TATA KELOLA ETIS DAN AKUNTABILITAS


A. GOOD GOVERNANCE
Definisi
Secara terminologi pemaham (GG) sampai sekarang masih terasa rancu dikalangan masyarakat awam ataupun para elit politik, setidaknya ada tiga terminologi yang saling berkaitan yang menyebabkan kerancuan dari kata Good Governance, yang pertama dari kata good governance itu sendiri yang bermakna tata pmerintahan yang baik, goog goverment  (pemrintahan yang baik), dan clean goverance (pemerintahan yang bersih). Ketiga istilah ini saling berkaitan dan memiliki makna hampir sama, hal inilah yang menybabkan adanya kerancuan makna dari kata good governance.
Pada awalnya, istilah “Corporate Governance” pertama kali dikenalkan oleh Cadbury Committee di Inggris tahun 1922 yang menggunakan istilah dimaksud dalam laporannya yang dikenal dengan Cadbury Report (dalam sukrisno Agoes, 2006). Berikut disajikan beberapa definisi “Corporate Governance” dari beberapa sumber, diantaranya :
1. Cadbury Committee of United Kingdom
A set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the goverment, employees, and other internal and external stakeholders in respect to their right and responsibilities, or the system by which companies are directed and controlled.
2. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI-2006)
FCGI tidak membuat definisi sendiri, namun mengadopsi definisi Cadbury Committee of United Kingdom dan menerjemahkan “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antar pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”.
3. Sukrisno Agoes (2006)
Tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran dewan komisaris, para direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.
4. Organization for Econimocs Cooperation and Development (OECD) (dalam Tjager dkk, 2004)
The structure through which shareholders, directors, managers, set of the board objectives of the company, the means of attaining those objectives and monitoring performance. [Suatu struktur yang terdiri atas para pemegang saham, direktur, manager, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja].
5. Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes, 2006)
Mekanisme adninistratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan (prosedur) dan sistem insentif sebagai kerangka kerja (framework) yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut, serta pemantauan atas kinerja yang dihasilkan.
Dari definisi beberapa pakar di atas dapat disimpulkan bahwa good governance adalah suatu mekanisem tata kelola organisasi yang baik yang mana mengatur hubungan-hubungan antara pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan baik itu pihak internal maupun eksternal untuk mencapai suatu tujuan, dimana mekanisme disusun dalam suatu formula atau prosedur-prosedur baku yang digunakan dalam mencapai tujuan tersebut.
Lebih jauh Bank dunia ( world Bank) mendefinisikan Good Governance sebagai cara kekuasaan digunakan dalam mengelola berbagai sumberdaya sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat masyarakat (The way state power is used in managing economic and social resources for development of society).
GG dan GCG
Good Corporate Governance atau dikenal sebagai tata kelola perusahaan yang baik  adalah wujud dan implementasi lain dari GG itu sendiri, GCG merupakan gabungan prinsip-prinsip dasar dalam membangun suatu tatanan etika kerja dan kerjasama agar tercapai rasa kebersamaan, keadilan, optimasi dan harmonisasi hubungan sehingga dapat menuju kepada tingkat perkembangan yang penuh dalam suatu organisasi atau badan usaha.
Konsep dari GCG belakangan ini makin mendapat perhatian dari masyarakat karena konsep ini semakin memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan di dalam suatu organisasi konsep ini mencakup beberapa hal antara lain:
hak-hak para pemegang saham (shareholders) dan perlindungannya,
hak dan peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) lainnya,
pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu,
transparansi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan,
tanggungjawab dewan komisaris dan direksi terhadap perusahaan, kepada para pemegang saham dan pihak-pihak lain yang berkrpentingan.
Konsep GCG sendiri muncul dilatar belakangi oleh maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar, salah satu contohnya Endron WorldCom, KAP Arthur-Andersen ini adalah salah satu conto kegagalan sistem tata kelola yang buruk yang tidak hanya menyebabkan resesi ekonomi di Amerika, tapi dampaknya bisa dirasakan oleh masyarakat dunia pada umunya. Joel Balkan (2002) mengatakan bahwa perusahaan (korporasi) saat ini telah berkembang dari sesuatu yang relatif tidak jelas menjadi institusi ekonomi dunia yang amat dominan. Kekuatan tersebut terkadang mampu mendikte hingga ke dalam pemerintahan suatu negara, sehingga mejadi tidak berdaya dalam menghadapi penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang berpengaruh tersebut. Terdapat 10 prinsip-prinsip dasar yang melandasi konsep GCG ini antara lain ; Vision, Participation, Equality, Professional, Supervision, Efective & Efficient, Transparent, Accountability/Accoutable, Fairness, dan Honest.

