PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATAS PENGHASILAN
PERSETUJUAN
ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM
TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATAS
PENGHASILAN
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Sosialis Vietnam BERHASRAT mengadakan suatu Persetujuan mengenai penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak yang berhubungan dengan pajak atas penghasilan,
TELAH
MENYETUJUI SEBAGAI BERIKUT :
Pasal
1
ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN
Persetujuan ini
berlaku terhadap orang dan badan yang menjadi penduduk salah satu atau kedua
Negara pihak pada Persetujuan.ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN
Pasal
2
PAJAK-PAJAK YANG DICAKUP DALAM PERSETUJUAN INI
PAJAK-PAJAK YANG DICAKUP DALAM PERSETUJUAN INI
1.
|
Persetujuan ini
berlaku terhadap pajak-pajak atas penghasilan yang dikenakan oleh setiap
Negara pihak pada Persetujuan, bagian ketatanegaraan atau pemerintah
daerahnya tanpa memperhatikan cara pemungutan pajak-pajak tersebut. |
||
2.
|
Dianggap sebagai
pajak-pajak atas penghasilan adalah semua pajak yang dikenakan atas seluruh
penghasilan atau bagian-bagian penghasilan, termasuk pajak-pajak atas
keuntungan yang diperoleh dari pemindahtanganan harta gerak atau harta tak
gerak, pajak-pajak atas keseluruhan gaji dan upah yang dibayarkan oleh
perusahaan. |
||
3.
|
Persetujuan ini
harus diterapkan terhadap pajak-pajak yang berlaku sekarang ini, yaitu : |
||
(a) |
di Indonesia : |
||
pajak penghasilan
yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984
(Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah); |
|||
|
(selanjutnya disebut
sebagai "pajak Indonesia"); |
||
|
(b) |
di Vietnam : |
|
(i)
|
pajak
penghasilan perorangan;
|
||
(ii)
|
pajak
atas laba;
|
||
(iii)
|
pajak
atas laba pembayaran.
|
||
|
|
(selanjutnya
disebut sebagai "pajak Vietnam").
|
|
4.
|
Persetujuan ini
berlaku pula terhadap setiap pajak yang serupa atau pada hakekatnya sama yang
dikenakan setelah tanggal penandatanganan Persetujuan ini sebagai tambahan
terhadap, atau sebagai pengganti dari, pajak-pajak yang sekarang berlaku.
Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan harus
saling memberitahukan satu sama lain mengenai setiap perubahan-perubahan
penting yang terjadi dalam perundang-undangan perpajakan mereka. |
Pasal
3
PENGERTIAN-PENGERTIAN UMUM
PENGERTIAN-PENGERTIAN UMUM
1. |
Kecuali jika dari
hubungan kalimatnya harus diartikan lain, yang dimaksud dalam Persetujuan ini
dengan : |
||||
(a) |
istilah
"Indonesia" meliputi wilayah Republik Indonesia sebagaimana
ditentukan dalam perundang-undangannya dan daerah sekitarnya di mana Republik
Indonesia memiliki kedaulatan, hak-hak kedaulatan atau yurisdiksi sesuai
ketentuan-ketentuan Konvensi PBB mengenai Hukum Laut tahun 1982; |
||||
(b) |
istilah
"Vietnam" jika digunakan dalam pengertian geografis berarti wilayah
Vietnam, landas kontinennya dan zona ekonomi eksklusifnya (lautan), termasuk
daerah di luar laut wilayah Vietnam yang menurut hukum internasional sudah
atau selanjutnya akan menjadi wilayah hak-hak Vietnam yang berhubungan dengan
dasar laut dan lapisan tanah dibawahnya dan sumber-sumber daya alamnya yang
mungkin dapat dikelola; |
||||
(c) |
istilah
"Negara pihak pada Persetujuan" dan "Negara pihak lainnya pada
Persetujuan" berarti Indonesia atau Vietnam, tergantung dari hubungan
kalimatnya; |
||||
(d) |
istilah
"orang/badan" meliputi orang pribadi, perseroan dan setiap kumpulan
dari orang-orang dan/atau badan-badan; |
||||
(e) |
istilah
"perseroan" berarti setiap badan hukum atau setiap entitas yang
untuk tujuan pemungutan pajak diperlakukan sebagai suatu badan hukum; |
||||
(f) |
istilah
"perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan" dan
"perusahaan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan"
masing-masing berarti suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk dari
suatu Negara pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan yang dijalankan oleh
penduduk dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan; |
||||
(g) |
istilah
"warganegara" berarti : |
||||
(i) |
setiap orang pribadi
yang memiliki kewarganegaran dari suatu Negara pihak pada Persetujuan; |
||||
(ii) |
setiap badan hukum,
usaha bersama dan persekutuan yang statusnya mereka peroleh berdasarkan hukum
yang berlaku pada salah satu Negara pihak pada Persetujuan. |
||||
(h) |
istilah "lalu
lintas internasional" berarti setiap pengangkutan oleh kapal laut atau
pesawat udara yang dilakukan oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak
pada Persetujuan, kecuali jika kapal atau pesawat udara itu semata-mata
dioperasikan antara tempat-tempat di Negara pihak lainnya pada Persetujuan; |
||||
(i) |
istilah
"pejabat yang berwenang" berarti : |
||||
- |
di Indonesia,
Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah; |
||||
- |
di Vietnam, Menteri
Keuangan atau wakilnya yang sah. |
||||
2. |
Sehubungan dengan
penerapan Persetujuan oleh salah satu Negara pihak pada Persetujuan setiap
istilah yang tidak dirumuskan dalam Persetujuan ini mempunyai arti menurut
perundang-undangan Negara itu sepanjang mengenai pajak-pajak yang diatur
dalam Persetujuan ini, kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan
lain. |
Pasal
4
PENDUDUK
PENDUDUK
1.
|
Untuk kepentingan
Persetujuan ini, istilah "penduduk suatu Negara pihak pada
Persetujuan" berarti setiap orang dan badan, yang menurut
perundang-undangan Negara tersebut dapat dikenakan pajak di Negara itu
berdasarkan domisilinya, tempat kediamannya, tempat kedudukan manajemennya,
tempat pendaftarannya, ataupun atas dasar lainnya yang sifatnya serupa. Tetapi
dalam istilah ini tidak termasuk orang dan badan yang terutang pajak di
Negara tersebut hanya atas dasar penghasilan dari sumber-sumber di Negara
itu. |
||||||||
2.
|
Jika seseorang
menurut ketentuan-ketentuan pada ayat 1 menjadi penduduk di kedua Negara
pihak pada Persetujuan, maka statusnya akan ditentukan sebagai berikut :
|
||||||||
3.
|
Apabila berdasarkan
ketentuan-ketentuan ayat 1, suatu badan mempunyai tempat kedudukan di kedua
Negara pihak pada Persetujuan, maka ia akan dianggap sebagai penduduk Negara
pihak pada Persetujuan dimana ia didirikan. |
Pasal
5
BENTUK USAHA TETAP
BENTUK USAHA TETAP
1.
|
Untuk kepentingan
Persetujuan ini, istilah "bentuk usaha tetap" berarti suatu tempat
usaha tetap di mana seluruh atau sebagian usaha suatu perusahaan di jalankan. |
|
2.
|
Istilah
"bentuk usaha tetap" terutama meliputi :
|
|
(a)
|
suatu
tempat kedudukan manajemen;
|
|
(b)
|
suatu
cabang;
|
|
(c)
|
suatu
kantor;
|
|
(d)
|
suatu
pabrik;
|
|
(e)
|
suatu
bengkel;
|
|
(f)
|
suatu
gudang atau tempat penyimpanan barang sebagai tempat penjualan;
|
|
(g)
|
suatu
pertanian atau perkebunan;
|
|
(h) |
suatu tambang, suatu
sumur minyak atau gas, suatu penggalian sumber daya alam termasuk anjungan
untuk pemboran atau kapal kerja, atau peralatan yang digunakan untuk
eksplorasi atau eksploitasi sumber alam. |
|
3.
