PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH AMERIKA SERIKAT UNTUK PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK YANG BERKENAAN DENGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN


PERJANJIAN ANTARA
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
DAN
PEMERINTAH AMERIKA SERIKAT
UNTUK PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK YANG BERKENAAN DENGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Amerika Serikat, berhasrat untuk mengadakan suatu perjanjian untuk penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak yang berkenaan dengan pajak atas penghasilan, telah menyetujui sebagai berikut:
Pasal 1
ORANG DAN BADAN YANG DICAKUP DALAM PERJANJIAN
Perjanjian ini berlaku terhadap orang dan badan yang menjadi penduduk salah satu atau kedua Negara Pihak pada Perjanjian.
Pasal 2
PAJAK-PAJAK YANG DICAKUP DALAM PERJANJIAN
(1) Perjanjian ini diterapkan terhadap pajak-pajak yang berlaku sekarang ini, yaitu:

(a) Dalam hal Indonesia, pajak penghasilan yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Tahun 1984, Pajak Perseroan Tahun 1925, dan Pajak atas Bunga, Dividen, dan Royalti Tahun 1970.

(b) Dalam hal Amerika Serikat, pajak penghasilan yang dikenakan berdasarkan Internal Revenue Code (undang-undang pajak Amerika Serikat) namun tidak termasuk the accumulated earnings tax (sanksi perpajakan atas penumpukan laba), the personal holding company tax (pajak yang dikenakan terhadap perusahaan yang lebih dari 50% (lima puluh persen) nilai sahamnya dimiliki oleh lima atau kurang dari lima orang pribadi), dan sosial security taxes (pajak yang digunakan untuk membiayai jaminan sosial).
(2) Perjanjian ini berlaku pula terhadap pajak-pajak yang serupa atau yang pada dasarnya sama yang diberlakukan kemudian sebagai tambahan terhadap, atau sebagai pengganti dari, pajak-pajak yang berlaku sekarang ini.
Pasal 3
PENGERTIAN UMUM
(1) Kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, untuk kepentingan Perjanjian ini:

(a) Istilah "Indonesia" meliputi wilayah Republik Indonesia dan perairan di sekitarnya di mana Republik Indonesia memiliki kedaulatan, hak-hak kedaulatan, atau yurisdiksi (kewenangan untuk mengatur) sesuai dengan ketentuan-ketentuan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea).

(b) Istilah "Amerika Serikat," jika digunakan dalam pengertian geografis, meliputi wilayah negara-negara bagiannya, Distrik Columbia, dan setiap wilayah daratan dan lautan di mana Amerika Serikat memiliki kedaulatan, hak-hak kedaulatan, atau hak-hak lain sesuai dengan hukum internasional.

(c) Istilah "Negara Pihak pada Perjanjian" dan "Negara Pihak lainnya pada Perjanjian" berarti Indonesia atau Amerika Serikat, tergantung dari hubungan kalimatnya.

(d) Istilah "orang/badan" mencakup orang pribadi, persekutuan (partnership), perusahaan, warisan yang belum terbagi (estate), perwalian (trust), atau kumpulan-kumpulan lain dari orang-orang dan/atau badan-badan.

(e) Istilah "perusahaan" berarti setiap badan hukum atau lembaga lainnya yang untuk tujuan perpajakan diperlakukan sebagai badan hukum.

(f) Istilah "pejabat yang berwenang" berarti:


(i) Dalam hal Indonesia, Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah, dan


(ii) Dalam hal Amerika Serikat, Menteri Keuangan atau wakilnya yang sah.

(g) Istilah "Pajak Indonesia" berarti pajak yang dikenakan oleh Pemerintah Indonesia di mana Perjanjian ini dapat diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan istilah "Pajak Amerika Serikat" berarti pajak yang dikenakan oleh Pemerintah Amerika Serikat di mana Perjanjian ini dapat diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

(h) Istilah "jalur internasional" berarti setiap pengangkutan dengan kapal laut atau pesawat udara, kecuali jika kapal laut atau pesawat udara tersebut semata-mata dioperasikan di antara tempat-tempat di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian.
(2) Istilah-istilah lain yang tidak didefinisikan namun digunakan dalam Perjanjian ini, kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, mempunyai arti yang sesuai dengan perundang-undangan Negara Pihak pada Perjanjian yang akan menetapkan pajak. Menyimpang dari ketentuan tersebut, jika arti dari suatu istilah menurut perundang-undangan salah satu Negara Pihak pada Perjanjian berbeda dengan arti menurut perundang-undangan Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, atau jika arti dari suatu istilah tersebut tidak dapat segera ditentukan menurut perundang-undangan salah satu Negara Pihak pada Perjanjian, maka pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian tersebut, untuk mencegah pengenaan pajak berganda atau untuk tujuan lain dari Perjanjian ini, dapat menetapkan arti umum dari suatu istilah tersebut untuk kepentingan Perjanjian ini.
Pasal 4
TEMPAT KEDUDUKAN
(1) Dalam Perjanjian ini, istilah "penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian" berarti setiap orang/badan, yang menurut perundang-undangan Negara tersebut, dapat dikenakan pajak di Negara tersebut berdasarkan domisili, tempat kediaman, tempat pendirian, tempat kedudukan manajemen, atau dasar lainnya yang sifatnya serupa. Untuk kepentingan perpajakan Amerika Serikat, dalam hal partnership, estate, atau trust, istilah "penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian" ini hanya berlaku sepanjang penghasilan yang diperoleh partnership, estate, atau trust tersebut dapat dikenakan pajak Amerika Serikat sebagaimana penghasilan yang diperoleh penduduk, baik penghasilan tersebut ada di tangannya maupun penghasilan tersebut ada di tangan pihak lain (partners atau beneficiaries).
(2) Jika berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) orang pribadi menjadi penduduk di kedua Negara Pihak pada Perjanjian, maka:

(a) ia akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia mempunyai tempat tinggal tetap. Apabila ia mempunyai tempat tinggal tetap di kedua Negara Pihak pada Perjanjian atau sama sekali tidak mempunyai tempat tinggal tetap di salah satu Negara tersebut, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia mempunyai hubungan-hubungan pribadi dan ekonomi yang lebih erat (tempat yang menjadi pusat perhatiannya);

(b) jika Negara Pihak pada Perjanjian yang menjadi pusat perhatiannya tidak dapat ditentukan, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia mempunyai tempat yang biasa ia gunakan untuk berdiam;

(c) jika ia mempunyai tempat kebiasaan berdiam di kedua Negara Pihak pada Perjanjian atau dama sekali tidak mempunyainya di salah satu Negara tersebut, ia akan dianggap sebagai penduduk Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia menjadi warga negara; dan

(d) jika ia menjadi warga negara dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian atau sama sekali tidak menjadi warga negara salah satu Negara tersebut, maka pejabat-pejabat yang berwenang dari Negara Pihak pada Perjanjian akan menyelesaikan masalahnya berdasarkan persetujuan bersama.
(3) Untuk kepentingan ayat ini, tempat tinggal tetap adalah tempat di mana orang pribadi menetap bersama keluarganya.

