himpunan mahasiswa Islam Indonesia (HMI)
Cabang Makassar , 1965
·
Alumni Pelajar Islam Indonesia, 1962
·
Wakil ketua Umum bdang Dana Persatuan Anggar
Seluruh Indonesia.
Dari Dunia
Bisnis ke politik
Muhammad aksa mahmud bapak dari lima orang anak hasi dari
pernikahannya dengan Ramlah Kalla adik dari mantan wapres M. Jusuf Kalla ini
tidak hanya bersinar dikalangan pebisnis saja, beliau juga sangat disegani di
kancah perpolitikan Indonesia, sosok yang terkenal akan kepribadian yang kuat,
punya harkat dan martabat yang tinngi ini sejak kecil telah menempa dirinya
dengan bekerja keras dan ulet, sejak kecil dia sudah melakoni bisnis antara
lain dengan berjualan permen disekolahnya, menjual hasi desanya ke kota.
Memisahkan diri dari perusahaan mertuanya dengan secara mandiri mendirikan
perusahaan sendiri.
Aksa menempa diri laksan
mengasah berlian dalam dirinya. Menammatkan
Sekolah Rakyat di desa
kelahirannya 1959. Kemudian melanjut ke Sekolah Teknik Negeri di Parepare, tamat 1962. Lalu setelah tamat
Sekolah tekhnik di Makassar (1965), melanjutkan ke fakultas Elektro Universitas
Hasanuddin di Makassar.
Bakat seorang pemimping dan
pebisnis terlihat dari diri beliau sejak kecil, dan itu akhirnya terbukti dari
prestasi yang dia torehkan di Indonesia, aksa mahmud berhasi membagun kerjaan
bisnisnya Bosowa Group. Dalam catatan Kompas, pria kelahiran Barru
Sulawesi Selatan, 16 Juli 1945 ini bergerak di empat divisi usaha, makanan,
otomotif, industri dan lembaga keuangan. Ia, di antaranya menjadi dealer mobil
Mitsubishi di delapan propinsi di Indonesia Timur, terjun di beberapa jenis
industri termasuk karoseri mobil dan batu marmer. Ia memiliki perusahaan
kontraktor terpandang yang di antaranya menekuni pembangunan jalan tol, Tuju
Wali-wali, salah satu eksportir udang terbesar di luar Jawa, jasa taksi di beberapa
kota besar di Indonesia, air mineral, lembaga keuangan non bank (leasing).
Semua dengan bendera usahanya, yang berkibar, Bosowa Tak sampai di sini, ia
membangun pabrik semen di Bantimurung, Maros, pinggiran Makassar, dengan
kapasitas terpasang 1,5 juta ton per tahun. Proyek itu menelan total biaya
setengah trilyun rupiah lebih. Kiprahnya dalam sejumlah sektor bisnis, sejumlah
proyek besar di kawasan Indonesia Timur dan Jawa Barat, membuat dia masuk dalam
daftar pendek "pendatang baru elite" bisnis Indonesia. "Jika
Tuhan mengizinkan, proyek itu pasti jadi," katanya. Lelaki sederhana ini
dikenal tak mau takabur, sehingga semua rencananya selalu ia dahului dengan
kalimat," Jika Tuhan mengizinkan...". perjalanan hidup pendiri Bosowa
Group ini benar-benar sarat dengan hal-hal yang patut diteladani oleh
orang-orang yang mau belajar dari pengalman berharga orang lain. Dia terkenal
sebagai pekerja keras dan pantang menyerah laksana diamond (berlian yang)”
mustahil untuk dijinakkan “. Sebagai pengusaha, kejeliannya mengendus dan
memanfaatkan peluang bisnis pantas dikagumi. Dengan hanya diawali modal sebesar
Rp 5 juta, dia kini tercatat menjadi salah satu pengusaha pribumi yang amat
disegani. Bahkan menurut Majalah Forbes
Asia, yang dirilis september 2006, Aksa menembus rangking 28 orang terkaya di
Indonesia, berada beberapa tingkat di atas kekayaan kakak iparnya M Jusuf Kalla
yang berada di urutan 36 dari 40 orang terkaya Indonesia.