|
Istilah "bentuk
usaha tetap" juga meliputi : |
|
(a) |
suatu bangunan,
suatu konstruksi, proyek perakitan atau proyek instalasi atau kegiatan
pengawasan yang ada hubungan dengan proyek tersebut, tetapi hanya apabila
bangunan, proyek atau kegiatan tersebut berlangsung untuk masa lebih dari 6
bulan; |
|
(b) |
Pemberian jasa,
termasuk jasa konsultan, yang dilakukan oleh suatu perusahaan melalui
karyawannya atau orang lain yang dipekerjakan oleh perusahaan itu untuk
tujuan tersebut, tetapi hanya apabila kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung
(untuk proyek yang sama atau ada kaitannya) di suatu Negara dalam masa atau
masa-masa yang berjumlah lebih dari 3 bulan dalam jangka waktu dua belas
bulan. |
|
4.
|
Menyimpang dari
ketentuan-ketentuan sebelumnya dari Pasal ini, istilah "bentuk usaha
tetap" tidak meliputi : |
|
(a) |
penggunaan
fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk menyimpan atau memamerkan
barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan; |
|
(b) |
pengurusan suatu
persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata
dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan; |
|
(c) |
pengurusan suatu
persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata
dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lain; |
|
(d) |
pengurusan suatu
tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk pembelian barang-barang
atau barang dagangan atau untuk mengumpulkan informasi bagi keperluan
perusahaan; |
|
(e) |
pengurusan suatu
tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk tujuan periklanan, atau
untuk memberikan keterangan-keterangan bagi keperluan perusahaan; |
|
(f) |
pengurusan suatu
tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud menjalankan setiap kegiatan
lainnya yang bersifat persiapan atau penunjang bagi perusahaan; |
|
(g) |
pengurusan suatu
tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk melakukan gabungan
kegiatan-kegiatan seperti disebutkan pada sub-ayat (a) sampai dengan sub ayat
(f), sepanjang hasil penggabungan semua kegiatan-kegiatan tersebut bersifat
persiapan atau penunjang. |
|
5.
|
Menyimpang dari
ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2, apabila orang atau badan, kecuali agen yang
bertindak bebas sebagaimana berlaku ayat 6, bertindak di suatu Negara pihak
pada Persetujuan atas nama perusahaan yang berkedudukan di Negara pihak
lainnya pada Persetujuan, maka perusahaan tersebut dianggap memiliki bentuk
usaha tetap di Negara yang disebutkan pertama atas kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh orang atau badan tersebut, jika ia : |
|
|
(a) |
mempunyai dan biasa
melakukan wewenang untuk berunding dan menutup kontrak-kontrak atas nama
perusahaan tersebut, kecuali kegiatan itu hanya terbatas pada apa yang diatur
dalam ayat 4, yang meskipun dilakukan melalui suatu tempat usaha tetap,
tempat tersebut bukan merupakan bentuk usaha tetap sesuai dengan ketentuan
ayat tersebut; |
(b) |
tidak mempunyai
wewenang seperti itu, tetapi biasa melakukan pengurusan persediaan
barang-barang atau barang dagangan di Negara yang disebut pertama di mana
secara teratur ia menyerahkan barang-barang atau barang dagangan atas nama
perusahaan tersebut; atau |
|
(c) |
membuat atau
mengolah di negara tersebut untuk keperluan barang-barang perusahaan atau
barang dagangan milik perusahaan. |
|
6.
|
Suatu perusahaan
asuransi dari satu Negara pihak pada Persetujuan kecuali yang menyangkut
reasuransi akan dianggap mempunyai bentuk usaha tetap di Negara pihak lain
pada Persetujuan apabila perusahaan tersebut memungut premi di wilayah negara
lain atau mengasuransikan resiko yang terletak di negara itu melalui seorang
pegawai atau perwakilan yang bukan merupakan agen yang bertindak bebas
seperti dimaksud pada ayat 7. |
|
7.
|
Suatu perusahaan
dari suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan dianggap mempunyai bentuk
usaha tetap di Negara pihak lainnya pada Persetujuan hanya semata-mata karena
perusahaan itu menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan
melalui makelar, komisioner umum, atau agen lainnya yang bertindak bebas,
sepanjang orang atau badan tersebut bertindak dalam rangka kegiatan usahanya
yang lazim. Namun demikian, bilamana kegiatan agen dimaksud seluruhnya atau
hampir seluruhnya dilakukan untuk perusahaan itu atau sekutu perusahaannya,
maka ia tidak akan dianggap sebagai agen yang bertindak bebas dalam
pengertian ayat ini. |
|
8.
|
Jika suatu perseroan
yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan menguasai atau
dikuasai oleh perseroan yang berkedudukan di Negara pihak lainnya pada
Persetujuan ataupun menjalankan usaha di Negara pihak lainnya itu (baik
melalui suatu bentuk usaha tetap ataupun dengan suatu cara lain), maka hal
itu tidak dengan sendirinya akan berakibat bahwa salah satu dari perseroan
itu merupakan bentuk usaha tetap dari yang lainnya. |
Pasal
6
PENGHASILAN DARI HARTA TAK GERAK
PENGHASILAN DARI HARTA TAK GERAK
1.
|
Penghasilan yang
diperoleh seorang penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari
harta tak gerak (termasuk penghasilan yang diperoleh dari pertanian atau
kehutanan) yang berada di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat
dikenakan pajak di Negara lain tersebut. |
2.
|
Istilah "harta
tak gerak" akan mempunyai arti sesuai dengan perundang-undangan Negara
pihak pada Persetujuan di mana harta yang bersangkutan berada. Istilah
tersebut meliputi juga benda-benda yang menyertai harta tak gerak, ternak dan
peralatan yang dipergunakan dalam usaha pertanian dan perhutanan, hak-hak
terhadap mana berlaku ketentuan-ketentuan dalam hukum umum mengenai pemilikan
atas lahan, hak memungut hasil atas harta tak gerak, serta hak atas
pembayaran-pembayaran tetap atau tak tetap sebagai balas jasa untuk pengerjaan,
atau hak untuk mengerjakan kandungan mineral, sumber-sumber dan sumber-sumber
kekayaan alam lainnya; kapal laut dan pesawat udara tidak dianggap sebagai
harta tak gerak. |
3.
|
Ketentuan-ketentuan
pada ayat 1 berlaku juga terhadap penghasilan yang diperoleh dari penggunaan
secara langsung, dari penyewaan, atau dari penggunaan harta tak gerak dalam
bentuk apapun. |
4.
|
Ketentuan-ketentuan
dalam ayat-ayat 1 dan 3 berlaku juga terhadap penghasilan yang diperoleh dari
harta tak gerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta tak
gerak yang digunakan dalam menjalankan pekerjaan bebas. |
Pasal
7
LABA USAHA
LABA USAHA
1.
|
Laba suatu
perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di
Negara itu kecuali jika perusahaan itu menjalankan usaha di Negara pihak
lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk usaha tetap. Apabila perusahaan
tersebut menjalankan usahanya sebagai dimaksud di atas, maka laba perusahaan
itu dapat dikenakan pajak di negara lainnya tetapi hanya atas bagian laba
yang berasal dari (a) bentuk usaha tetap tersebut; (b) penjualan yang
dilakukan di Negara lainnya atas barang-barang atau barang dagangan yang sama
atau serupa jenisnya dengan yang dijual melalui bentuk usaha tetap itu; atau
(c) kegiatan-kegiatan usaha lainnya yang dijalankan di Negara lain itu yang
sama atau serupa jenisnya dengan yang dilakukan melalui bentuk usaha tetap itu. |
2.
|
Dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan ayat 3, jika suatu perusahaan dari suatu Negara pihak
pada Persetujuan menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan
melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di sana, maka yang akan
diperhitungkan sebagai laba bentuk usaha tetap itu oleh masing-masing negara
ialah laba yang diperolehnya seandainya bentuk usaha tetap tersebut merupakan
suatu perusahaan yang terpisah dan bertindak bebas yang melakukan
kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa, dalam keadaan yang sama atau serupa,
dan mengadakan hubungan yang sepenuhnya bebas dengan perusahaan yang memiliki
bentuk usaha tetap itu. |
3.