Orang pribadi yang dianggap sebagai penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dan bukan sebagai penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat (2) hanya akan dianggap sebagai penduduk Negara yang disebutkan pertama untuk keperluan Perjanjian ini, termasuk Pasal 28 (Ketentuan-Ketentuan Umum Perpajakan).
(4) Apabila berdasarkan ketentuan-ketentuan ayat (1) suatu perusahaan menjadi penduduk pada kedua Negara Pihak pada Perjanjian, maka perusahaan tersebut akan dianggap sebagai penduduk Negara di mana perusahaan tersebut dikelola atau didirikan.
Pasal 5
BENTUK USAHA TETAP
(1) Untuk kepentingan Perjanjian ini, istilah "bentuk usaha tetap" berarti suatu tempat usaha tetap di mana seluruh atau sebagian usaha penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dijalankan.
(2) Istilah "bentuk usaha tetap" meliputi namun tidak terbatas pada:

(a) suatu tempat kedudukan manajemen;

(b) suatu cabang;

(c) suatu kantor;

(d) suatu pabrik;

(e) suatu bengkel;

(f) suatu pertanian atau perkebunan;

(g) suatu gudang;

(h) suatu tambang, sumur minyak atau gas, tempat penggalian, atau tempat pengambilan sumber daya alam lainnya;

(i) suatu bangunan atau konstruksi atau perakitan atau proyek instalasi, atau kegiatan pengawasan yang berhubungan dengannya, atau suatu instalasi atau anjungan pengeboran atau kapal yang digunakan untuk eksplorasi atau untuk mengeluarkan sumber daya alam, yang ada atau berlangsung untuk suatu masa lebih dari 120 (seratus dua puluh) hari;

(j) pemberian jasa-jasa, termasuk jasa konsultasi, melalui pegawai atau orang lain untuk tujuan tersebut, namun hanya jika kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung (untuk proyek yang sama atau yang berhubungan) lebih dari 120 (seratus dua puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, sepanjang tidak terdapat suatu bentuk usaha tetap pada tahun pajak di mana jasa-jasa tersebut dilakukan di Negara tersebut untuk suatu masa atau masa-masa yang keseluruhannya kurang dari 30 (tiga puluh) hari pada tahun pajak itu.
(3) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat (1) dan (2), suatu bentuk usaha tetap tidak dianggap ada sehubungan dengan hal-hal berikut:

(a) penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk menyimpan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik penduduk;

(b) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik penduduk semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;

(c) pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik penduduk semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh pihak lain;

(d) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk melakukan pembelian barang-barang atau barang dagangan, atau untuk mengumpulkan informasi, bagi keperluan penduduk;

(e) pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata untuk tujuan periklanan, penyediaan informasi, riset ilmiah, atau untuk kegiatan-kegiatan serupa yang bersifat sebagai kegiatan persiapan atau kegiatan penunjang, bagi keperluan penduduk.
(4) Orang/badan yang bertindak di salah satu Negara Pihak pada perjanjian atas nama penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, selain agen yang mempunyai kedudukan bebas di mana ayat (5) berlaku, akan dianggap sebagai suatu bentuk usaha tetap di Negara yang disebut pertama jika orang/badan tersebut:

(a) di Negara yang disebutkan pertama, mempunyai dan biasa menjalankan wewenang untuk menutup kontrak-kontrak atas nama penduduk tersebut, kecuali kegiatan tersebut hanya terbatas pada hal yang dimaksud dalam ayat (3) yang, jika dilakukan melalui suatu tempat usaha tetap, tidak akan membuat tempat usaha tetap tersebut menjadi suatu bentuk usaha tetap berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam ayat tersebut; atau