B. PENGEMBANGAN PROGRAM ETIKA
Beberapa dekade terakhir etika dan moralitas masyarakat semakin tergerus oleh jaman tidak hanya di pemerintahan yang tiap hari kita disuguhi kasus-kasus korupsi dan tetek bengetnya yang berentet seakan tidak ada habisnya, korupsi seakan menjadi suatu menu wajib dan telah menjadi epidemi di setiap instansi pemerintah. Maraknya skandal yang menimpa perusahaan-perusahaan besar juga sangat erat kaitannya dengan etika dan moraliti. Terminologi pendidikan moral yang diajarkan dari bangku sekolah dasar sampai jenjang perguruan tinggi kurang begitu memberika efek positif bagi karakter dan moralitas bangsa ini, terbukti dari hari ke hari pemberitaan akan tingginya angka kriminalitas di negri ini semakin mejadi-jadi, bagsa kita semakin terpuruk, pemimpin semakin egois dan mayarakat dilanda dekandansi moral. Etika dan moralitas seakan-akan hanyalah sebuah wacana dan  konsep yang terkurung dalam lembaran-lembaran buku atau kitab-kitab suci agama tanpa ada aplikasi dari nilai-nilai tersebut, sumber-sumber nilai seakan masih dipahami secara parsial.
Kegagalan Enron, WorldCom, KAP Arthur-Andersen merupakan pemicu tentang harapan baru dalam tata kelola dan akuntabilitas di Amerika. Para politisi Amerika menciptakan kerangka tata kelola dan akuntabilitas baru yang dikenal dengan Sarbanes-Oxley Act untuk memulihkan kembali kepercayaan masyarakat dan memfokuskan kembali tata kelola perusahaan pada tanggung jawab direksi terhadap kewajiban fidusia mereka terhadap kepentingan shareholders dan masyarakat.
I. Ancaman Bagi Tata Kelola Perusahaan dan Akuntabilitas yang Baik
1. Salah mengartikan tujuan dan kewajiban fidusia
Pada kasus Enron, perusahaan melakukan manipulasi untuk keuntungan jangka pendek yang ternyata berakibat fatal bagi perusahaan itu sendiri.
2. Kegagalan untuk mengidentifikasi dan mengelola resiko etika.
Resiko etika terjadi ketika terdapat kemungkinan ekspektasi stakeholder tidak terpenuhi. Menemukan resiko etika penting untuk menghindari kehilangan dukungan dari stakeholder.
3. Konflik kepentingan
Konflik kepentingan terjadi ketika penilaian indepenpen atau pengambilan keputusan seseorang goyah atau ada kemungkinan goyah karena adanya kepentingan lain yang bergantung pada penilaian tersebut. Sumber utama konflik kepentingan adalah hubungan dan keluarga dan kepentingan ekonomi.

II. Elemen Penting dari Tata Kelola dan Akuntabilitas
Mengembangkan, menerapkan, dan Kode Etik Mengelola Budaya Direktur, pemilik, dan manajemen senior dalam proses mewujudkan bahwa mereka dan karyawan mereka perlu memahami bahwa: ”Organisasi organisasi akan lebih baik jika memperhatikan kepentingan stakeholder, dan bukan hanya shareholder dan dalam membuat keputusan mempertimbangkan nilai etis yang penting.”
III. Menurut Murphy, tiga pendekatan yang dapat diterapkan untuk menanamkan prinsip-prinsip etika ke dalam bisnis, yaitu:
1. Credo perusahaan yang mendefinisikan dan mengarahkan kepada nilai-nilai perusahaan. Credo adalah pernyataan ringkas dari penyerapan nilai-nilai suatu perusahaan, Credo dapat diinterpretasikan dengan simple sebagai sebuah pernyataan misi dari organisasional, bukan sebagai sebuah dokumen, Credo tidak dapat didudukkan dalam waktu yang cukup lama sehingga belum dapat dinilai.
2. Program etika dimana perusahaan berfokus pada isu-isu etika
Program etika menyediakan petunjuk yang lebih detail untuk menyelesaikan masalah etika yang potensial daripada credo umum.
3. Kode etik yang memberikan panduan spesifik untuk karyawan di area bisnis fungsional
Kode etika adalah mekanisme structural perusahaan yang digunakan sebagai tanda komitmen mereka terhadap prinsip-prinsip etika. Mekanisme dirasakan sebagai cara yang paling efektif untuk mendukung kebiasaan etika bisnis. Kode etika biasanya membahas isu-isu seperti konflik kepentingan, kompetitor, privasi, pemberian dan penerimaan pemberian, dan kontribusi politik.


disadur dari berbagai sumber

Comments