|
Dalam menentukan
besarnya laba suatu bentuk usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk kepentingan usaha dari bentuk usaha tetap itu termasuk
biaya-biaya pimpinan dan biaya-biaya administrasi umum baik yang dikeluarkan
di Negara di mana bentuk usaha tetap itu berada di tempat lain. Namun
demikian tidak diperkenankan untuk dikurangkan ialah pembayaran-pembayaran
yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau
kantor-kantor lain milik kantor pusatnya (selain dari penggantian biaya yang
benar-benar dikeluarkan) berupa royalti, biaya atau pembayaran-pembayaran
serupa lainnya karena penggunaan paten atau hak-hak lain, atau berupa komisi,
untuk jasa-jasa tertentu yang dilakukan atau untuk manajemen, atau, kecuali
dalam hal usaha perbankan, berupa bunga atas pinjaman yang diberikan kepada
bentuk usaha tetap. Sebaliknya tidak akan diperhitungkan sebagai laba bentuk
usaha tetap adalah jumlah-jumlah yang dibebankan oleh bentuk usaha tetap
kepada kantor pusatnya atau Kantor-kantor lain milik Kantor Pusatnya (selain
penggantian biaya yang benar-benar dikeluarkan) berupa royalti, biaya atau
pembayaran-pembayaran serupa lainnya karena penggunaan paten atau hak-hak
lain, atau berupa komisi, untuk jasa-jasa tertentu yang dilakukan atau untuk
manajemen, atau, kecuali dalam hal usaha perbankan, berupa bunga atas
pinjaman yang diberikan kepada kantor pusatnya atau kantor lain milik kantor
pusatnya. |
4.
|
Pasal ini tidak akan
mempengaruhi penerapan Undang-Undang Pajak setiap Negara pihak pada
Persetujuan yang berhubungan dengan penentuan hutang pajak atas seseorang
dalam hal informasi yang tersedia bagi pihak yang berwenang Negara itu tidak
mencukupi untuk menentukan laba yang diperoleh bentuk usaha tetap, asalkan
Undang-undang Pajak itu akan diberlakukan, sepanjang informasi yang ada pada
pihak yang berwenang mengizinkan, sesuai dengan prinsip-prinsip Pasal ini. |
5.
|
Sepanjang merupakan
kelaziman di salah satu Negara pihak pada Persetujuan, menurut
perundang-undangannya, untuk menetapkan besarnya laba yang dapat dianggap
berasal dari suatu bentuk usaha tetap dengan cara menentukan bagian laba
berbagai bagian perusahaan tersebut atas keseluruhan laba perusahaan itu dan
bagian-bagiannya, maka ketentuan-ketentuan pada ayat 2 dari Pasal ini tidak
akan menutup kemungkinan bagi Negara pihak pada Persetujuan dimaksud untuk
menentukan besarnya laba yang dikenakan pajak berdasarkan pembagian itu yang
lazim dipakai, namun cara pembagiannya harus sedemikian rupa sehingga
hasilnya akan sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung di dalam pasal
ini. |
6.
|
Demi penerapan
ayat-ayat terdahulu, besarnya laba bentuk usaha tetap harus ditentukan dengan
cara yang sama dari tahun ke tahun, kecuali jika terdapat alasan yang kuat
dan cukup untuk melakukan penyimpangan. |
7.
|
Jika dalam jumlah
laba termasuk bagian-bagian penghasilan yang diatur secara tersendiri pada
pasal-pasal lain dalam Persetujuan ini, maka ketentuan pasal-pasal tersebut
tidak akan terpengaruh oleh ketentuan-ketentuan pasal ini. |
Pasal
8
PERKAPALAN DAN PENGANGKUTAN UDARA
PERKAPALAN DAN PENGANGKUTAN UDARA
1.
|
Laba yang diperoleh
oleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pengoperasian
kapal-kapal laut dan pesawat udara di jalur lalu lintas internasional hanya
akan dikenakan pajak di Negara tersebut. |
2.
|
Ketentuan-ketentuan
ayat 1 dan ayat 2 berlaku pula terhadap laba dari penyertaan dalam suatu
gabungan perusahaan, suatu usaha bersama atau dari suatu perwakilan untuk
operasi internasional. |
Pasal
9
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA
1.
|
Apabila
|
|
(a) |
suatu perusahaan
dari suatu Negara pihak pada Persetujuan baik secara langsung maupun tidak
langsung turut serta dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan
di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, atau |
|
(b) |
orang atau badan
yang sama baik secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam
manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari Negara pihak pada
Persetujuan dan suatu perusahaan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan,
dan dalam kedua hal itu antara kedua perusahaan di maksud di dalam hubungan
dagangnya atau hubungan keuangannya diadakan atau diterapkan syarat-syarat
yang menyimpang dari yang lazimnya berlaku antara perusahaan-perusahaan yang
sama sekali bebas satu sama lain, maka setiap laba yang seharusnya diterima
oleh salah satu perusahaan jika syarat-syarat itu tidak ada, namun tidak
diterimanya karena adanya syarat-syarat tersebut, dapat ditambahkan pada laba
perusahaan itu dan dikenakan pajak. |
|
2.
|
Apabila suatu Negara
pihak pada Persetujuan melakukan pembetulan atas laba suatu perusahaan di
Negara itu - dan dikenakan pajak - dan bagian laba yang dibetulkan itu adalah
juga merupakan laba perusahaan yang telah dikenakan pajak di Negara pihak
lainnya pada Persetujuan dan laba tersebut adalah laba yang memang seharusnya
diperoleh perusahaan di Negara yang disebut pertama seandainya berdasarkan
syarat-syarat yang dibuat antara kedua perusahaan yang sepenuhnya bebas,
Negara pihak lainnya pada Persetujuan akan melakukan penyesuaian-penyesuaian
atas jumlah laba yang dikenakan pajak dari perusahaan di Negara pihak lainnya
pada Persetujuan tersebut. Dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian itu,
diharuskan untuk memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam persetujuan ini
dan apabila dianggap perlu pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara
saling berkonsultasi. |
|
3.
|
Negara pihak pada
Persetujuan tidak akan melakukan pembetulan laba perusahaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) apabila batas waktu yang diberikan oleh undang-undang
masing-masing Negara telah dilampaui. |
Pasal
10
DIVIDEN
DIVIDEN
1.
|
Dividen yang
dibayarkan oleh suatu perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada
Persetujuan kepada penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat
dikenakan pajak di Negara lain tersebut. |
2.
|
Namun demikian
dividen itu dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di
mana perseroan yang membayarkan dividen tersebut berkedudukan dan sesuai
dengan perundang-undangan Negara tersebut, akan tetapi apabila penerima
dividen adalah pemilik saham yang menikmati dividen itu, maka pajak yang
dikenakan tidak akan melebihi 15 persen dari jumlah kotor dividen. |
|
Ayat ini tidak
mempengaruhi pemajakan atas keuntungan perusahaan yang dividennya telah
dibayar. |
3.
|
Istilah
"dividen" sebagaimana digunakan dalam pasal ini berarti penghasilan
dari saham-saham, saham-saham, atau hak-hak lainnya yang bukan merupakan
surat-surat piutang, yang berhak atas pembagian laba, maupun penghasilan
lainnya dari hak-hak perseroan yang oleh undang-undang perpajakan Negara di
mana perseroan yang membagikan dividen itu berkedudukan. |
4.
|
Ketentuan-ketentuan
ayat 1 dan 2 tidak akan berlaku apabila pemilik saham yang menikmati dividen,
yang merupakan penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan, melakukan
kegiatan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, di mana perseroan
yang membayarkan dividen itu berkedudukan, melalui suatu bentuk usaha tetap
yang berada di sana, atau menjalankan pekerjaan bebas dengan suatu tempat
usaha tetap yang berada di sana dan pemilikan saham-saham yang menghasilkan
dividen itu mempunyai hubungan yang efektif dengan bentuk saha tetap atau
tempat usaha tetap itu. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya
berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14. |
5.