(b) di Negara yang disebut pertama, tidak memiliki wewenang semacam itu, namun biasa mengurus suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik penduduk tersebut di mana ia secara teratur memenuhi pesanan-pesanan atau melakukan pengiriman atas nama penduduk tersebut dan kegiatan-kegiatan tambahan yang dilakukan di Negara tersebut atas nama penduduk tersebut telah memberikan kontribusi terhadap penjualan barang-barang atau barang dagangan tadi.
(5) Penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian tidak akan dianggap mempunyai suatu bentuk usaha di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian hanya semata-mata karena penduduk tersebut menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian melalui makelar, komisioner umum, atau agen lainnya yang mempunyai kedudukan bebas, di mana makelar atau agen tersebut bertindak sesuai dengan kelaziman dalam usahanya.
(6) Bahwa suatu perusahaan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian menguasai atau dikuasai oleh perusahaan yang merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atau menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya tersebut (baik melalui suatu bentuk usaha tetap maupun dengan suatu cara lain), tidak dengan sendirinya mengakibatkan salah satu dari perusahaan tersebut merupakan bentuk usaha tetap dari perusahaan lainnya.
(7) Perusahaan asuransi yang merupakan penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian, selain yang berkenaan dengan reasuransi, akan dianggap mempunyai suatu bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian jika perusahaan tersebut memungut premi atau menanggung risiko di wilayah Negara Pihak lainnya tersebut melalui orang/badan selain yang dijelaskan dalam ayat (5).
Pasal 6
PENGHASILAN DARI HARTA TIDAK BERGERAK
(1)
Penghasilan dari harta tidak bergerak, termasuk penghasilan yang diperoleh dari pertambangan, sumur-sumur minyak atau gas, penggalian, atau sumber daya alam lainnya dan laba yang diperoleh dari penjualan, pertukaran, atau bentuk lain pengalihan harta tidak bergerak tersebut atau hak yang menimbulkan penghasilan tadi, dapat dikenakan pajak oleh Negara Pihak pada Perjanjian di mana harta tidak bergerak, pertambangan, sumur-sumur minyak atau gas, penggalian, atau sumber daya alam lainnya terletak. Untuk kepentingan Perjanjian ini, bunga atas utang yang dijamin oleh harta tidak bergerak atau oleh hak yang menimbulkan penghasilan yang berhubungan dengan kegiatan pertambangan, penggalian, atau sumber daya alam lainnya tidak akan dianggap sebagai penghasilan dari harta tidak bergerak.
(2)
Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) berlaku terhadap penghasilan yang diperoleh dari hak pemanfaatan (usufruct), penggunaan secara langsung, penyewaan, atau bentuk lain penggunaan harta tidak bergerak.
(3)
Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan (2) berlaku pula terhadap penghasilan dari harta tidak bergerak suatu perusahaan dan terhadap penghasilan dari harta tidak bergerak yang dipergunakan untuk menjalankan pekerjaan bebas.
Pasal 7
SUMBER PENGHASILAN
Untuk kepentingan Perjanjian ini:
(1)
Dividen yang dibayarkan oleh penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dianggap sebagai penghasilan yang bersumber di Negara tersebut.
(2)
Bunga akan dianggap sebagai penghasilan yang bersumber di suatu Negara Pihak pada Perjanjian hanya apabila yang membayarkan bunga tersebut adalah Negara itu sendiri, bagian ketatanegaraannya, pemerintah daerahnya, atau penduduk Negara Pihak pada Perjanjian tersebut. Namun demikian, apabila orang/badan yang membayar bunga tersebut (tanpa memandang apakah orang/badan tersebut merupakan penduduk Negara Pihak pada Perjanjian atau tidak) memiliki suatu bentuk usaha tetap di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dan bunga yang dibayarkan menjadi beban bentuk usaha tetap tersebut, maka bunga tersebut akan dianggap bersumber di Negara Pihak pada Perjanjian di mana bentuk usaha tetap tersebut berada.
(3)
Royalti, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 13 (Royalti) ayat (3), sehubungan dengan penggunaan, atau hak untuk menggunakan, barang atau hak-hak sebagaimana disebutkan dalam ayat tadi yang berada di suatu Negara Pihak pada Perjanjian akan diperlakukan sebagai penghasilan yang bersumber di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut.
(4)
Penghasilan dari harta tidak bergerak, termasuk penghasilan dari kegiatan pertambangan, sumur minyak, penggalian, atau sumber daya alam lainnya (termasuk keuntungan yang diperoleh dari penjualan harta tidak bergerak atau hak yang menimbulkan penghasilan tersebut), akan diperlakukan sebagai penghasilan yang bersumber di suatu Negara Pihak pada Perjanjian hanya jika harta tidak bergerak tersebut terletak di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut.
(5)
Penghasilan dari penyewaan harta gerak berwujud, selain kapal atau pesawat udara atau peti kemas yang digunakan dalam jalur internasional, akan dianggap sebagai penghasilan yang bersumber di suatu Negara Pihak pada Perjanjian hanya jika harta gerak berwujud tersebut terletak di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut.
(6)
Penghasilan yang diterima oleh orang pribadi karena pekerjaan atau pemberian jasa-jasa pribadi yang dilakukannya, baik itu sebagai pegawai atau pekerja bebas, akan diperlakukan sebagai penghasilan yang bersumber di suatu Negara Pihak pada Perjanjian hanya sepanjang jasa-jasa tersebut dilakukan di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut. Penghasilan dari jasa-jasa pribadi yang dilakukan diatas kapal atau pesawat udara yang dioperasikan oleh penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dalam jalur internasional akan diperlakukan sebagai penghasilan yang bersumber di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut jika jasa-jasa tersebut dilakukan oleh anggota dari awak kapal atau awak pesawat udara tersebut. Untuk kepentingan ayat ini, penghasilan dari pekerjaan atau jasa-jasa pribadi mencakup pensiun [sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 21 (Pensiun Swasta dan Pembayaran Berkala) ayat (4)] yang dibayarkan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa-jasa tersebut. Menyimpang dari ketentuan-ketentuan sebelumnya dari ayat ini, imbalan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 22 (Pembayaran Jaminan Sosial) akan diperlakukan di suatu Negara Pihak pada Perjanjian hanya jika imbalan tersebut dibayarkan oleh atau dari dana-dana publik dari Negara tersebut atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya.
(7)
Penghasilan dari penjualan, pertukaran, atau bentuk lain pengalihan harta sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 14 (Keuntungan dari Pengalihan Harta) ayat (1) (a) atau (b) akan diperlakukan sebagai penghasilan yang bersumber di Indonesia atau Amerika Serikat, tergantung pada masalahnya.
(8)
Menyimpang dari ayat (1) sampai (6), laba usaha yang diterima oleh penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dari bentuk usaha tetap yang dimilikinya di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, termasuk penghasilan yang diperoleh dari harta tidak bergerak dan sumber daya alam dan dividen, bunga, royalti [sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 13 (Royalti) ayat (3)], dan keuntungan dari pengalihan harta, akan dianggap sebagai penghasilan yang bersumber di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, namun hanya jika harta atau hak yang menimbulkan penghasilan, dividen, bunga, royalti, atau keuntungan dari pengalihan harta tersebut mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap tersebut.
(9)
Sumber dari suatu penghasilan yang tidak dapat ditentukan berdasarkan ayat (1) sampai (8) akan ditentukan oleh masing-masing Negara Pihak pada Perjanjian sesuai dengan perundang-undangannya. Menyimpang dari kalimat sebelumnya, jika sumber penghasilan menurut perundang-undangan salah satu Negara Pihak pada Perjanjian berbeda dari sumber penghasilan menurut perundang-undangan Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atau jika sumber penghasilan tersebut tidak dapat segera ditentukan menurut perundang-undangan salah satu Negara Pihak pada Perjanjian, maka pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian, untuk mencegah pengenaan pajak berganda atau untuk tujuan lain dari Perjanjian ini, dapat menetapkan sumber yang lazim dari suatu penghasilan untuk kepentingan Perjanjian ini.
Pasal 8
LABA USAHA
(1)
Laba usaha penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian akan dikecualikan dari pengenaan pajak oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian kecuali jika penduduk tersebut menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tersebut melalui suatu bentuk usaha tetap. Jika penduduk tersebut menjalankan usahanya sebagaimana dimaksud di atas, maka atas laba usaha penduduk tersebut dapat dikenakan pajak oleh Negara Pihak lainnya tetapi hanya atas bagian laba usaha yang berasal dari bentuk usaha tetap tersebut atau atas bagian laba usaha yang bersumber di Negara Pihak lainnya dari penjualan barang-barang atau barang dagangan yang jenisnya sama dengan yang dijual melalui bentuk usaha tetap atau atas bagian laba yang berasal dari transaksi-transaksi usaha lainnya yang sama jenisnya dengan yang dilakukan melalui bentuk usaha tetap.
(2)
Jika penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian menjalankan usaha di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian melalui suatu bentuk usaha tetap, maka yang akan diperhitungkan sebagai laba usaha bentuk usaha tetap tersebut oleh masing-masing Negara Pihak pada Perjanjian ialah laba usaha yang akan diperolehnya bila bentuk usaha tetap tersebut merupakan suatu perusahaan tersendiri yang melakukan kegiatan-kegiatan yang sama atau serupa dalam keadaan yang sama atau serupa dan mengadakan hubungan yang sepenuhnya bebas dengan penduduk yang memiliki bentuk usaha tetap tersebut.
(3)
Dalam menentukan besarnya laba usaha suatu bentuk usaha tetap, dapat dikurangkan biaya-biaya yang berkaitan dengan laba usaha tersebut, termasuk biaya-biaya pimpinan dan administrasi umum, baik yang dikeluarkan di Negara Pihak pada Perjanjian di mana bentuk usaha tetap tersebut berada maupun yang dikeluarkan di tempat lain. Namun demikian, tidak diperkenankan untuk dikurangkan biaya-biaya, jika ada, yang dibayarkan (selain penggantian biaya-biaya yang benar-benar terjadi) oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya, dalam bentuk royalti, ongkos, atau pembayaran serupa lainnya sehubungan dengan penggunaan paten atau hak-hak lain, atau dalam bentuk komisi untuk jasa-jasa tertentu atau untuk manajemen, atau dalam bentuk bunga atas uang yang dipinjamkan kepada bentuk usaha tetap tersebut. Sebaliknya, tidak perlu diperhitungkan dalam penentuan laba bentuk usaha tetap, jumlah yang ditagihkan (selain penggantian biaya-biaya yang benar-benar terjadi) oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya, dalam bentuk royalti, ongkos, atau pembayaran serupa lainnya sehubungan dengan penggunaan paten atau hak-hak lain, atau dalam bentuk komisi untuk jasa-jasa tertentu atau untuk manajemen, atau dalam bentuk bunga atas uang yang dipinjamkan kepada kantor pusatnya atau kantor-kantor lain milik kantor pusatnya.
(4)
Bentuk usaha tetap milik penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang berada di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tidak akan dianggap memperoleh laba hanya karena kegiatan pembelian barang-barang atau barang dagangan yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap tersebut, atau oleh penduduk yang merupakan bentuk usaha tetap, untuk kepentingan penduduk tersebut.
(5)
Jika laba usaha mencakup jenis-jenis penghasilan yang diatur tersendiri pada pasal-pasal lain dari Perjanjian ini, maka ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal tersebut, kecuali apabila pada pasal-pasal tersebut ditentukan lain, akan menggantikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini.
Pasal 9
PELAYARAN DAN PENERBANGAN
(1)
Menyimpang dari Pasal 8 (Laba Usaha), penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian akan dikecualikan oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dari pengenaan pajak yang berkenaan dengan penghasilan yang diperoleh penduduk tersebut dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara dalam jalur lalu lintas internasional.
(2)
Untuk kepentingan ayat (1), penghasilan dari pengoperasian kapal laut atau pesawat udara dalam jalur lalu lintas internasional mencakup:

(a)
penghasilan dari penyewaan kapal laut atau pesawat udara atas dasar full basis dalam jalur lalu lintas internasional;

(b)
penghasilan dari penyewaan pesawat udara atas dasar bareboat basis jika pesawat udara tersebut dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional;

(c)
penghasilan dari penyewaan kapal laut tanpa awak jika kapal tersebut dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional dan penyewanya bukan penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atau bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya tersebut; atau