Bersamaan dengan perjuangannya
mengembangkan Bosowa Group, Aksa dan isteri berhasil juga mempersiapkan
anak-anaknya untuk lebih mengembangkannya. Lalu setelah anak-anaknya besar dan
siap, bersamaan dengan perkembangan Bosowa yang sudah terbentuk, dia pun mulai
menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada anak-anaknya. Proses regenerasi
kepemimpinan berlangsung dengan baik. Kini manajemen Bosowa sudah dalam
pengendalian generasi kedua.
Aksa pun kembali ke habitatnya
semasih mahasiswa. Sebagai aktivis angkatan 66, yang sangat tertarik ke dalam
dunia politik dan dunia jurnalistik. Dia pun terpilih menjadi Anggota MPR RI
Fraksi Utusan Daerah dari Sulawesi Selatan (1999-2004). Kemudian terjadi
perubahan UUD 1945 tahun 2002. Lalu hasil Pemilu 2004 bahwa fraksi utusan
daerah, berdasarkan perubahan UUD 1945 menjadi Dewan Perwakilan Daerah. Aksa
pun terpilih dengan suara terbanyak menjadi Anggota DPD (Dewan Perwakilan
Daerah) juga dari Sulawesi Selatan (2004-2009).
Kemudian setelah menjadi anggota
DPD, atas kepercayaan anggota MPR baik dari unsur DPD maupun DPR, Aksa terpilih
menjadi salah seorang pimpinan MPR, menjabat Wakil Ketua MPR (2004-2009). MPR,
sebuah lembaga tinggi negara, terdiri dari seluruh anggota DPR dan seluruh
anggota DPD. Sedangkan pimpinan MPR ada empat orang (satu ketua dan tiga wakil
ketua, dua dari dua unsur DPR dan dua dari unsur DPD).
Alasan
terjun ke dunia politik
Bagi aksa, masuk dalam dunia politik,
sesungguhnya adalah untuk mengabdi. Sama sekali dia tidak punya interes
pribadi. Dia hanya mendayagunakan sisa hidupnya untuk bisa berperan
meningkatkan kesejahtraan harkat dan martabat bangsa ini. Sebab, menurutnya,
menjadi politis adalah pintu masuk yang demokratis ikut terjung langsung dalam
memengaruhi kebijakan negara demi kemakmuran seluruh rakyat bangsa ini. Dia
bertekad menjadi seorang politisi yang negarawan. Berbuat dan mengabdi untuk
seluruh rakyat di wilayah NKRI. Aksa tak lagi cukup hanya memperhatikan
perbaikan kesejahteraan belasan ribu karyawan yang tergabung dalam Group
Bososwa, besarta keluarganya atau delapan jutah warga Sulawesi Selatan, daerah
yang memilihnya menjadi anggota DPD. Melainkan ingin memberikan sumbangsih
utuh, mengabdi, kepada seluruh (hampir 300 juta) warga Indonesia.
“ saya duduk di sini bukan demi kepentingan diri saya sendiri tapi saya selalu mau berdoa memohon mudah-mudahan di posisi ini saya selalu berpikir untuk kepentingan rakyat indonesia, bangsa idonesia, dan kepentingan Negara Repoblik indonesia. Bahwa bagaimana pun tugas ini saya selalu berpikir untuk kepentingan rakyat Indonesia, bangsa Indoenesia, negara kesatuan dan menajga rakyat Indonesia, “ urai Aksa Mahmud
Pengusaha
dan Penguasa (politisi), white collar or blue collar ?