|
Menyimpang dari
ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini, apabila suatu perseroan
yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan mempunyai bentuk
usaha tetap di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, maka keuntungan bentuk
usaha tetap tersebut dapat dikenakan pajak tambahan di Negara lainnya itu
berdasarkan undang-undangnya, namun pajak tambahan tersebut tidak akan
melebihi 10 persen dari jumlah keuntungan setelah dikurangi dengan pajak
penghasilan dan pajak-pajak lainnya atas penghasilan yang dikenakan di Negara
lain tersebut. |
6.
|
Ketentuan-ketentuan
dari ayat 2 dan 5 Pasal ini tidak akan mempengaruhi ketentuan yang terdapat
dalam setiap kontrak bagi hasil atau kontrak lainnya yang serupa mengenai
sektor minyak dan gas bumi atau sektor pertambangan lainnya yang disetujui
oleh Pemerintah negara pihak pada persetujuan, badan-badan pemerintahnya,
perusahaan minyak dan gas milik negara, atau badan-badan lainnya yang
merupakan penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan. |
7.
|
Apabila suatu
perseroan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan memperoleh
laba atau penghasilan dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan, Negara lain
tersebut tidak boleh mengenakan pajak apapun juga atas dividen yang
dibayarkan oleh perseroan itu, kecuali apabila dividen itu dibayarkan kepada
penduduk Negara pihak lainnya pada Persetujuan atau apabila penguasaan
saham-saham yang menghasilkan dividen itu mempunyai hubungan yang efektif
dengan bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap yang berada di negara lain
tersebut, juga tidak boleh mengenakan pajak atas laba yang tidak dibagikan
sekalipun dividen-dividen yang dibayarkan atau laba yang tidak dibagikan itu
terdiri seluruhnya atau sebagian dari laba atau penghasilan yang berasal dari
negara lain tersebut. |
Pasal
11
BUNGA
BUNGA
1. |
Bunga yang berasal
dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk
Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara pihak
lainnya pada Persetujuan tersebut. |
2. |
Namun demikian,
bunga tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan
tempat bunga itu berasal, dan sesuai dengan perundang-undangan Negara
tersebut, akan tetapi apabila penerima dan pemilik bunga adalah pemberi
pinjaman yang menikmati bunga itu, maka pajak yang dikenakan tidak akan
melebihi 15 persen dari jumlah kotor bunga. Pejabat-pejabat yang berwenang
dari Negara pihak pada Persetujuan akan menetapkan cara penerapan pembatasan ini
melalui persetujuan bersama. |
3. |
Menyimpang dari
ketentuan-ketentuan ayat 2, bunga yang berasal di suatu Negara pihak pada
Persetujuan dan diterima oleh Pemerintah dari Negara pihak lainnya pada
Persetujuan termasuk pemerintah daerahnya, bagian ketatanegaraan, Bank
Sentral, atau setiap institusi keuangan yang dikuasai oleh Pemerintah yang
modalnya secara keseluruhan dikuasai oleh Pemerintah negara pihak lain pada
persetujuan, yang disepakati dari waktu ke waktu diantara pejabat-pejabat
berwenang Negara pihak pada Persetujuan, akan dibebaskan dari pajak di Negara
yang disebut pertama. |
4. |
Istilah
"bunga" yang digunakan dalam Pasal ini berarti penghasilan dari
semua jenis tagihan hutang, baik yang dijamin dengan hipotik maupun yang
tidak dan baik yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun yang tidak dan
khususnya penghasilan dari surat-surat perbendaharaan Negara dan surat-surat
obligasi atau surat-surat hutang, termasuk premi dan hadiah yang terikat pada
surat-surat berharga, obligasi atau surat-surat hutang tersebut, demikian
pula semua penghasilan yang dipersamakan dengan penghasilan yang diperoleh
dari uang yang dipinjamkan berdasarkan undang-undang perpajakan dari
negara-negara dimana penghasilan itu berasal, termasuk bunga atas pembayaran
untuk penjualan dimuka. Pembayaran denda untuk keterlambatan pembayaran tidak
dianggap sebagai bunga sehubungan dengan pasal ini. |
5. |
Ketentuan-ketentuan
ayat 1 sampai ayat 2 tidak akan berlaku apabila pemberi pinjaman yang
menikmati bunga tadi berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan,
melakukankegiatan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan di mana
tempat bunga itu berasal melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada di
sana, atau menjalankan pekerjaan bebas di Negara lainnya melalui suatu tempat
usaha tetap yang berada di sana, dan tagihan hutang yang menghasilkan bunga
itu mempunyai hubungan yang efektif dengan a) bentuk usaha tetap atau tempat
usaha tetap itu atau dengan b) kegiatan-kegiatan usaha seperti dimaksud dalam
Pasal 7 ayat 1 huruf c. Dalam hal demikian, tergantung pada masalahnya,
berlaku ketentuan-ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14. |
6. |
Bunga dianggap
berasal dari suatu Negara pihak pada Persetujuan apabila yang membayarkan
bunga adalah Negara itu sendiri, bagian ketatanegaraannya, pemerintah
daerahnya, atau penduduk Negara tersebut. Namun demikian, apabila orang atau
badan yang membayar bunga itu, tanpa memandang apakah ia penduduk suatu
Negara pihak pada Persetujuan atau tidak, mempunyai bentuk usaha tetap atau
tempat usaha tetap di suatu Negara pihak pada Persetujuan di mana bunga yang
dibayarkan menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap tersebut,
maka bunga itu akan dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan di
mana bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu berada. |
7. |
Jika karena alasan
adanya hubungan istimewa antara pembayar bunga dengan pemilik yang menikmati
bunga atau antara keduanya dengan orang atau badan lain dengan memperhatikan
besarnya tagihan hutang yang menghasilkan bunga itu, jumlah bunga yang
dibayarkan yang melebihi jumlah yang seharusnya disetujui antara pembayar dan
pemilik yang menikmati bunga seandainya hubungan istimewa itu tidak ada, maka
ketentuan-ketentuan Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah yang telah
disetujui tersebut. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut
akan tetap dikenakan pajak sesuai dengan perundang-undangan masing-masing
Negara pihak pada Persetujuan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan
lainnya dalam Persetujuan ini. |
Pasal
12
ROYALTI
ROYALTI
1.
|
Royalti yang berasal
dari Negara pihak pada Persetujuan dan dibayarkan kepada penduduk dari suatu
Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lain
tersebut. |
||
2.
|
Namun demikian,
royalti semacam itu dapat juga dikenakan pajak di Negara pihak pada
Persetujuan dimana royalti tersebut berasal dan sesuai dengan Undang-Undang
Negara tersebut, tetapi apabila penerimaannya adalah pemilik hak yang
menikmati royalti, maka pajak yang dikenakan tidak melebihi 15 % dari jumlah
bruto royalti tersebut. Pihak berwenang dari Negara pihak pada Persetujuan
akan menetapkan cara penerapan pembatasan ini melalui persetujuan bersama. |
||
3
|
Istilah
"royalti" dalam pasal ini berarti pembayaran-pembayaran baik secara
periodik atau tidak, dan dengan nama atau bentuk atau nama apapun yang
mencakup imbalan untuk : |
||
(a) |
penggunaan, atau hak
untuk menggunakan, setiap hak cipta kesusasteraan, kesenian atau karya
ilmiah, patent, pola atau model, rumus atau cara pengolahan yang
dirahasiakan, merk dagang ataupun harta atau hak sejenis lainnya; atau |
||
(b) |
penggunaan, atau hak
untuk menggunakan alat-alat perlengkapan industri, perdagangan atau ilmu
pengetahuan; atau |
||
(c) |
pemberian informasi
dibidang ilmu pengetahuan, teknik, industri atau perdagangan; atau |
||
(d) |
pemberian berbagai
bantuan yang merupakan pelengkap dan tambahan dari setiap harta tak berwujud
tersebut atau hak seperti yang disebut sub ayat (a), setiap perlengkapan
seperti dalam sub ayat (b) atau setiap pengetahuan atau informasi seperti
disebutkan pada sub ayat (c); atau |
||
(e) |
penggunaan atau hak
untuk menggunakan: |
||
(i) |
film-film bioskop;
atau |
||
(ii) |
film-film atau video
yang digunakan dalam hubungannya dengan televisi; atau |
||
(iii) |
pita yang digunakan
dalam hubungannya dengan siaran radio. |
||
|
(f) |
menahan seluruhnya
atau sebagian pembayaran oleh karena adanya penggunaan atau penyediaan
penawaran atau sesuatu kekayaan atau hak yang ditunjuk dalam ayat ini. |
|
4.