(d)
penghasilan dari penggunaan atau penyelenggaraan peti kemas (dan peralatan yang terkait dengan pengangkutan peti kemas) yang digunakan dalam jalur lalu lintas internasional jika penghasilan tersebut berhubungan dengan penghasilan yang dijelaskan dalam ayat (1).
(3)
Menyimpang dari Pasal 14 (Keuntungan dari Pengalihan Harta), keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dari pengalihan kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional atau peti kemas (dan peralatan yang terkait dengan pengangkutan peti kemas) yang digunakan dalam jalur lalu lintas internasional hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
Pasal 10
ORANG/BADAN YANG MEMILIKI HUBUNGAN ISTIMEWA
(1)
Apabila antara penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dan orang/badan lainnya terdapat hubungan istimewa dan apabila pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa tersebut membuat pengaturan atau menerapkan kondisi-kondisi tertentu di antara mereka sendiri yang berbeda dengan pengaturan atau kondisi-kondisi yang dibuat oleh pihak-pihak yang mempunyai kedudukan bebas, maka atas penghasilan, pengurangan, pengkreditan, atau pencadangan yang didasarkan pada pengaturan atau kondisi-kondisi tersebut, yang telah diperhitungkan dalam menentukan penghasilan (atau kerugian) atau pajak yang terutang oleh orang/badan yang memiliki hubungan istimewa tersebut, dapat dihitung kembali untuk menentukan penghasilan kena pajak dan pajak yang terutang oleh orang/badan yang memiliki hubungan istimewa tersebut.
(2)
Orang/badan dianggap memiliki hubungan istimewa dengan orang/badan lainnya jika salah satu orang/badan secara langsung maupun tidak langsung turut berpartisipasi dalam manajemen, pengendalian, atau permodalan orang/badan lainnya, atau jika terdapat pihak ketiga yang turut berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengendalian, atau permodalan dari kedua orang/badan tersebut. Untuk kepentingan ini, istilah "pengendalian" mencakup semua jenis pengendalian, berdasarkan hukum atau tidak, dan bagaimanapun cara pelaksanaannya.
(3)
Apabila suatu Negara Pihak pada Perjanjian mencantumkan laba penduduk Negara tersebut, dan mengenakan pajaknya, padahal atas laba tersebut penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian telah dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut, dan laba yang dicantumkan tadi adalah laba yang memang seharusnya diperoleh penduduk Negara yang disebutkan pertama seandainya kondisi-kondisi yang dibuat oleh kedua penduduk tersebut sama dengan kondisi-kondisi yang dibuat oleh pihak-pihak yang mempunyai kedudukan bebas, maka Negara Pihak lainnya tersebut akan membuat penyesuaian seperlunya terhadap jumlah pajak yang telah dikenakan terhadap laba tersebut. Dalam melakukan penyesuaian tersebut, ketentuan-ketentuan lain dari Perjanjian ini tetap harus diperhatikan dan bila perlu pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian dapat saling berkonsultasi.
Pasal 11
DIVIDEN
(1)
Dividen yang bersumber di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang diperoleh penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan pajak oleh kedua Negara Pihak pada Perjanjian.
(2)
Namun demikian, apabila penerima dividen adalah pemilik saham yang menikmati dividen itu adalah penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, maka pajak yang dikenakan oleh Negara yang disebutkan pertama tersebut tidak boleh melebihi 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto dividen yang benar-benar didistribusikan.
(3)
Ayat (2) tidak berlaku apabila penerima dividen, yang merupakan penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian, mempunyai suatu bentuk usaha tetap atau tempat tetap di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dan saham yang menghasilkan dividen tersebut mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 8 (Laba Usaha) atau Pasal 15 (Pekerjaan Bebas) akan berlaku.
(4)
Apabila suatu perusahaan yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian memiliki suatu bentuk usaha tetap di Negara Pihak lainnya tersebut dapat mengenakan pajak tambahan sesuai dengan perundang-undangannya atas laba bentuk usaha tetap tersebut (setelah dikurangi dengan pajak perseroan dan pajak-pajak penghasilan lainnya yang dikenakan oleh Negara Pihak lainnya tersebut) dan atas pembayaran bunga oleh bentuk usaha tetap tersebut, namun besarnya pajak tambahan tersebut tidak akan melebihi 15% (lima belas persen).
(5)
Tarif pajak yang diatur dalam ayat (4) dari Pasal ini tidak akan mempengaruhi tarif pajak tambahan yang terdapat dalam kontrak bagi hasil dan kontrak karta (atau kontrak-kontrak serupa  lainnya) yang berkenaan dengan minyak dan gas bumi atau produk mineral  lainnya yang diperundingkan oleh Pemerintah Republik Indonesia,  perwakilannya, perusahaan minyak negara, atau lembaga-lembaga lain yang ada di dalamnya dengan orang/badan yang merupakan penduduk Amerika Serikat.
Pasal 12
BUNGA
(1)
Bunga yang bersumber di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang diperoleh penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan pajak oleh kedua Negara Pihak pada Perjanjian.
(2)
Tarif pajak yang dikenakan oleh salah satu Negara Pihak pada Perjanjian atas bunga yang bersumber di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut dan dimiliki oleh pemberi pinjaman yang menikmati bunga yang merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tidak akan melebihi 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto bunga tersebut.
(3)
Menyimpang dari ayat (1) dan (2), bunga yang bersumber di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang diperoleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atau perantara atau perwakilan dari Negara Pihak lainnya tersebut yang bukan merupakan subjek dari pengenaan pajak penghasilan di Negara Pihak lainnya tersebut akan dikecualikan dari pajak di Negara yang disebutkan pertama.
(4)
Ayat (2) tidak berlaku jika penerima bunga, yang merupakan penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian, mempunyai suatu bentuk usaha tetap atau tempat tetap di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dan piutang yang menghasilkan bunga tersebut mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 8 (Laba Usaha) atau Pasal 15 (Pekerjaan Bebas) akan berlaku.
(5)
Jika jumlah bunga yang dibayarkan kepada orang/badan yang mempunyai hubungan istimewa melebihi jumlah bunga seandainya dibayarkan kepada orang/badan yang tidak mempunyai hubungan istimewa, ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah bunga seandainya tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut dapat dikenakan pajak oleh masing-masing Negara Pihak pada Perjanjian sesuai dengan perundang-undangannya, termasuk ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini.
(6)
Istilah "bunga" yang digunakan dalam Perjanjian ini berarti penghasilan dari obligasi, surat utang, surat berharga pemerintah, atau bukti-bukti utang lainnya, baik yang dijamin dengan hipotik atau surat berharga lainnya maupun tidak dan baik yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun tidak, dan segala bentuk tagihan utang, serta semua bentuk penghasilan yang menurut perundang-undangan pajak Negara Pihak pada Perjanjian di mana penghasilan tersebut bersumber dapat dipersamakan dengan penghasilan yang diperoleh dari uang yang dipinjamkan.
Pasal 13
ROYALTI
(1)
Royalti yang bersumber di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang diperoleh penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan pajak oleh kedua Negara tersebut.
(2)
Tarif pajak yang dikenakan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian atas royalti yang bersumber di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut dan dimiliki oleh pihak yang menikmati royalti tersebut yang merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tidak akan melebihi 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto royalti yang dijelaskan dalam ayat 3 (a) dan 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto royalti yang dijelaskan dalam ayat 3 (b).
(3)
(a)
Istilah "royalti" yang digunakan dalam Pasal ini berarti segala bentuk pembayaran yang dibuat sehubungan dengan penggunaan, atau hak untuk menggunakan, hak cipta atas karya sastra, kesenian, atau karya ilmiah (termasuk hak cipta atas gambar bergerak, film, pita rekaman, atau alat reproduksi lainnya yang digunakan untuk penyiaran radio atau televisi), paten, desain, model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau informasi mengenai pengalaman di bidang industri, perniagaan, atau ilmu pengetahuan. Royalti juga mencakup keuntungan yang diperoleh dari penjualan, pertukaran, atau bentuk lain pengalihan harta tidak berwujud atau hak-hak tersebut sepanjang jumlah yang direalisasi dari penjualan, pertukaran, atau bentuk pengalihan lainnya tersebut bergantung kepada produktivitas, penggunaan, atau pengalihan harta tidak berwujud atau hak-hak tersebut.

(b)
Istilah "royalti" yang digunakan dalam Pasal ini juga mencakup pembayaran-pembayaran oleh penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian sehubungan dengan penggunaan, atau hak untuk menggunakan, perlengkapan industri, perdagangan, atau ilmu pengetahuan, namun tidak termasuk kapal, pesawat udara, atau petikemas yang penghasilan darinya dikecualikan dari pajak oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian berdasarkan Pasal 9 (Pelayaran dan Penerbangan).
(4)
Ayat (2) tidak berlaku apabila penerima royalti, yang merupakan penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian, mempunyai suatu bentuk usaha tetap atau tempat tetap di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dan harta atau hak-hak yang menghasilkan royalti tersebut mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut. Dalam hal demikian, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 8 (Laba Usaha) atau Pasal 15 (Pekerjaan Bebas) akan berlaku.
(5)
Jika jumlah royalti yang dibayarkan kepada orang/badan yang mempunyai hubungan istimewa melebihi jumlah royalti seandainya dibayarkan kepada orang/badan yang tidak mempunyai hubungan istimewa, ketentuan-ketentuan dalam Pasal ini akan berlaku hanya atas jumlah royalti seandainya tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Dalam hal demikian, jumlah kelebihan pembayaran tersebut dapat dikenakan pajak oleh masing-masing Negara Pihak pada Perjanjian sesuai dengan perundang-undangannya, termasuk ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini.
Pasal 14
KEUNTUNGAN DARI PENGALIHAN HARTA
(1)
Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dari pengalihan harta yang dijelaskan dalam Pasal 6 (Penghasilan dari Harta Tidak Bergerak) dan yang terletak di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut. Istilah "harta yang dijelaskan dalam Pasal 6 (Penghasilan dari Harta Tidak Bergerak) dan yang terletak di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian" mencakup:

(a)
Dalam hal Indonesia adalah Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, suatu penyertaan dalam harta tidak bergerak yang terletak di Indonesia; dan

(b)
Dalam hal Amerika Serikat adalah Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, suatu penyertaan dalam harta tidak bergerak Amerika Serikat.
(2)
Penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian akan dikecualikan dari pengenaan pajak oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atas keuntungan yang diperoleh dari penjualan, pertukaran, atau bentuk lain pengalihan capital assets selain harta-harta yang dijelaskan dalam ayat (1) kecuali:

(a)
Penerima keuntungan dari pengalihan harta tersebut memiliki suatu bentuk usaha tetap atau tempat tetap di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dan harta yang menghasilkan keuntungan tersebut mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap atau tempat tetap tersebut, yang dalam hal ini ketentuan-ketentuan dalam Pasal 8 (Laba Usaha) atau Pasal 15 (Pekerjaan Bebas) akan berlaku; atau

(b)
Penerima keuntungan dari pengalihan harta tersebut adalah orang pribadi yang berada di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian untuk suatu masa atau masa-masa yang keseluruhannya berjumlah 120 (seratus dua puluh) hari atau lebih selama tahun pajak.
(3)
Menyimpang dari ayat (2), keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dari pengalihan harta-harta yang dijelaskan dalam Pasal 5 (Bentuk Usaha Tetap) ayat (2) (i) dan digunakan untuk eksplorasi atau eksploitasi sumber daya minyak dan gas bumi hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
Pasal 15
PEKERJAAN BEBAS
(1)
Penghasilan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian sehubungan dengan jasa-jasa profesional atau pekerjaan bebas lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali dalam keadaan-keadaan berikut, yaitu ketika penghasilan tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian:

(a)
Jika penduduk tersebut mempunyai suatu tempat tetap di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian yang tersedia secara teratur baginya untuk menjalankan kegiatan-kegiatannya; dalam hal demikian, hanya atas penghasilan yang berhubungan dengan tempat tetap tersebut yang dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tersebut; atau

(b)
Jika penduduk tersebut berada di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian untuk suatu masa atau masa-masa yang keseluruhannya berjumlah 120 (seratus dua puluh) hari atau lebih dalam suatu masa 12 (dua belas) bulan yang berurutan; dalam hal ini, hanya atas penghasilan yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan  di Negara Pihak lainnya tersebut yang dapat dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut..
(2)
Istilah "jasa-jasa profesional" terutama meliputi kegiatan-kegiatan bebas di bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, kesenian, kependidikan, atau pengajaran serta pekerjaan-pekerjaan bebas yang dilakukan oleh para dokter, pengacara, insinyur, arsitek, dokter gigi, dan akuntan.
Pasal 16
PEKERJAAN DALAM HUBUNGAN KERJA
(1)
Upah, gaji, dan imbalan serupa yang diperoleh orang pribadi penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dari pekerjaannya atau dari jasa-jasa pribadi yang dilakukannya dalam kedudukannya sebagai pegawai, termasuk penghasilan dari jasa-jasa yang dilakukan oleh pegawai suatu badan hukum atau perusahaan, dapat dikenakan pajak oleh Negara tersebut. Kecuali sebagaimana diatur dalam ayat (2), upah, gaji, dan imbalan serupa yang bersumber di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dapat juga dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tersebut.
(2)
Imbalan sebagaimana dijelaskan dalam ayat (1) yang diperoleh orang pribadi penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian akan dikecualikan dari pengenaan pajak oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian jika:

(a)
orang tersebut berada di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian untuk suatu masa atau masa-masa yang keseluruhannya berjumlah kurang dari 120 (seratus dua puluh) hari dalam suatu masa 12 (dua belas) bulan yang berurutan; dan

(b)
imbalan tersebut dibayarkan oleh, atau atas nama, pemberi kerja yang bukan merupakan penduduk Negara Pihak lainnya tersebut, dan

(c)
imbalan tersebut tidak menjadi beban bagi, atau diganti pembayarannya oleh, suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh pemberi kerja di Negara Pihak lainnya tersebut.
(3)
Menyimpang dari ayat (2), imbalan yang diperoleh orang pribadi karena pekerjaan atau pemberian jasa-jasa pribadi yang dilakukannya sebagai pegawai pada kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan oleh penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dalam jalur lalu lintas internasional akan dikecualikan dari pengenaan pajak oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian jika orang pribadi tersebut adalah awak kapal atau pesawat udara tersebut.
Pasal 17
ARTIS DAN ATLET
(1)
Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 15 (Pekerjaan Bebas) dan 16 (Pekerjaan dalam Hubungan Kerja), penghasilan yang diperoleh para penghibur, seperti para artis teater, gambar bergerak, radio, atau televisi, dan musisi, serta atlet, dari kegiatan-kegiatannya sebagai artis dan atlet, dapat dikenakan pajak di Negara Pihak pada Perjanjian di mana kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan jika jumlah bruto imbalannya, termasuk biaya-biaya yang diganti pembayarannya atau yang dibuat atas namanya, secara keseluruhan melebihi US$ 2,000 (dua ribu dolar Amerika Serikat) atau setaranya dalam rupiah dalam suatu masa 12 (dua belas) bulan yang berurutan.
(2)
Apabila penghasilan yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh artis atau atlet tidak diterima oleh artis atau atlet itu sendiri tetapi oleh orang/badan lain, maka penghasilan tersebut, menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 8 (Laba Usaha) dan 15 (Pekerjaan Bebas), dapat dikenakan pajak di Negara Pihak pada Perjanjian jika Perjanjian di mana kegiatan-kegiatan artis atau atlet tersebut dilakukan.
(3)
Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan (2) tidak berlaku terhadap imbalan atau laba yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di suatu Negara Pihak pada Perjanjian jika kunjungan ke Negara tersebut dibiayai oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dan dinyatakan memenuhi syarat, oleh pejabat yang berwenang dari Negara pengirim, berdasarkan ketentuan dalam pasal ini.
Pasal 18
PEGAWAI PEMERINTAH
(1)
(a)
Imbalan, selain pensiun, yang dibayarkan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian atau bagian ketatanegaraannya  atau pemerintah daerahnya kepada orang pribadi sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara tersebut atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.

(b)
Namun demikian, imbalan tersebut hanya akan dikenakan pajak di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian jika jasa-jasa tersebut diberikan di Negara Pihak lainnya tersebut dan penerimanya adalah penduduk Negara Pihak lainnya tersebut yang:


(i)
merupakan warga negara dari negara itu; atau


(ii)
tidak menjadi penduduk negara itu semata-mata dengan tujuan untuk memberikan jasa-jasa tersebut.
(2)
Pensiun yang dibayarkan oleh, atau berasal dari dana yang dibentuk oleh, suatu Negara Pihak pada Perjanjian atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya kepada orang pribadi sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan kepada Negara tersebut atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
(3)
Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 15 (Pekerjaan Bebas), 16 (Pekerjaan dalam Hubungan Kerja), dan 21 (Pensiun Swasta dan Pembayaran Berkala) berlaku terhadap imbalan atau pensiun yang berkenaan dengan jasa-jasa yang diberikan sehubungan dengan perdagangan atau usaha yang dilakukan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian atau bagian ketatanegaraannya atau pemerintah daerahnya.
Pasal 19
SISWA DAN PEMAGANG
(1)
(a)
Orang pribadi yang sesaat sebelum melakukan kunjungan ke Negara Pihak lainnya pada Perjanjian merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dan untuk sementara berada di Negara Pihak lainnya tersebut semata-mata:


(i)
sebagai pelajar pada universitas, akademi, sekolah, atau lembaga pendidikan serupa lainnya yang diakui di Negara Pihak lainnya tersebut; atau


(ii)
sebagai penerima bea siswa, penghargaan, atau hadiah dari Pemerintah salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang diberikan oleh Pemerintah salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang tujuan utamanya adalah untuk belajar, penelitian, atau pelatihan; atau dari organisasi yang bergerak di bidang ilmu pengetahuan, kependidikan, keagamaan, atau sosial, atau dari program bantuan teknis yang diberikan oleh pemerintah.


akan dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut untuk suatu masa yang tidak melebihi 5 (lima) tahun sejak tanggal kedatangannya di Negara Pihak lainnya tersebut atas jumlah yang dijelaskan dalam sub ayat (b).