Dunia pengusaha memang tak pernah bisa
lepas dari kanca perpolitikan, bagaimana tidak, kebijakan-kebijakan yang
ditelurkan dari parlemen menjadi salah satu tolak ukur maju atau tidaknya suatu
bisnis, kadang kala kebijakan yang terlalu
ketat mengatur dunia usaha akan menekan petumbuhan bisnis tersebut, impasnya
juga akan berdampak melambatnya laju perekonomian suatu negara, di satu sisi
kebijakan yang terlalu longgar juga kadang kala merugikan rakyat kecil dan
negara itu sendiri. Salah satu contoh
dari kuatnya cengkraman para pengusaha dalam pengambilan keputusan di parlemen,
adalah adanya isu jual beli pasal. Isu jual beli pasal kembali mencuat
kepermukaan setelah mantan ketua legeslagi DPR Mahfud MD yang sekarang menjabat
sebagai ketua MK membongkar praktek-prakter buruk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
yaitu jual beli pasal, tentu ini tidak hanya sekedar isu belaka ketika seorang
Mahfud MD membongkarnya di depan public karena ia sangat tahu apa yang terjadi
di tubuh lembaga yang katanya terhormat itu.
Praktek jual beli pasal yang
dilakukan oleh kalangan terhormat para DPR adalah suatu hal yang wajar di
Negara Korporatokrasi. Korporatokrasi merupakan Negara yang lahir dari
perkawinan antara pengusaha atau kapitalis dengan penguasa atau politikus,
dampak dari sebuah Negara Korporatokrasi adalah Negara akan menjadi instrumen
kepentingan bisnis dan tentu saja keputusan politik akan mengabdi pada para
pemilik modal.
Saat peluncuran majalan Fortune
edisi Indonesia, Wapres Boediono kembali mengangkat isu etika bisnis, khususnya
mengenai pengusaha yang merangkap sebagai penguasa, (KOMPAS, 28/07). Isu ini
diangkat untuk menguatkan pentingnya etika bisnis. Belum lagi saat ini makin
banyak pengusaha yang menjadi sorotan karena memanfaatkan kekuasaan yang
dimilikinya untuk kepentingan bisnis mereka Secara natural, sebuah perusahaan
baik itu multinasional maupun perusahaan lokal, pastilah memiliki apa yang
disebut non-market strategy (NMS). NMS ini merupakan strategi di luar strategi
pasar. Strategi pasar itu sendiri secara sederhana bisa diartikan sebagai
strategi perusahaan yang berkaitan dengan harga, kualitas produk/jasa dan
hal-hal teknis-pasar lainnya.
Sedangkan NMS lebih menyentuh
aspek non-teknis. Dalam konteks global, NMS bisa dilihat dari dua pendekatan.
Pertama, adalah strategy politik korporasi (corporate political strategy),
dimana perusahaan berusaha ‘terlibat’ dalam setiap proses politik yang berkaitan
dengan kepentingannya. Kedua, adalah strategi social perusahaan (corporate
social strategy), dimana perusahan melakukan strategi berderma.
Keterlibatan pengusaha dalam
politik melalui NMS seperti membetulkan ungkapan khas politisi di Washington. “In
politics, if you are not at the table, you are on the menu!” begitu ungkapan
yang khas itu. Mungkin inilah salah satu alasan keterlibatan pengusaha dalam
politik. Ketimbang menjadi menu, mereka memilih menjadi penikmat sajian. Para
pengusaha, yang secara de facto memiliki kekuasaan dalam kehidupan sosial,
berusaha untuk mendapatkan insentif ekonomi dengan memiliki kekuatan politik
secara de jure.
Studi Bunkanwanicha dan
Wiwattanakantang (2008) di Thailand juga menunjukkan bahwa nilai ekonomis
perusahaan (market valuation) yang dimiliki oleh pengusaha yang juga penguasa
menjadi meningkat secara signifikan. Studi ini juga menemukan bahwa
keterlibatan pengusaha dalam politik membuat perusahaan mereka memiliki
kekuatan lebih untuk mendominasi.
* wikipedia
* ENSIKONESIA_ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA
* Corawali global Network dikutip dari KOMPAS - Selasa, 11 Apr 1995
Halaman: 20
* Batangase.blogspot.com
Comments
Post a Comment