|
Ketentuan-ketentuan
ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku, apabila pihak yang memiliki hak menikmati,
yang merupakan penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan, menjalankan
usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan di mana royalti berasal,
melalui suatu bentuk usaha tetap yang berada disana, atau melakukan suatu
pekerjaan bebas di Negara lainnya itu melalui suatu tempat usaha tetap, dan
hak atau harta yang menghasilkan royalti itu mempunyai hubungan yang efektif
dengan (a) bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap itu atau dengan (b)
kegiatan-kegiatan usaha seperti dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1c. Dalam hal
demikian ketentuan Pasal 7 atau Pasal 14 akan berlaku. |
||
5.
|
Royalti dapat
dianggap berasal dari Negara pihak pada Persetujuan apabila pembayarnya
adalah Negara itu sendiri, pemerintah daerah, atau penduduk dari Negara
tersebut. Namun demikian, apabila orang atau badan yang membayarkan royalti
itu, tanpa memandang apakah ia penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan
atau bukan, memiliki bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap di suatu
Negara pihak pada Persetujuan di mana kewajiban membayarroyalti timbul, dan
royalti tersebut menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap
tersebut, maka royalti itu dianggap berasal dari Negara di mana bentuk usaha
tetap atau tempat tetap itu berada. |
||
6.
|
Jika karena alasan
adanya hubungan istimewa antara pembayar dengan pemilik hak yang menikmati
atau antara kedua-duanya dengan orang/badan lain, berkenaan dengan penggunaan
hak atau keterangan yang mengakibatkan pembayaran itu, jumlah royalti yang
dibayarkan itu melebihi jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan
pemilik hak seandainya tidak ada hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan
Pasal ini hanya akan berlaku terhadap jumlah yang disebut terakhir. Dalam hal
demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut akan tetap dikenakan pajak sesuai
dengan perundang-undangan masing-masing Negara pihak pada Persetujuan dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan lainnya dalam Persetujuan ini. |
Pasal
13
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHTANGANAN HARTA
KEUNTUNGAN DARI PEMINDAHTANGANAN HARTA
1 |
Keuntungan yang
diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pemindahtanganan
harta tak gerak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan terletak di Negara
pihak lainnya pada Persetujuan, dapat dikenakan pajak di Negara pihak lainnya
tersebut. |
2 |
Keuntungan dari
pemindahtanganan harta gerak yang merupakan bagian kekayaan suatu bentuk
usaha tetap yang dimiliki oleh perusahaan dari suatu Negara pihak pada
Persetujuan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan atau dari harta gerak
yang merupakan bagian dari suatu tempat usaha tetap yang tersedia bagi penduduk
suatu Negara pihak pada Persetujuan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan
untuk maksud melakukan pekerjaan bebas, termasuk keuntungan dari
pemindahtanganan bentuk usaha tetap itu (tersendiri atau beserta keseluruhan
perusahaan) atau tempat usaha tetap, dapat dikenakan pajak di Negara pihak
lainnya tersebut. |
3 |
Keuntungan yang
diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pemindahtanganan
kapal laut atau pesawat udara yang beroperasi di jalur lalu lintas
internasional atau harta gerak yang menjadi bagian dari operasi kapal laut
atau pesawat udara hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut. |
4 |
Keuntungan yang
diperoleh penduduk suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pemindahtanganan
saham-saham atau setiap hak-hak badan lainnya dalam suatu perusahaan,
kekayaan yang seluruhnya atau terutama terdiri dari harta tak gerak yang
berada di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat dikenakan pajak di
Negara lainnya itu |
5 |
Keuntungan dari
pemindahtanganan saham-saham selain yang disebutkan pada ayat 4, dalam satu
perusahaan yang merupakan penduduk Negara pihak pada Persetujuan dapat
dikenakan pajak di Negara itu. |
6 |
Keuntungan dari
pemindahtanganan harta lainnya, kecuali yang disebut pada ayat-ayat 1, 2, 3,
4 dan 5, hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak pada Persetujuan di mana
orang/badan yang memindahkan harta itu berkedudukan. |
Pasal
14
PEKERJAAN BEBAS
PEKERJAAN BEBAS
1.
|
Penghasilan yang
diperoleh penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan sehubungan dengan
jasa-jasa profesional atau pekerjaan bebas lainnya hanya akan dikenakan pajak
di Negara itu kecuali dalam keadaan-keadaan yang berikut, maka penghasilan
tersebut dapat dikenakan di Negara pihak lain pada Persetujuan : |
|
(a) |
Apabila dia
mempunyai tempat usaha tetap yang tersedia baginya secara teratur di Negara
pihak lain pada Persetujuan guna melaksanakan kegiatan-kegiatannya; dalam hal
itu hanya sebesar pendapatan yang berasal dari tempat tetap itu dapat
dikenakan pajak di Negara pihak lain pada Persetujuan; atau |
|
(b) |
Apabila dia tinggal
di Negara pihak lain pada Persetujuan untuk masa atau masa-masa yang sejumlah
atau yang melebihi 90 hari dalam masa 12 bulan; dalam hal tersebut hanya
penghasilan yang berasal dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di Negara
lain tersebut dapat dikenakan pajak di Negara itu. |
|
2.
|
Istilah
"jasa-jasa profesional" terutama meliputi kegiatan-kegiatan di
bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, pendidikan atau pengajaran
yang dilakukan secara independen, demikian juga pekerjaan-pekerjaan bebas
yang dilakukan oleh para dokter, ahli teknik, ahli hukum, dokter gigi,
arsitek, dan para akuntan. |
Pasal
15
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA
1.
|
Dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 16, 18, 19, dan 20 gaji, upah
danimbalan lainnya yang serupa yang diperoleh penduduk suatu Negara pihak
pada Persetujuan karena pekerjaan dalam hubungan kerja, hanya akan
dikenakan pajak di Negara itu, kecuali pekerjaan tersebut dilakukan di Negara
pihak lainnya pada Persetujuan. Dalam hal demikian, maka imbalan yang
diterima dari pekerjaan dimaksud dapat dikenakan pajak di Negara pihak
lainnya itu.
|
|
2.
|
Menyimpang
dari ketentuan-ketentuan ayat 1, imbalan yang diterima atau diperoleh
penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan dari pekerjaan yang dilakukan
di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, hanya akan dikenakan pajak di
Negara yang disebut pertama apabila :
|
|
(a)
|
penerima
imbalan berada di Negara pihak lainnya itu dalam suatu masa atau masa-masa
yang jumlahnya tidak melebihi 90 hari dalam masa 12 bulan; dan
|
|
(b)
|
imbalan
itu dibayarkan oleh, atau atas nama pemberi kerja yang bukan merupakan
penduduk Negara pihak lainnya tersebut; dan
|
|
(c)
|
imbalan
itu tidak menjadi beban bentuk usaha tetap atau tempat usaha tetap yang
dimiliki oleh pemberi kerja di Negara pihak lain tersebut.
|
|
3.
|
Menyimpang
dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dalam Pasal ini, imbalan yang diperoleh
karena pekerjaan yang dilakukan di atas kapal laut atau pesawat udara yang
dioperasikan dalam jalur lalulintas internasional oleh suatu perusahaan dari
satu Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di Negara
tersebut.