(b)
Jumlah yang dimaksud dalam sub ayat (a) adalah:


(i)
seluruh penerimaan dari luar negeri untuk biaya hidup, pendidikan, belajar, penelitian, atau pelatihan;


(ii)
jumlah dari bea siswa, penghargaan, atau hadiah; dan


(iii)
setiap imbalan yang tidak melebihi US$ 2,000 (dua ribu dolar Amerika Serikat) atau setaranya dalam rupiah setiap tahunnya sehubungan dengan jasa-jasa yang diberikan di Negara Pihak lainnya tersebut, sepanjang jasa-jasa yang diberikan tersebut terkait dengan kegiatan belajar, penelitian, atau pelatihan, atau yang diperlukan untuk biaya hidupnya.
(2)
Orang pribadi yang sesaat sebelum melakukan kunjungan ke Negara Pihak lainnya pada Perjanjian merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dan untuk sementara berada di Negara Pihak lainnya tersebut semata-mata sebagai pemagang di bidang bisnis maupun teknik akan dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut untuk suatu masa yang tidak melebihi dua belas bulan yang berurutan atas penghasilannya dari jasa-jasa pribadi yang setara keseluruhannya berjumlah tidak melebihi US$ 7,500 (tujuh ribu lima ratus dolar Amerika Serikat) atau setaranya dalam rupiah.
Pasal 20
GURU DAN PENELITI
(1)
Orang pribadi yang sesaat sebelum melakukan kunjungan ke Negara Pihak lainnya pada Perjanjian merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian dan yang, atas undangan dari universitas, akademi, sekolah, atau lembaga pendidikan serupa lainnya, mengunjungi Negara Pihak lainnya tersebut semata-mata untuk tujuan mengajar dan/atau melakukan penelitian pada lembaga pendidikan tadi akan dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut atas imbalan dari kegiatan mengajar atau penelitiannya tersebut untuk suatu masa yang tidak melebihi 2 (dua) tahun sejak kedatangannya di Negara Pihak lainnya tersebut. Orang pribadi berhak menikmati manfaat dari ketentuan ini hanya satu kali.
(2)
Pasal ini tidak berlaku untuk penghasilan dari kegiatan penelitian jika penelitian tersebut dilaksanakan terutama untuk kepentingan orang/badan tertentu saja.
Pasal 21
PENSIUN SWASTA DAN PEMBAYARAN BERKALA
(1)
Kecuali sebagaimana diatur dalam Pasal 18 (Pegawai Pemerintah), pensiun dan imbalan serupa lainnya sehubungan dengan pekerjaan di masa lampau yang bersumber di salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang diperoleh penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian dapat dikenakan pajak oleh kedua Negara Pihak pada Perjanjian tersebut. Jika pemilik manfaat dari pensiun dan imbalan serupa lainnya tersebut merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, besarnya pajak yang dikenakan tidak boleh melebihi 15% (lima belas persen) dari jumlah brutonya.
(2)
Pembayaran berkala yang dibayarkan kepada orang pribadi penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut.
(3)
Pembayaran alimony (tunjangan kepada mantan isteri/suami) dan child support (tunjangan untuk keperluan pemeliharaan anak) yang dilakukan oleh orang pribadi penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian kepada orang pribadi penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian akan dikecualikan dari pengenaan pajak di Negara Pihak lainnya tersebut.
(4)
Istilah "pensiun dan imbalan serupa lainnya", sebagaimana digunakan dalam Pasal ini, berarti pembayaran yang dibuat sehubungan dengan masa pensiun atau kematian sebagai balasan atas jasa-jasa yang telah diberikan, atau pembayaran ganti rugi atas kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan di masa lampau.
(5)
Istilah "pembayaran berkala", sebagaimana digunakan dalam Pasal ini, berarti suatu jumlah tertentu yang dibayarkan secara berkala pada waktu tertentu selama hidup, atau selama jangka waktu tertentu, berdasarkan suatu kewajiban untuk melakukan pembayaran yang merupakan pengganti nafkah yang layak dan utuh (selain dari pemberian jasa-jasa).
(6)
Istilah "alimony", sebagaimana digunakan dalam Pasal ini, berarti pembayaran berkala yang dilakukan dalam rangka mentaati keputusan perceraian, perjanjian pemberian nafkah, atau perjanjian berpisah atau pemeliharaan anak.
Pasal 22
PEMBAYARAN JAMINAN SOSIAL
Pembayaran jaminan sosial dan kenikmatan-kenikmatan serupa yang berasal dari dana publik oleh salah satu Negara Pihak pada Perjanjian kepada orang pribadi penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atau warga negara Amerika Serikat hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebutkan pertama. Pasal ini tidak berlaku atas pembayaran-pembayaran yang dijelaskan dalam Pasal 18 (Pegawai Pemerintah).
Pasal 23
PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA
Pengenaan pajak berganda atas penghasilan akan dihindarkan dengan cara-cara sebagai berikut:
(1)
Sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan tunduk pada batas-batas perundang-undangan Amerika Serikat, yang berlaku dari waktu ke waktu, Pemerintah Amerika Serikat akan mengizinkan warga negara atau penduduknya untuk mengkreditkan pajak Indonesia dalam jumlah yang sepadan terhadap pajak Amerika Serikat. Besarnya kredit pajak tersebut didasarkan pada jumlah pajak yang dibayarkan kepada Indonesia, namun kredit pajak tersebut tidak melebihi batasan yang ditetapkan oleh perundang-undangan Amerika Serikat untuk tahun pajak yang bersangkutan. Untuk keperluan penerapan pengkreditan terhadap pajak Amerika Serikat yang berhubungan dengan pajak yang dibayarkan kepada Indonesia, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 (Sumber Penghasilan) akan diterapkan untuk menentukan sumber penghasilan, namun tetap tunduk pada aturan-aturan tentang sumber penghasilan yang ada dalam perundang-undangan domestik yang diterapkan semata-mata untuk membatasi kredit pajak luar negeri.
(2)
Sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan tunduk pada batas-batas perundang-undangan Indonesia, yang berlaku dari waktu ke waktu, Pemerintah Indonesia akan mengizinkan penduduknya untuk mengkreditkan dalam jumlah sepadan pajak penghasilan yang dibayarkan kepada Amerika Serikat terhadap pajak Indonesia Besarnya kredit pajak tersebut didasarkan pada jumlah pajak yang dibayarkan kepada Amerika Serikat namun tidak melebihi batasan yang ditetapkan oleh perundang-undangan Indonesia untuk tahun pajak yang bersangkutan. Untuk keperluan penerapan pengkreditan terhadap pajak Indonesia yang berhubungan dengan pajak yang dibayarkan kepada Amerika Serikat, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 (Sumber Penghasilan) akan diterapkan untuk menentukan sumber penghasilan.
Pasal 24
NON-DISKRIMINASI
(1)
Warga negara salah satu Negara Pihak pada Perjanjian yang merupakan penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tidak akan dikenakan di Negara Pihak lainnya tersebut pajak atau persyaratan-persyaratan terkait yang lebih memberatkan dibanding dengan yang dikenakan terhadap warga negara dari Negara Pihak lainnya pada Perjanjian yang juga merupakan penduduk Negara Pihak lainnya tersebut dalam kondisi dan keadaan yang sama.
(2)
Kecuali sebagaimana diatur dalam Pasal 11 (Dividen) ayat (4), suatu bentuk usaha tetap yang dimiliki oleh penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tidak akan dikenakan di Negara Pihak lainnya tersebut pajak atau persyaratan-persyaratan terkait yang lebih memberatkan dibanding dengan yang dikenakan terhadap penduduk Negara Pihak lainnya tersebut yang melakukan kegiatan yang sama. Ayat ini tidak boleh ditafsirkan sebagai mewajibkan suatu Negara Pihak pada Perjanjian untuk memberikan kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian suatu kelonggaran, keringanan, atau pengurangan dalam pengenaan pajak yang didasarkan pada status kependudukan atau tanggung jawab keluarga seperti yang diberikan kepada penduduknya sendiri.
(3)
Suatu badan hukum dari salah satu Negara Pihak pada Perjanjian, yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki atau dikuasai oleh penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, tidak akan dikenakan di Negara yang disebut pertama pajak atau persyaratan-persyaratan terkait yang berada atau lebih memberatkan dibanding dengan pajak atau persyaratan-persyaratan terkait yang dikenakan terhadap badan hukum dari Negara yang disebut pertama, yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki atau dikuasai oleh penduduk Negara yang disebut pertama, yang melakukan kegiatan yang sama.
(4)
Kecuali di mana berlaku ketentuan-ketentuan dalam Pasal 10 (Orang/Badan yang Memiliki Hubungan Istimewa) ayat (1), Pasal 12 (Bunga) ayat (5), atau Pasal 13 (Royalti) ayat (5), bunga, royalti, dan pengeluaran lain yang dibayarkan oleh penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, untuk menentukan laba yang dapat dikenakan pajak dari penduduk Negara yang disebutkan pertama, dapat dikurangkan berdasarkan kondisi yang sama (termasuk peraturan yang mengatur besarnya rasio utang terhadap modal yang diizinkan) seandainya pengeluaran-pengeluaran tersebut dibayarkan kepada penduduk Negara yang disebutkan pertama. Demikian pula, utang-utang penduduk Negara Pihak pada Perjanjian kepada penduduk Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, untuk menentukan modal yang dapat dikenakan pajak dari penduduk Negara yang disebutkan pertama, dapat dikurangkan berdasarkan kondisi yang sama (termasuk peraturan yang mengatur besarnya rasio utang terhadap modal yang diizinkan) seandainya utang-utang tersebut diberikan kepada penduduk Negara yang disebutkan pertama.
(5)
Untuk kepentingan Pasal ini, menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 2 (Pajak-Pajak yang Dicakup dalam Perjanjian), Perjanjian akan berlaku terhadap setiap jenis pajak yang dikenakan oleh Negara Pihak pada Perjanjian.
Pasal 25
TATA CARA PERSETUJUAN BERSAMA
(1)
Apabila penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian menganggap bahwa tindakan-tindakan salah satu Negara Pihak pada Perjanjian atau kedua-duanya mengakibatkan atau akan mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Perjanjian ini, maka penduduk tersebut, menyimpang dari cara-cara penyelesaian yang diatur oleh perundang-undangan nasional dari masing-masing Negara tersebut, dapat mengajukan masalahnya kepada pejabat yang berwenang dari Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia menjadi penduduk atau, jika masalah tersebut diatur dalam Pasal 24 (Non-diskriminasi) ayat (1), kepada pejabat yang berwenang dari Negara Pihak pada Perjanjian di mana ia menjadi warga negara. Masalah tersebut harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak adanya pemberitahuan pertama tentang tindakan yang mengakibatkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan Perjanjian tersebut. Apabila keputusan-keputusan atau tindakan-tindakan yang diambil oleh kedua Negara Pihak pada Perjanjian menghasilkan pengenaan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian, masa 3 (tiga) tahun dimulai sejak pemberitahuan pertama tentang tindakan atau keputusan terkini.
(2)
Jika ada pengajuan keberatan kepada pejabat yang berwenang dan jika pejabat yang berwenang itu sendiri tidak dapat menemukan penyelesaian yang tepat, maka pejabat yang berwenang tersebut akan berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut melalui persetujuan bersama dengan pejabat yang berwenang dari Negara Pihak lainnya pada Perjanjian. Persetujuan yang dicapai akan diimplementasikan tanpa memandang batasan waktu atau batasan prosedural lainnya yang ada pada perundang-undangan domestik kedua Negara Pihak pada Perjanjian.
(3)
Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian, melalui persetujuan bersama, akan berusaha untuk menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang timbul dalam penerapan Perjanjian ini. Pejabat-pejabat yang berwenang tersebut dapat juga berunding bersama untuk mencegah pengenaan pajak berganda dalam masalah-masalah yang tidak diatur dalam Perjanjian.
(4)
Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian dapat berkomunikasi satu sama lain secara langsung guna mencapai suatu persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini. Apabila dipandang perlu, demi mencapai persetujuan, pejabat-pejabat yang berwenang dapat mengadakan pertemuan untuk saling tukar pendapat secara lisan.
Pasal 26
PERTUKARAN INFORMASI
(1)
Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian akan melakukan pertukaran informasi yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini atau untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan domestik kedua Negara tersebut yang berkenaan dengan pajak-pajak yang dicakup dalam Perjanjian ini sepanjang pengenaan pajak menurut perundang-undangan Negara yang bersangkutan tidak bertentangan dengan Perjanjian ini. Pertukaran informasi tidak dibatasi oleh ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 (Orang dan Badan yang Dicakup dalam Perjanjian). Setiap informasi yang diterima oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian harus dijaga kerahasiaannya seperti halnya informasi yang diperoleh berdasarkan perundang-undangan domestik Negara tersebut dan hanya akan diungkapkan kepada pihak-pihak atau instansi-instansi yang berwenang (termasuk pengadilan dan badan-badan administratif) yang terlibat dalam penaksiran, penagihan, pengadministrasian, penegakan hukum, penuntutan, atau penentuan permohonan banding yang berkenaan dengan pajak-pajak yang dicakup oleh Perjanjian ini. Pihak-pihak atau instansi-instansi yang berwenang tersebut hanya boleh menggunakan informasi tadi untuk tujuan-tujuan tersebut di atas. Mereka boleh mengungkapkan informasi tadi dalam proses pengadilan atau dalam pembuatan keputusan pengadilan.
(2)
Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) sama sekali tidak dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membebani suatu Negara Pihak pada Perjanjian suatu kewajiban untuk:

(a)
melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang menyimpang dari perundang-undangan atau praktik administratif yang berlaku di Negara tersebut atau di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian;

(b)
memberikan informasi yang tidak mungkin diperoleh berdasarkan perundang-undangan atau dalam praktik administratif yang lazim di Negara tersebut atau di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian;

(c)
memberikan informasi yang mengungkapkan rahasia di bidang perdagangan, usaha, industri, perniagaan, atau keahlian atau yang mengungkapkan proses perdagangan, atau informasi lainnya yang pengungkapannya akan bertentangan dengan kebijaksanaan umum.
(3)
Jika informasi diminta oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian berdasarkan Pasal ini, Negara Pihak lainnya pada Perjanjian akan mencarikan informasi yang berhubungan dengan permintaan tersebut dengan cara yang sama dan dalam taraf yang sama apabila pajak Negara yang disebutkan pertama adalah pajak Negara Pihak lainnya dan dikenakan oleh Negara Pihak lainnya tersebut. Jika secara spesifik diminta oleh pejabat yang berwenang dari suatu Negara Pihak pada Perjanjian, pejabat yang berwenang dari Negara Pihak lainnya pada Perjanjian akan menyediakan informasi berdasarkan Pasal ini dalam bentuk penjelasan dari para saksi dan salinan otentik dari dokumen asli yang belum diedit (termasuk buku, paper, laporan, catatan, rekening, dan karya tulis lainnya), dalam taraf yang sama dengan penjelasan dan dokumen yang dapat diperoleh berdasarkan perundang-undangan dan praktik administratif dari Negara Pihak lainnya tersebut yang berkenaan dengan perpajakannya sendiri.
(4)
Pertukaran informasi akan dilakukan baik secara rutin maupun atas dasar permintaan dengan menunjuk hal-hal khusus. Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian dapat membuat persetujuan tentang daftar informasi yang akan diberikan secara rutin.
(5)
Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian akan saling memberitahukan publikasi dari Negara masing-masing yang berkenaan dengan penerapan Perjanjian ini, baik dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan pemerintah, atau keputusan pengadilan dengan mengirimkannya dalam tahun takwim di mana publikasi tersebut diberlakukan.
(6)
Untuk kepentingan Pasal ini, menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Pasal 2 (Pajak-pajak yang Dicakup dalam Perjanjian), Perjanjian akan berlaku terhadap setiap jenis pajak yang dikenakan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian.
Pasal 27
PEJABAT-PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER
Perjanjian ini tidak akan mempengaruhi hak-hak istimewa di bidang fiskal dari anggota-anggota misi diplomatik dan konsuler berdasarkan peraturan umum dari hukum internasional maupun berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu persetujuan khusus.
Pasal 28
KETENTUAN-KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN
(1)
Penduduk salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dapat dikenakan pajak oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian atas penghasilan yang bersumber di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tersebut dan hanya atas penghasilan tersebut, namun tetap tunduk pada batasan-batasan yang diatur dalam Perjanjian ini. Untuk kepentingan ini, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 7 (Sumber Penghasilan) akan diterapkan untuk menentukan sumber penghasilan.
(2)
Ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini tidak dapat ditafsirkan sebagai pembatasan dalam bentuk apapun terhadap setiap pengecualian, pembebasan, pengurangan, pengkreditan, atau kemudahan lainnya yang diberikan saat ini atau kemudian:

(a)
oleh perundang-undangan salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dalam menentukan pajak yang dikenakan oleh Negara Pihak pada Perjanjian tersebut, atau

(b)
oleh persetujuan lain antara kedua Negara Pihak pada Perjanjian tersebut.
(3)
Menyimpang dari setiap ketentuan dalam Perjanjian ini, kecuali ayat (4), suatu Negara Pihak pada Perjanjian dapat mengenakan pajak terhadap warga negara atau penduduk Negara Pihak pada Perjanjian tersebut seolah-olah Perjanjian ini tidak ada pengaruhnya. Untuk kepentingan ini, istilah "warga negara" mencakup mantan warga negara yang kehilangan kewarganegaraannya dengan salah satu tujuan utamanya untuk penghindaran pajak tetapi hanya untuk masa 10 (sepuluh) tahun setelah hilangnya kewarganegaraan tersebut.
(4)
Ketentuan-ketentuan dalam ayat (3) tidak akan mempengaruhi:

(a)
manfaat-manfaat yang diberikan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian berdasarkan Pasal 10 (Orang/Badan yang Memiliki Hubungan Istimewa) ayat (3), Pasal 21 (Pensiun Swasta dan Pembayaran Berkala) ayat (3), Pasal 22 (Pembayaran Jaminan Sosial), Pasal 23 (Penghindaran Pajak Berganda), Pasal 24 (Non-diskriminasi), dan Pasal 25 (Tata Cara Persetujuan Bersama); dan

(b)
manfaat-manfaat yang diberikan oleh suatu Negara Pihak pada Perjanjian berdasarkan Pasal 18 (Pegawai Pemerintah), Pasal 19 (Pelajar dan Pemagang), Pasal 20 (Guru dan Peneliti), dan Pasal 27 (Pejabat-Pejabat Diplomatik dan konsuler) kepada orang pribadi yang bukan warga negara maupun memiliki status imigran di Negara Pihak pada Perjanjian tersebut.
(5)
Pejabat-pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian dapat membuat peraturan-peraturan yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dari Perjanjian ini.
(6)
Kecuali sebagaimana diatur dalam ayat (7), orang/badan (selain orang pribadi) yang merupakan penduduk suatu Negara Pihak pada Perjanjian tidak berhak, berdasarkan Perjanjian ini, untuk dibebaskan dari perpajakan di Negara Pihak lainnya pada Perjanjian kecuali:

(a)
lebih dari 50% dari kepemilikan orang/badan tersebut [atau dalam hal perusahaan, lebih dari 50% dari jumlah lembar tiap-tiap kelompok saham perusahaan] dimiliki secara langsung atau tidak langsung oleh suatu kombinasi dari satu atau lebih:


(i)
orang pribadi penduduk Amerika Serikat;


(ii)
warga negara Amerika Serikat;


(iii)
orang pribadi penduduk Indonesia;


(iv)
perusahaan-perusahaan sebagaimana dijelaskan dalam ayat (7) (a); dan


(v)
Negara-negara Pihak pada Perjanjian; dan

(b)
penghasilan orang/badan tersebut tidak digunakan dalam jumlah yang berarti, langsung atau tidak langsung, untuk membayar utang (termasuk utang bunga atau utang royalti) kepada orang/badan selain yang dirinci dalam sub-ayat (a) (i) sampai (v)
(7)
Ketentuan-ketentuan dalam ayat 6 tidak akan berlaku jika:

(a)
orang/badan tersebut adalah suatu perusahaan di mana kelompok utama sahamnya diperdagangkan secara reguler dalam jumlah yang berarti di suatu bursa efek yang diakui; atau

(b)
pendirian, perolehan, dan pengelolaan dari orang/badan tersebut serta tujuan utama dari pelaksanaan kegiatan orang/badan tersebut tidak dimaksudkan untuk memperoleh manfaat-manfaat dari Perjanjian ini.
(8)
Untuk kepentingan ayat (7) (a), istilah "bursa efek yang diakui" berarti:

(a)
Sistem NASDAQ yang dimiliki oleh the National Association of Securities Dealers, Inc., dan setiap bursa efek yang terdaftar pada the Security and Exchange Commission sebagai suatu bursa sekuritas nasional sebagaimana dimaksud dalam the Securities Exchange Act of 1934; dan

(b)
Bursa Efek Jakarta; dan

(c)
Bursa efek lainnya yang disepakati bersama oleh para pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian.
Pasal 29
BANTUAN PENAGIHAN
(1)
Masing-masing Negara Pihak pada Perjanjian, atas nama Negara Pihak lainnya pada Perjanjian, akan berusaha untuk melakukan penagihan pajak-pajak yang dikenakan oleh Negara Pihak lainnya tersebut dan akan memastikan bahwa setiap pengecualian atau pengurangan tarif pajak yang diberikan berdasarkan Perjanjian ini oleh Negara Pihak lainnya pada Perjanjian tidak akan dinikmati oleh orang/badan yang tidak berhak atas manfaat-manfaat tersebut. Para pejabat yang berwenang dari kedua Negara Pihak pada Perjanjian dapat berunding dalam rangka memberlakukan Pasal ini.
(2)
Pasal ini sama sekali tidak dapat ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membebani suatu Negara Pihak pada Perjanjian suatu kewajiban untuk melaksanakan tindakan-tindakan administratif yang menyimpang dari peraturan-peraturan dan praktik-praktik dari salah satu Negara Pihak pada Perjanjian atau akan bertentangan dengan kedaulatan, keamanan, atau kebijaksanaan publik dari Negara Pihak pada Perjanjian yang disebutkan pertama.
Pasal 30
BERLAKUNYA PERJANJIAN
Perjanjian ini mengharuskan adanya ratifikasi (pengesahan) dan instrumen ratifikasi tersebut akan dipertukarkan di Washington sesegera mungkin. Perjanjian ini akan mulai berlaku satu bulan setelah tanggal pertukaran instrumen ratifikasi. Ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian ini untuk pertama kali akan mulai berlaku, terhadap pajak-pajak yang dipungut di Negara sumbernya sesuai dengan Pasal 11 (Dividen), Pasal 12 (Bunga) dan 13 (Royalti), atas jumlah yang dibayarkan atau dikreditkan pada atau setelah hari pertama dari bulan kedua setelah hari mulai berlakunya Perjanjian, dan terhadap pajak-pajak lainnya dalam tahun takwim atau tahun pajak, pada atau setelah 1 Januari pada tahun di mana Perjanjian ini mulai berlaku.
Pasal 31
BERAKHIRNYA PERJANJIAN
Perjanjian ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu Negara Pihak pada Perjanjian. Salah satu Negara Pihak pada Perjanjian dapat mengakhiri Perjanjian sewaktu-waktu setelah masa 5 (lima) tahun sejak tanggal Perjanjian mulai berlaku sepanjang dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sebelumnya memberitahukan rencana penghentian tersebut melalui saluran-saluran diplomatik. Dalam hal demikian, Perjanjian akan tidak berlaku lagi dan tidak mempunyai pengaruh lagi terhadap penghasilan pada tahun takwim atau tahun pajak yang dimulai pada atau setelah 1 Januari yang datang setelah berakhirnya masa 6 (enam) bulan.

DIBUAT di Jakarta, dalam rangkap dua, dalam bahasa Inggris, tanggal 11 Juli 1988.
Untuk Pemerintah
Republik Indonesia

Untuk Pemerintah
Amerika Serikat

Comments