|
Pasal
16
IMBALAN PARA DIREKTUR
IMBALAN PARA DIREKTUR
1.
|
Imbalan para
direktur dan pembayaran-pembayaran serupa lainnya yang diperoleh penduduk
Negara pihak pada Persetujuan dalam kedudukannya sebagai anggota dewan
direktur suatu perseroan atau setiap organ lain yang serupa dari perusahaan
yang berkedudukan di suatu Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat
dikenakan pajak di Negara pihak lainnya tersebut. |
2.
|
Imbalan yang
diterima atau diperoleh seseorang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dari
perusahaan sehubungan dengan melakukan fungsi sehari-hari sebagai pimpinan
atau teknisi dapat dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan pada Pasal 15. |
Pasal
17
PARA ARTIS DAN ATLIT
PARA ARTIS DAN ATLIT
1.
|
Menyimpang dari
ketentuan-ketentuan Pasal 14 dan 15, penghasilan yang diperoleh penduduk dari
Negara pihak pada Persetujuan sebagai penghibur seperti artis teater, film,
radio atau televisi atau pemain musik atau sebagai atlit, dari kegiatan-kegiatan
pribadinya yang dilakukan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan dapat
dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut. |
2.
|
Apabila penghasilan
sehubungan dengan kegiatan-kegiatan pribadi yang dilakukan oleh penghibur
atau atlit tersebut diterima bukan oleh penghibur atau atlit itu sendiri
tetapi oleh orang atau badan lain, menyimpang dari ketentuan-ketentuan Pasal
7, 14 dan 15, maka penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di Negara pihak
pada Persetujuan dimana kegiatan-kegiatan penghibur atau atlit itu dilakukan. |
3.
|
Menyimpang dari
ketentuan-ketentuan ayat 1 dan 2, penghasilan yang diperoleh dari
kegiatan-kegiatan yang disebut dalam ayat 1 yang dilakukan dibawah pengaturan
atau persetujuan kebudayaan antara kedua Negara pihak pada Persetujuan akan dibebaskan
dari pajak di Negara pihak pada Persetujuan tempat dilakukannya kegiatan itu
apabila kunjungan ke negara tersebut sepenuhnya atau sebagian dibiayai oleh
salah satu Negara pihak pada Persetujuan atau kedua-duanya, pemerintah daerah
atau lembaga-lembaga kemasyarakatan. |
Pasal
18
PENSIUN DAN PEMBAYARAN BERKALA
PENSIUN DAN PEMBAYARAN BERKALA
1.
|
Dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan ayat 2 dari Pasal 19, pensiun atau imbalan sejenis
lainnya yang dibayarkan kepada penduduk dari suatu Negara pihak pada
Persetujuan yang bersumber dari Negara pihak lainnya pada Persetujuan
sehubungan dengan pekerjaan atau jasa-jasa dalam hubungan kerja di Negara
pihak lainnya pada Persetujuan di masa lampau dan pembayaran berkala yang
dibayarkan kepada penduduk dari sumber di atas hanya akan dikenakan pajak di
Negara pihak lainnya itu. |
2.
|
Istilah
"pembayaran berkala" berarti suatu jumlah tertentu yang dibayar
secara berkala pada waktu tertentu selama hidup atau selama jangka waktu
tertentu atau masa waktu yang dapat ditentukan karena adanya kewajiban untuk
melakukan pembayaran-pembayaran sebagai imbalan yang memadai dalam bentuk
uang atau yang dapat dinilai dengan uang. |
Pasal
19
PEJABAT PEMERINTAH
PEJABAT PEMERINTAH
1.
|
(a) |
Imbalan, selain dari
pensiun, yang dibayarkan oleh Negara pihak pada Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya
atau pemerintah daerahnya kepada seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang
diberikan kepada Negara tersebut atau bagian ketatanegaraannya atau
pemerintah daerahnya, hanya akan dikenakan pajak di Negara itu. |
|
(b) |
Namun demikian,
imbalan tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak lainnya pada
Persetujuan apabila jasa-jasa tersebut diberikan di Negara pihak lainnya itu
dan orang tersebut adalah penduduk Negara itu yang : |
||
(i) |
merupakan
warganegara dari Negara itu; atau |
||
(ii) |
tidak menjadi
penduduk Negara itu semata-mata hanya untuk maksud memberikan jasa-jasa
tersebut. |
||
2.
|
(a) |
Pensiun yang
dibayarkan oleh, atau dari dana yang dibentuk oleh suatu Negara pihak pada
Persetujuan atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya kepada
seseorang sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikannya kepada Negara itu
atau bagiannya atau pemerintahnya hanya akan dikenakan pajak di Negara itu. |
|
(b) |
Namun demikian,
pensiun tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara pihak lainnya pada Persetujuan
bilamana orang tersebut adalah penduduk dan warga negara dari Negara pihak
lainnya itu. |
||
3.
|
Ketentuan-ketentuan
dalam Pasal-pasal 15, 16 dan 18 akan berlaku terhadap imbalan dan pensiun
dari jasa-jasa yang diberikan sehubungan dengan usaha yang dijalankan oleh
suatu Negara pihak pada Persetujuan, bagian ketatanegaraannya atau pemerintah
daerahnya. |
Pasal
20
GURU DAN PENELITI
Seseorang yang sebelum
kunjungan ke suatu Negara pihak pada Persetujuan adalah penduduk Negara pihak
lainnya pada Persetujuan dan yang atas undangan dari Pemerintah Negara pihak
pada Persetujuan yang disebut pertama atau universitas, akademi, sekolah,
musium atau lembaga kebudayaan lainnya dari Negara pihak pada Persetujuan yang
disebut pertama atau melalui pertukaran kebudayaan resmi, yang berada di Negara
pihak pada Persetujuan itu untuk masa tidak lebih dari dua tahun berturut-turut
untuk tujuan mengajar, memberikan kuliah atau melakukan penelitian di lembaga
dimaksud akan dibebaskan dari pengenaan pajak di Negara pihak pada Persetujuan
itu atas pembayaran untuk kegiatan tersebut, asalkan pembayaran yang
diperolehnya berasal dari luar Negara pihak pada Persetujuan itu.GURU DAN PENELITI
Pasal
21
SISWA DAN PEMAGANG
SISWA DAN PEMAGANG
1.
|
Pembayaran-pembayaran
yang diterima oleh siswa atau pemagang yang merupakan penduduk atau segera
sebelum mengunjungi suatu Negara pihak pada Persetujuan merupakan penduduk
suatu Negara pihak lainnya pada Persetujuan dan berada di Negara yang
disebutkan pertama semata-mata untuk mengikuti pendidikan atau latihan, yang
diterima semata-mata untuk keperluan hidup, pendidikan atau latihan tidak
dikenakan pajak di Negara yang disebutkan pertama, sepanjang
pembayaran-pembayaran tersebut berasal dari sumber di luar Negara tersebut. |
2.
|
Sehubungan dengan
hibah-hibah, bea-bea siswa dan imbalan dari pekerjaan yang tidak dicakup
dalam ayat 1, seorang siswa atau pemagang yang disebutkan dalam ayat 1,
sebagai tambahan, berhak selama masa pendidikan atau pelatihan semacam itu
diberikan pengecualian-pengecualian yang sama, keringanan atau pengurangan
yang menyangkut pajak-pajak yang dikenakan terhadap penduduk-penduduk dari
Negara pihak pada Persetujuan yang ia kunjungi. |
Pasal
22
PENGHASILAN LAINNYA
Bagian-bagian dari
penghasilan seorang penduduk Negara pihak pada Persetujuan yang tidak jelas
disebutkan pada Pasal sebelumnya dari Persetujuan ini hanya dapat dikenakan
pajak di Negara itu, apabila penghasilan tersebut berasal dari sumber-sumber di
Negara pihak lain pada Persetujuan maka bisa juga dikenakan pajak di Negara
lain.PENGHASILAN LAINNYA
Pasal
23
METODE PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
METODE PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
1.
|
Apabila seorang
penduduk dari suatu Negara pihak pada Persetujuan memperoleh penghasilan dari
Negara pihak lainnya pada Persetujuan, jumlah pajak yang terutang di Negara
pihak lainnya pada Persetujuan berkenaan dengan penghasilannya tersebut
sesuai dengan ketentuan persetujuan ini, dapat dikreditkan terhadap pajak di
Negara Persetujuan yang disebut pertama yang dikenakan terhadap orang
tersebut. Namun jumlah kredit itu tidak boleh melebihi jumlah pajak di Negara
yang disebut pertama atas penghasilan yang dihitung sesuai dengan
undang-undang pajak dan peraturan-peraturan Negara tersebut. |
2.
|
Apabila menurut
ketentuan pada Persetujuan ini, penghasilan yang diperoleh penduduk satu
Negara pihak pada Persetujuan dari Negara pihak lain pada Persetujuan, maka
Negara lain tersebut dalam menghitung jumlah sisa pajak penghasilan penduduk
itu memperhatikan penghasilan yang telah dibebaskan. |
3.
|
Untuk maksud ayat 1
pasal ini, Pajak Penghasilan yang dibayar di Negara pihak lain pada Persetujuan
oleh seorang penduduk satu Negara pihak pada Persetujuan yang menyangkut laba
perusahaan yang diperoleh melalui satu bentuk usaha tetap yang terletak di
Negara lain akan dianggap termasuk setiap jumlah pajak yang terhutang dari
pajak Negara pihak lain pada Persetujuan untuk tahun tertentu, tetapi untuk
pembebasan atau pengurangan pajak untuk tahun itu, sebagai akibat penerapan
ketentuan-ketentuan Undang-Undang Negara pihak lain pada Persetujuan
dimaksudkan untuk memperpanjang batas waktu insentif-pajak, untuk
mengembangkan penanaman modal asing bagi tujuan-tujuan pembangunan. |
4.
|
Untuk maksud ayat 1
pasal ini, pajak yang dibayar Negara pihak lain pada Persetujuan atas dividen
dimana pasal 10 ayat 2 berlaku, dan atas royalti dimana pasal 12 ayat 2 berlaku,
masing-masing dianggap dikenakan 15 % atas jumlah bruto dividen, 15 % atas
jumlah bruto bunga dan 15 % atas jumlah bruto royalti. |
Pasal
24
NON-DISKRIMINASI
NON-DISKRIMINASI
1. |
Warganegara dari
suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan dikenakan pajak atau kewajiban
apapun sehubungan dengan pengenaan pajak di Negara pihak lainnya pada
Persetujuan, yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pengenaan pajak
dankewajiban-kewajiban pihak, yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap
warganegara dari Negara pihak lainnya dalam keadaan yang sama. |
2. |
Pengenaan pajak atas
bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh suatu perusahaan dari Negara pihak pada
Persetujuan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, tidak akan dilakukan
dengan cara yang kurang menguntungkan dibandingkan dengan pengenaan pajak
atas perusahaan-perusahaan yang menjalankan kegiatan-kegiatan yang sama di
Negara pihak lainnya itu. Ketentuan ini tidak dapat ditafsirkan sebagai
mewajibkan suatu Negara pihak pada Persetujuan untuk memberikan kepada penduduk
Negara pihak lainnya pada Persetujuan suatu potongan pribadi,
keringanan-keringanan dan pengurangan-pengurangan untuk kepentingan pengenaan
pajak berdasarkan status sipil atau tanggung jawab keluarga seperti yang
diberikan kepada penduduknya sendiri. |
3. |
Perusahaan di suatu
Negara pihak pada Persetujuan, yang modalnya sebagian atau seluruhnya
dimiliki atau dikuasai baik langsung atau tidak langsung oleh penduduk dari
Negara pihak lainnya pada Persetujuan, tidak akan dikenakan pajak atau
kewajiban apapun yang berkaitan dengan pengenaan pajak di Negara yang disebut
pertama yang berlainan atau lebih memberatkan daripada pengenaan pajak dan
kewajiban-kewajiban dimaksud yang dikenakan atau dapat dikenakan terhadap
perusahaan-perusahaan lainnya yang serupa di Negara yang disebut pertama. |
4.
|
Kecuali
dimana ketentuan Pasal 9 ayat 1, Pasal 11 ayat 8 atau Pasal 12 ayat 6
berlaku, bunga, royalti dan pembayaran-pembayaran lain yang dibayarkan oleh
perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan kepada penduduk Negara pihak
lainnya pada Persetujuan dalam menentukan laba yang dapat dikenakan pajak
atas perusahaan semacam itu akan dapat dikurangkan dibawah kondisi yang sama
apabila hal itu dibayarkan kepada penduduk dari Negara yang disebut pertama.
|
5.
|
Tidak
satu halpun dalam Pasal ini akan dianggap sebagai mengharuskan masing-masing
Negara pihak pada Persetujuan untuk memberikan kepada perseorangan yang bukan
merupakan penduduk di Negara itu setiap kerugian pribadi, pengampunan dan
pengurangan untuk tujuan-tujuan perpajakan yang diberikan kepada perorangan
penduduk tersebut.
|
6.
|
Istilah
"pajak" dalam Pasal ini berarti pajak-pajak yang menjadi pokok pada
Persetujuan ini.
|
Pasal
25
TATA CARA PERSETUJUAN BERSAMA
TATA CARA PERSETUJUAN BERSAMA
1. |
Apabila seseorang
yang merupakan penduduk satu Negara pihak pada Persetujuan menilai tindakan
pihak yang berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan mengakibatkan
atau akan mengakibatkan tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan perpajakan
dalam Persetujuan ini, maka dia, tanpa memandang kerugian-kerugian yang ada
pada Undang-Undang Perpajakan Negara-negara tersebut menyerahkan masalahnya
kepada pejabat-pejabat yang berwenang Negara pihak pada Persetujuan dimana
orang tersebut merupakan penduduk. Masalah tersebut harus diserahkan dalam
waktu 3 (tiga) tahun sejak pemberitahuan pertama atas tindakan perpajakan
yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini. |
2. |
Apabila keberatan
yang diajukan itu cukup beralasan untuk diselesaikan dan apabila atas masalah
itu tidak dapat ditemukan suatu penyelesaian yang memuaskan, pejabat yang
berwenang harus berusaha menyelesaikan masalah itu melalui persetujuan
bersama dengan pejabat yang berwenang dari Negara pihak lainnya pada
Persetujuan, dengan tujuan untuk menghindarkan pengenaan pajak yang tidak sesuai
dengan Persetujuan ini. |
3. |
Pejabat-pejabat yang
berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan melalui suatu persetujuan
bersama harus berusaha untuk menyelesaikan setiap kesulitan atau
keragu-raguan yang timbul dalam penafsiran atau penerapan Persetujuan ini.
Mereka dapat juga berkonsultasi bersama untuk mencegah pengenaan pajak
berganda dalam hal tidak diatur dalam Persetujuan. |
4. |
Pejabat-pejabat yang
berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan dapat berhubungan langsung
satu sama lain untuk mencapai persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat-ayat
sebelumnya. Pejabat-pejabat yang berwenang, melalui konsultasi akan
mengembangkan prosedur bilateral, kondisi cara-cara dan tehnik yang wajar
untuk pelaksanaan prosedur persetujuan kedua belah pihak yang ada dalam Pasal ini. |
Pasal
26
PERTUKARAN INFORMASI
PERTUKARAN INFORMASI
1. |
Pejabat-pejabat yang
berwenang dari kedua Negara pihak pada Persetujuan akan melakukan tukar
menukar informasi yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan
dalam Persetujuan ini atau untuk melaksanakan Undang-Undang nasional Negara
masing-masing mengenai pajak-pajak yang dicakup dalam Persetujuan, sepanjang
pengenaan pajak menurut undang-undang Negara yang bersangkutan tidak
bertentangan dengan Persetujuan ini, khususnya untuk mencegah terjadinya
penggelapan atau penyelundupan pajak. Pertukaran informasi tidak dibatasi
oleh ketentuan Pasal 1. Setiap informasi yang diterima oleh suatu Negara
pihak pada Persetujuan harus dijaga kerahasiannya dengan cara yang sama
seperti apabila informasi itu diperoleh berdasarkan perundang-undangan
nasional Negara tersebut. Bagaimanapun, informasi yang dianggap rahasia itu
hanya dapat diungkapkan kepada orang atau badan atau pejabat-pejabat
(termasuk pengadilan dan badan-badan administratif) yang berkepentingan dalam
penetapan atau penagihan pajak, pelaksanaan undang-undang atau penuntutan,
atau dalam memutuskan keberatan berkenaan dengan pajak-pajak yang dicakup
dalam Persetujuan ini. Orang atau badan atau para pejabat tersebut hanya
boleh memberikan informasi itu untuk maksud tersebut di atas, namun demikian
dapat juga mengungkapkan informasi itu dalam pengadilan umum atau dalam
pembuatan keputusan-keputusan pengadilan. Pejabat-pejabat yang berwenang
melalui konsultasi akan mengembangkan kondisi-kondisi, metode-metode dan
tehnik-tehnik yang sesuai menyangkut masalah-masalah pertukaran informasi
yang akan dibuat, termasuk pertukaran informasi mengenai penghindaran pajak. |
|
2. |
Bagaimanapun juga
Ketentuan-ketentuan ayat (1) sama sekali tidak dapat ditafsirkan sedemikian
rupa sehingga membebankan kepada Negara pihak pada Persetujuan kewajiban
untuk: |
|
(a) |
melaksanakan
tindakan-tindakan administratif yang bertentangan dengan perundang-undangan
atau praktek administrasi yang berlaku di Negara itu atau di Negara pihak
lainnya pada Persetujuan; |
|
(b) |
memberikan informasi
yang tidak mungkin diperoleh berdasarkan perundang-undangan atau dalam
praktek administrasi yang lazim di Negara tersebut atau di Negara pihak
lainnya pada Persetujuan; |
|
(c) |
memberikan informasi
yang mengungkapkan rahasia apapun dibidang perdagangan, usaha, industri,
perniagaan atau keahlian, atau tata cara perdagangan atau informasi lainnya
yang pengungkapannya bertentangan dengan kebijaksanaan Negara. |
Pasal
27
PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER
Persetujuan ini tidak
akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang fiskal dari anggota-anggota misi
diplomatik dan konsuler berdasarkan peraturan-peraturan umum hukum
internasional atau berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu persetujuan
khusus.PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER
Pasal
28
BANTUAN PEMUNGUTAN
BANTUAN PEMUNGUTAN
1.
|
Masing-masing Negara
pihak pada Persetujuan akan berusaha atas nama Negara pihak lain untuk
memungut pajak yang dikenakan Negara itu hingga akan memastikan bahwa setiap
pembebasan atau pengurangan tarif pajak yang diberikan dalam Persetujuan ini
oleh Negara pihak lain pada Persetujuan, tidak akan dinikmati oleh orang yang
tidak berhak untuk mendapatkan fasilitas tersebut. Pihak berwenang Negara
pihak pada Persetujuan dapat berkonsultasi bersama untuk maksud tercapainya
Pasal ini. |
2.
|
Bagaimanapun juga
pasal ini tidak dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membebankan kepada
Negara pihak pada Persetujuan kewajiban untuk melaksanakan tindakan
administrasi yang bertentangan dengan peraturan-peraturan dan praktek-praktek
masing-masing Negara pihak pada Persetujuan yang akan berlawanan dengan
kedaulatan keamanan atau kebijaksanaan umum, Negara Pihak pada Persetujuan
yang disebut pertama. |
Pasal
29
BERLAKUNYA PERSETUJUAN
BERLAKUNYA PERSETUJUAN
1.
|
Masing-masing
Negara pihak pada Persetujuan akan saling memberitahukan satu dengan yang
lain dengan tertulis melalui jalur diplomatik, penyelesaian prosedur yang
dikehendaki oleh Undang-Undang mengenai masa berlakunya Persetujuan ini.
Persetujuan ini akan berlaku pada tanggal pemberitahuan yang terakhir.
|
||
2.
|
Persetujuan
ini mulai berlaku :
|
||
(a)
|
di
Indonesia :
|
||
(i)
|
mengenai
pajak yang dipotong pada sumber penghasilan pada atau setelah tanggal 1
Januari tahun takwim berikutnya setelah tahun berlakunya Persetujuan ini, dan
|
||
(ii)
|
mengenai
pajak-pajak lain atas penghasilan untuk tahun-tahun pajak pada atau setelah
tanggal 1 Januari tahun takwim yang berikut setelah tahun berlakunya
persetujuan ini.
|
||
(b)
|
di
Vietnam :
|
||
(i)
|
mengenai
pajak yang dipotong pada sumber penghasilan, sehubungan dengan jumlah pajak yang
dibayar pada tanggal atau setelah 1 Januari tahun takwim berikutnya
setelah persetujuan ini berlaku, dan dalam tahun-tahun takwim berikutnya.
|
||
(ii)
|
mengenai
pajak-pajak Vietnam yang lain, yang berhubungan dengan penghasilan, laba atau
perolehan yang timbul dalam tahun takwim berikutnya setelah Persetujuan
berlaku dan dalam tahun-tahun takwim berikutnya.
|
Pasal
30
BERAKHIRNYA PERSETUJUAN
Persetujuan ini akan
tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu Negara pihak pada Persetujuan.
Masing-masing Negara pihak pada Persetujuan dapat mengakhiri berlakunya
Persetujuan ini, melalui saluran-saluran diplomatik, dengan menyampaikan
pemberitahuan tertulis tentang berakhirnya Persetujuan pada atau sebelum
tanggal tigapuluh bulan Juni setiap tahun takwim berikutnya setelah jangka
waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya Persetujuan.BERAKHIRNYA PERSETUJUAN
Dalam hal demikian, Persetujuan ini akan tidak berlaku lagi :
(a) |
di Indonesia : |
|
(i) |
mengenai pajak yang
dipotong pada sumber penghasilan pada atau setelah tanggal 1 Januari tahun
takwim yang berikutnya setelah pemberitahuan tidak berlakunya persetujuan. |
|
(ii) |
mengenai pajak-pajak
lain yang menyangkut penghasilan, untuk tahun pajak yang dimulai pada atau
setelah tanggal 1 Januari tahun takwim yang berikut setelah pemberitahuan tidak
berlakunya Persetujuan. |
|
(b) |
di Vietnam : |
|
(i) |
mengenai pajak yang
dipotong pada sumber penghasilan, untuk penghasilan yang dibayarkan pada
tanggal atau setelah 1 Januari tahun takwim berikutnya setelah pemberitahuan
tidak berlakunya Persetujuan dan disetiap tahun-tahun takwim selanjutnya; |
|
(ii) |
mengenai
pajak-pajak Vietnam yang lain, yang menyangkut penghasilan laba atau
perolehan yang timbul dalam tahun takwim yang berikut setelah pemberitahuan
tidak berlakunya Persetujuan, dan disetiap tahun-tahun takwim selanjutnya. |
DIBUAT di HANOI pada tanggal 22 DESEMBER 1997 dalam bahasa Indonesia, Vietnam dan Inggris. Ketiga naskah mempunyai kekuatan hukum yang sama. Dalam hal terjadi perbedaan penafsiran pada naskah Vietnam dan Indonesia, naskah dalam bahasa Inggris akan digunakan.
UNTUK
PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA ttd MOHAMMAD MA'RUF DUTA BESAR LUAR BIASA DAN BERKUASA PENUH |
UNTUK
PEMERINTAH
REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM ttd NGUYEN SINH HUNG MENTERI KEUANGAN |
Comments
Post a Comment